Apa yang dimaksud dengan Al Qahhaar atau Maha Penakluk ?

al-Qahhaar

Nilai yang terkandung di dalam al-Qahhaar:

Barangsiapa membiasakan berdzikir dengan “Ya Qahhaar” ini, insyaallah baginya akan dihilangkan rasa cinta yang berlebihan terhadap dunia dan pengagungan kepada selain Allah SWT.

Apa yang dimaksud dengan Al Qahhaar atau Maha Penakluk ?

Kata Al-Qahhâr memiliki akar kata “qahara” yang berarti menjinakkan, menundukkan, atau mencegah lawan mencapai tujuan dan merendahkannya. Kata Al-Qahhâr dalam Al-Qur`an diulang sebanyak 6 kali, yaitu: Yusuf: 39, ar-Ra’d: 16, Ibrahim: 48, Shâd: 65, az-Zumar: 4, dan Ghâfir: 16. Semuanya menunjukan sifat Allah.

Dalam 6 ayat tersebut, penyebutan nama Al-Qahhâr dirangkai dengan nama Al-Wahîd. Hal ini mengisyaratkan bahwa sifat Al-Qahhâr itu hanya milik Allah semata.

Allah Al-Qahhâr, artinya Allah yang Maha Menundukkan seluruh makhluk-Nya dalam genggaman, ketetapan, dan kekuasaan-Nya. Seluruh ciptaan-Nya tunduk di bawah kehendak dan ketentuan-Nya secara patuh atau terpaksa. Tidak ada yang mampu melawan apa yang menjadi ketentuan dan kehendak- Nya. Allah berkalam, yang artinya,

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang- bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (ar-Ra’d: 15).

Allah-lah yang menundukkan sebagian makhluk-Nya atas sebagian lainnya, seperti Allah menundukkan gelombang lautan yang begitu dahsyat kepada manusia, menundukkan angin kepada manusia sehingga pesawat bisa terbang, dan menundukkan malam dan siang untuk manusia.

“…Mahasuci Rabb Yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya….” (az-Zukhruf: 13).

Semua itu demi kemaslahatan dan tujuan yang Allah inginkan untuk hamba-Nya. Allah berkalam, yang artinya,

“Maka, apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (al-Mu`minûn: 115).

Seorang hamba yang berzikir dan meneladani nama Al- Qahhâr akan selalu berusaha menundukkan hawa nafsunya agar sesuai dengan ketentuan agama. Sebab, hal itu merupakan bagian dari kesempurnaan iman seseorang. Rasullullah saw bersabda, yang artinya,

“Tidak ada (sempurna) iman seseorang hingga menundukkan hawa nafsunya sesuai dengan apa yang saya bawa (syariat).” (HR. al-Baihaqi).

Oleh karenanya, para salaf menasihati kita,

“Waspadalah kalian terhadap dua tipe manusia: pengikut hawa nafsu yang diperbudak oleh hawa nafsunya dan pemburu dunia yang telah dibutakan (hatinya) oleh dunia.” (Ibnul Qayyim al-Jauzi).

Sumber :

  • Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014