Kata Al-Ghaffâr dalam Al-Qur`an disebut sebanyak 5 kali, yaitu ; surat Thâhâ: 83, Shâd: 66, az-Zumar: 5, Ghâfir: 42, dan Nûh: 10.
Al-Ghaffâr berakar pada kata “ghafara” yang berarti menutupi. Ada juga yang mengatakan dari kata “Al-Ghafaru” yang berarti sejenis tumbuhan untuk mengobati luka. Berdasarkan akar kata tersebut, Allah Al-Ghaffâr berarti Allah Maha menutupi aib, dosa, dan kesalahan hamba-hamba-Nya. Dia-lah yang menganugerahkan kepada hamba-hamba-Nya rasa penyesalan atas kesalahan dan dosa-dosa yang telah dilakukan, sehingga penyesalan tersebut mampu menjadi energi yang menyembuhkan luka dosa.
Sifat Al-Ghaffâr yang menggunakan wazan mubâlaghah (bentuk kata yang memiliki arti sangat), menunjukan makna yang sangat luas cakupannya. Dengan sifat Al-Ghaffâr, Allah tidak hanya menutupi dosa dengan mengampuninya, tetapi Allah juga menutupi hamba-Nya secara lahiriah, dengan memberikan keindahan jasmani dan berbagai kemudahan bagi manusia untuk mencukupi berbagai kebutuhan primer dan sekunder.
Allah, Al-Ghaffâr, juga menutupi berbagai bisikan hati, pikiran, dan kehendak manusia yang hanya diketahui oleh Allah. Termasuk Allah menutupi berbagai pengalaman-pengalaman masa lalu, rasa sedih, atau sebuah kejadian. Semua Allah tutupi dan dipendam di alam bawah sadar manusia. Sekiranya orang lain dapat mengetahuinya, maka hal itu akan mengakibatkan berbagai masalah yang tidak ringan.
Allah Al-Ghaffâr, Allah Maha Mengampuni segala dosa hamba-Nya yang memohon ampun kepada-Nya. Karena itu, Allah swt menyifati diri-Nya dalam satu ayat Al-Qur`an, yang artinya,
”Yang Mengampuni dosa dan Menerima tobat lagi keras hukuman-Nya…” (Ghâfir: 3).
Dan kalam Allah swt, yang artinya,
”… Sesungguhnya Rabbmu benar-benar memunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zalim dan sesungguhnya Rabbmu benar-benar sangat keras siksaan-Nya.” (ar-Ra’d: 6).
Dalam hadis qudsi, diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzar, dari Nabi saw, dari Rabbnya yang berkalam, yang artinya,
”Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni seluruh dosa, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian.”
Oleh karena itu, Allah melarang hamba-Nya dari rasa pesimis. Allah berkalam, yang artinya,
”Katakanlah: ”Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az-Zumar: 53).
Ayat ini menunjukkan bahwa pintu tobat bagi semua manusia yang berdosa akan selalu terbuka luas, meskipun dosa mereka telah mencapai ujung langit sekalipun. Seperti diriwayatkan dari Anas bin Malik, yang berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, yang artinya,
”Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian memenuhi langit dan bumi, kemudian kalian bertobat, niscaya Allah swt akan menerima tobat kalian.” (HR. Imam Ahmad).
Seorang hamba yang meneladani nama Al-Ghaffâr, harus selalu bersikap lapang dada, mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan orang lain, tidak memiliki rasa dendam kepada siapa pun, sekalipun ia mampu untuk membalasnya. Ia juga selalu berusaha untuk menutupi aib dan kekurangan saudaranya, dengan tetap menasihatinya. Karena orang yang mampu menutupi aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya kelak di akhirat (HR. Muslim).
Sumber :
- Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014