Kata al-haq terdiri dari huruf-huruf ya, dan qaf , yang mengandung arti kemantapan sesuatu dan kebenarannya. Lawan dari yang batil/lenyap. Al-haq adalah sesuatu yang mantap, tidak berubah, “mesti dilaksanakan” atau yang wajib”. Nilai-nilai agama adalah “haq” karena nilai-nilai tersebut harus selalu mantap, tidak dapat diubah-ubah. Sesuatu yang tidak berubah sifatnya adalah pasti dan sesuatu yang pasti, menjadi benar, dari sisi bahwa ia tidak mengalami perubahan.
Kata al-haq terulang di dalam Alqu’ran sebanyak 227 kali dengan berbagai arti, seperti agama, Al Qu’ran, Islam, keadilan, tauhid, kebenaran, nasib, kebutuhan, keyakinan, kematian, kebangkitan dan lain-lain, yang puncaknya adalah Allah swt.
Semua nama Allah adalah pasti, juga sifat-sifatnya, tidak ada yang tidak pasti, dalam ilmu, dalam kemampuan, dalam kekuasaan. Allah Tuhan yang Esa, yang Maha Kuat dan Maha Besar.
Al-haq adalah salah satu nama Allah sebagaimana Firman-Nya,
“Demikianlah, Karena Sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah Itulah yang batil; dan Sesungguhnya Allah dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar“, (Q.s. Lukman/31:30)
Makna al-haq pada ayat di atas adalah Allah-lah Tuhan yang Sebenarnya, yang wajib disembah, yang berkuasa dan sebagainya. Karena itu bila ada yang menyembah pohon, batu, matahari, rembulan, manusia, hewan, tuhan selain Allah, maka sesembahannya itu adalah batil, tidak bisa memberi bahaya dan tidak pula memberi manfaat, yang tidak bisa mengabulkan dan mendengarkan doa. Keberdaan mereka sangat bergantung kepada dan membutuhkan Allah.
Allah itu benar dalam ketuhanannya, semua yang disembah selain Allah adalah tidak benar. Segala sesuatu dari Allah benar adanya, semua yang kembali kepada-Nya juga benar adanya. Semua yang diturunkan kepada Nabi dan Rasulnya adalah benar. Segala sesuatu yang diperintahkan dan yang dilarang, janji dan ancaman adalah benar. Itulah sebabnya Allah Mahabenar.
Jadi kebenaran yang diajarkan oleh para Nabi dan Rasul adalah sesuatu yang bersumber dari Allah, karena itu manusia selaku hamba dari Allah pengikut dari Nabi dan Rasul harus menerima dan meyakini sebagai suatu ajaran. Ucapan atau pernyataan sesuai dengan perbuatan adalah kebenaran. Seseorang yang meyakini sebuah kebenaran lalu mengamalkannya berarti dia mengabdi kepada Allah sebagai jalan untuk mendapatkan ridha dan mengharapkan perjumpaan dengan Tuhan yang Mahabenar.
Orang yang mengajak, saling memberi tausiyah terhadap sesama manusia kepada jalan yang benar, membela dan menegakkan kebenaran adalah perbuatan terpuji, bernilai ibadah, karena itu setiap manusia mestinya tidak hanya mengakui kebenaran secara teoritis, tetapi harus dipraktikkan dalam bentuk perbuatan nyata.
Kebenaran itu tidak mendatangkan manfaat kalau tidak diamalkan dalam pergaulan kehidupan manusia antara satu dengan yang lainnya. Karena itu melaksanakan perintah dengan penuh kepatuhan dan menjauhi larangan yang diiringi dengan kesabaran merupakan suatu kebenaran dan merupakan suatu kekeliruan besar kalau seseorang mengetahui kebenaran lalu dia mengabaikannya demikian pula seseorang mengetahui suatu kebatilan lalu dia gemar mengerjakannya atau ke dua-duanya jalan terus. Dengan demikian dia telah mencederai kebenaran itu sendiri sekaligus membuat jarak bahkan membuat langkah, menjauh dari Allah Yang Maha Benar.
Sumber : Abd Rahman R, Memahami esensi Asmaul Husna dalam al-Qur’an (Implementasinya Sebagai Ibadah dalam Kehidupan), UIN Alauddin.