Apa yang dimaksud dengan Al-Waarits atau Maha Mewarisi ?

al-Waarits

Nilai yang terkandung di dalam al-Waarits:

Barangsiapa yang beriman dan membaca “Ya Waarits” sebanyak 300x setiap selesai shalat fardhu. Insya Allah akan dikaruniai umur panjang dari Allah SWT serta dijauhkan dari kesulitan hidup.

Apa yang dimaksud dengan Al-Waarits atau Maha Mewarisi ?

Kata Al-Wârits berasal dari kata waratsa–yaritsu yang berarti mewarisi atau peralihan kepemilikan kepada yang lain. Kata Al-Wârits sebagai nama Allah tidak ditemukan dalam Al-Quran. Tetapi bentuk jamaknya yang menunjukkan Allah, ditemukan dalam Al-Quran sebanyak tiga kali, yaitu surat :

”Dan sesungguhnya benar- benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.” (al-Hijr: 23).

Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. (al- Anbiyâ`: 89)

Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil. Dan Kami adalah Pewaris(nya). (al-Qashash: 58)

Imam Al-Ghazali memahami kata Al-Warits sebagai “Dia yang kembali kepadanya kepemilikan, setelah kematian para pemilik.” Allah adalah Al-Warits Yang absolut, karena semua akan mati dan hanya Dia yang kekal abadi. Dialah yang bereksistensi setelah semua eksistensi musnah; kepada-Nyalah semua eksistensi itu akan kembali. Dialah yang akan bertanya, “Milik siapakah kerajaan hari ini? Dan Dialah yang akan menjawab, “Milik Allah Yang Maha Esa, Yang Maha Mengalahkan,” (QS. Gafir : 16)

Allah Al-Wârits, Allah yang Maha Mewarisi seluruh alam seisinya ketika hancur. Dia-lah yang memiliki dan mewarisi seluruh kerajaan dan kekuasaan yang ditinggalkan oleh penguasanya. Dia- lah yang menerima pemindahan kepemilikan dan yang memiliki hak mewarisi seluruh yang ada di muka bumi ini. Dia-lah pewaris mutlak, karena Dialah yang kekal, sedang yang selain-Nya pasti mati dan hancur.

Allah berkalam, yang artinya,

“Sesungguhnya Kami mewarisi bumi (setelah hancur) dan semua orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan.” (Maryam: 40).

Dia-lah yang berhak mewariskan sesuatu yang dikehendaki kepada pemilik yang baru. Tidak ada yang mampu menolak apa yang telah menjadi keputusan-Nya. Dia-lah yang menentukan bagian warisan dengan penuh keadilan dan hikmah yang agung. Karena itu, Allah mengingatkan orang yang mendapatkan warisan harta, agar tidak berbuat zalim dan bakhil. Karena, Allah-lah pewaris sejati yang berhak dan berkuasa untuk menarik kembali apa yang telah diberikan.

Allah berkalam, yang artinya,

”Sekali-kali janganlah orang- orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imran: 180).
Dia-lah yang berhak mewariskan surga bagi orang mukmin. Itulah sebaik-baik warisan yang diterima seorang hamba. Allah berkalam, yang artinya, ”Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.” (Maryam: 63).

Seorang hamba yang meneladani nama Al-Wârits, akan selalu menyadari bahwa kekayaan, harta, kekuasaan, dan segala yang dimilikinya, suatu saat akan sirna dan diwarisi orang lain, dan pada akhirnya kembali kepada pemilik sejatinya, yaitu Allah. Kesadaran ini menjadikan ia tidak tertipu atau mabuk oleh dunia dan kenikmatan-Nya. Ia sadar bahwa kenikmatan dan kemuliaan sejati adalah apa yang ada di sisi Allah. Ia jadikan dunia dan apa yang ia miliki untuk bekal menuju surga, sebagai tempat warisan yang kekal.

Meneladani nama Al-Wârits, menjadikan hamba selalu mampu menerima dan ridha terhadap apa yang menjadi ketentuan Allah dalam hukum warisan. Tidak ada sedikit pun keraguan atau kegamangan terhadap keadilan dan kebijakan-Nya. Apalagi mempertanyakan apa yang telah menjadi ketentuan-Nya. Sikapnya selalu mengatakan,

”Kami dengar dan kami taat.” (al- Baqarah: 285).

Referensi :

  • Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
  • Sulaiman Al-Kumayi, Asma’ul Husna For Super Woman, Semarang, Pustaka Nuun, 2009