Apa yang dimaksud dengan Al-Muta’aali atau Maha Tinggi ?

al-Muta'aali

Nilai yang terkandung di dalam al-Muta’aali:

Barangsiapa yang beriman dan membaca “Ya Muta’aali” sebanyak 70x setiap selesai shalat fardhu. Insya Allah dapat memudahkan menghadap orang besar.

Apa yang dimaksud dengan Al-Muta’aali atau Maha Tinggi ?

Nama Al-Muta’âl memiliki kesamaan akar kata dengan nama al-‘Aliy, yaitu kata dasar ’aliya yang berarti tinggi, baik yang bersifat materi ataupun nonmateri. Kata Al-Muta’âl hanya terdapat satu kali dalam Al-Qur`an, yaitu dalam surat ar-Ra’d: 9,

”Yang mengetahui semua yang gaib dan yang nampak; Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.”

Al Muta’ali adalah Yang Maha Tinggi. Ketinggian-Nya tidak terbatas dan akal manusia tidak bisa membayangkannya sama sekali. Kebesaran-Nya bertambah. Dan Dia tidak terikat oleh ruang dan waktu. Karena ruang dan waktu itu ciptaan-Nya.

Allah Al-Muta’âl, Allah yang Mahatinggi, tidak ada yang mampu mencapai ketinggian-Nya. Allah Mahatinggi Zat-Nya, sifat-sifat, nama-nama, dan perbuatan-Nya. Tidak ada satu pun makhluk yang dapat menyerupai atau menyamai ketinggian-Nya. Allah yang Mahatinggi, suci dari segala cacat, kerendahan, dan kehinaan. Dia Mahatinggi dari segala pikiran yang tidak benar dari para makhluk-Nya. Semua ketinggian selain ketinggian Allah adalah palsu, tidak kekal, serta tidak murni.

Menurut Quraisy Syihab, Al-Muta’âl adalah sifat Allah yang dihadapkan kepada makhluk yang menganggap dirinya memiliki kedudukan tinggi. Kemudian Allah membongkar anggapan keliru tersebut dengan memaparkan dalil-dalil yang mematikan. Seperti pernyataan Firaun yang menganggap dirinya tuhan yang mahatinggi, Tidak lama kemudian, Allah menunjukkan kerapuhan anggapan tersebut dengan tenggelamnya Firaun ke dasar laut Merah

Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Yunus: 90).

Seorang hamba yang meneladani nama Al-Muta’âl, akan selalu menjaga kepribadian dan perilakunya dari segala hal yang dapat merendahkan ketinggian martabatnya sebagai manusia mukmin. Ia selalu memegang prinsip-prinsip ketinggian syariat Islam. Ia selalu sadar hakikat dirinya, sehingga ia menghindari sifat kesombongan dan keangkuhan yang hanya menjadi milik Allah, Al-Muta’âl. Ia pun sadar bahwa ketinggian derajat yang hakiki adalah ketinggian derajat di sisi-Nya.

Referensi :

  • Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
  • Sulaiman Al-Kumayi, Asma’ul Husna For Super Woman, Semarang, Pustaka Nuun, 2009