Apa yang dimaksud dengan Al Fattaah atau Maha Pembuka ?

al-Fattaah

Nilai yang terkandung di dalam al-Fattaah:

Barangsiapa yang meletakkan tangan kanannya di dada setelah shalat Shubuh sambil membaca “Ya Fattaah” sebanyak 70x, Insya Allah hatinya akan bersih dari kejahatan, egoisme, amarah dan kekotoran yang lainnya serta akan menerangi jiwanya dan memudahkan urusannya.

Apa yang dimaksud dengan Al-Fattaah atau Maha Pembuka ?

Nama Al-Fattâh memiliki akar kata “fataha” yang berarti membuka sesuatu yang asalnya tertutup. Baik membuka secara materi, seperti membuka pintu lemari yang tertutup, atau membuka yang sifatnya nonmateri, seperti dibukanya mata hati yang sebelumnya tertutup, juga terbukanya jalan penyelesaian suatu perkara dengan adanya sebuah keputusan hukum.

Kata Al-Fattâh disebutkan dalam Al-Qur`an hanya sekali, yaitu dalam surat Saba’: 26, yang artinya,

“Katakanlah: “Rabb kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan (Al-Fattâh) lagi Maha Mengetahui.”

Allah Al-Fattâh, artinya Allah yang Maha Membuka segala sesuatu yang tertutup. Allah-lah yang membukakan jalan yang benar untuk hamba-Nya, membuka pintu-pintu rezeki, membuka solusi bagi sebuah permasalahan, membuka rahasia-rahasia ilmu pengetahuan, membuka pikiran dan hati, membuka pintu untuk saling memaafkan dan mencintai, membuka kemenangan dan kemudahan, membuka pintu maaf dan rahmat, serta membuka jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tidak ada orang yang mampu membuka, jika Allah tidak berkehendak. Tidak ada satu pun yang mampu menutup, jika Allah berkehendak untuk membukanya. Allah berkalam, yang artinya,

“Apa saja yang Allah bukakan (anugerahkan) kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Fâthir: 2).

Seorang hamba yang menginginkan agar Allah membukakan baginya pintu-pintu kebaikan, maka sebaiknya ia memperbanyak berzikir dengan menyebut nama Al-Fattâh. Seorang hamba yang meneladani nama Allah Al-Fattâh, akan selalu berusaha untuk menjadi sebab terbukanya berbagai pintu dan jalan kebaikan bagi orang lain.

Referensi :

Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014

Al-Fattah adalah nama Allah yang ke-18 dari 99 Asmaul Husna. Al-Fattah berarti Pemutus Perkara. Allah adalah al-Khaliq , Pencipta, atas semua yang ada dalam kehidupan kita. Semua unsur ciptaan ini, baik yang ghaib maupun yang nyata, disebut dengan istilah makhluk. Ketika Allah menciptakan makhluk, pada saat yang sama, Dia telah pula menentukan aturan atau hukum yang berlaku untuk masing-masing unsur ciptaan tadi. Misalnya rotasi planet pada garis edarnya, pergantian siang dan malam, dan hidup, berkembang, serta matinya makhluk bernyawa, semua itu adalah bagian dari aturan atau ketentuan Allah yang berlaku dalam kehidupan makhluk.

Di antara unsur mahkluk ini, manusia menempati posisi yang berbeda. Manusia diberi amanat atau kekuasaan oleh Allah untuk mengatur dengan baik kehidupan di alam ini. Manusia diberi petunjuk oleh Allah bagaimana menjalankan amanat itu dengan baik. Petunjuk kehidupan itulah yang kita kenal dengan agama. Agama Islam berisi petunjuk-petunjuk, berupa perintah dan larangan, yang harus dijalankan oleh manusia. Karena itu pada akhir kehidupan nanti, di akhirat, manusia akan dihadapkan di muka pengadilan Allah untuk menerima keputusan akhir atas amal yang telah diperbuatnya di dunia.

Allah akan memberikan keputusan mengenai imbalan yang akan diterima setiap orang. Dalam hal ini Allah akan memberikan keputusan secara benar, karena Dia Maha Mengetahui atas segala apa yang telah diperbuat setiap orang. Tidak ada sesuatu pun yang luput dan tersembunyi dari pengetahuan-Nya.

Allah Swt. berfirman dalam surat Saba’ (34) ayat 26:

Artinya: “Katakanlah: ”Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Yang Maha Pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui”.” (QS. Saba’ (34): 26).

Belajar dari apa yang telah dicontohkan Allah dalam pengambilan keputusan, maka pada saat seseorang memberikan keputusan harus didasarkan pada pengetahuan yang lengkap. Seseorang tidak boleh mengambil keputusan yang menyangkut nasib orang lain atas dasar informasi yang sembarangan dan tidak akurat. Karena kalau hal itu terjadi, maka yang ada adalah ketidakadilan. Pengetahuan dan informasi yang lengkap dan akurat, misalnya berupa bukti-bukti, sangat dibutuhkan seorang hakim, sehingga setiap keputusannya memberikan rasa keadilan.