Apa yang dimaksud dengan Al Aziiz atau Maha Perkasa ?

Al Aziiz

Nilai yang terkandung di dalam al-Aziiz:

Apabila seseorang yang beriman membaca “Ya Aziz” sebanyak 125x selama empat puluh hari setelah shalat subuh, Insya Allah orang tersebut akan memperoleh bantuan Allah SWT, tidak tergantung pada manusia, serta bisa membantu orang lain dengan baik.

Apa yang dimaksud dengan Al-‘Aziiz atau Maha Perkasa ?

Kata Al-Aziz terulang sebanyak 99 kali dalam Al-Qur’an, antara lain bermakna angkuh, tidak terbendung, kasar, keras, dukungan dan semangat membangkang.

Nama Allah Al-‘Azîz memberikan makna bahwa Allah adalah yang Mahaperkasa. Tidak ada kekuatan apa pun yang mampu mengalahkan-Nya. Dia-lah yang mengalahkan semua yang melawan-Nya. Dia-lah Allah Yang Mahamulia dan tidak akan tersentuh sedikit pun oleh kehinaan. Tidak ada siapa atau apa pun yang mampu menambah atau mengurangi kemuliaan Allah. Sejahat atau setakwa apa pun manusia, tidak akan menambah atau mengurangi keperkasaan atau kemuliaan Allah. Keperkasaan dan kemuliaan Allah adalah mutlak. Allah berkalam, yang artinya,

“Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (an-Naml: 9).

Untuk itu, hanya Allah yang memiliki kemuliaan dan berhak memberikan kemuliaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Maka, sudah seharusnya manusia tidak buta oleh berbagai kehormatan dan kemuliaan dunia yang sangat bersifat fana. Karena, kemuliaan sejati dan abadi adalah kemuliaan yang diperoleh dari Allah. Allah berkalam, yang artinya,

“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (Fâthir: 10)

Maka, sebagai seorang mukmin, jangan sampai salah langkah dalam usaha menggapai kemuliaan. Jangan sampai menggunakan berbagai cara yang bisa mengundang kemurkaan Allah. Apalagi, sampai menjadikan musuh-musuh Allah sebagai tempat untuk mendapatkan kemuliaan. Allah berkalam, yang artinya,

“Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (anNisâ`: 139).

Dengan meneladani nama Al-‘Azîz, seorang hamba akan selalu mencari kemuliaan kepada Allah. Ketika Allah telah memberikan kemuliaan atau kehormatan, hal itu tidak memabukkan dirinya. Dia tidak lupa bahwa pada hakikatnya ia mendapatkan kemuliaan itu semata-mata dari Allah dan Allah berkuasa untuk membuatnya hina kembali. Dengan kesadaran demikian, ia akan selalu tawaduk dan tidak menyombongkan diri. Karena kesombongan sebenarnya adalah cermin ketidaktahuan manusia akan hakikat dirinya.

Referensi :

  • Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
  • Sulaiman Al-Kumayi, Asma’ul Husna For Super Woman , Semarang, Pustaka Nuun, 2009

Al-‘Aziz adalah nama Allah yang ke-8 dari 99 Asmaul Husna. Arti dari al-‘Aziz adalah Maha Perkasa. Dalam banyak ayat al-Quran, kata al-‘Aziz seringkali digandengkan dengan Asma Allah yang lain, yaitu al-Hakim. Arti al-Hakim itu sendiri adalah Maha Bijaksana, yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi. Misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 209 Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Baqarah (2): 209).

Allah sebagai al-Aziz atau Yang Maha Perkasa pada ayat di atas ditempatkan dalam posisi berhadapan dengan orang-orang yang melakukan penyimpangan dan pengingkaran terhadap perintah-Nya. Ayat tersebut memberikan gambaran bahwasanya Allah tidak akan menjadi gentar dan lemah dengan penyimpangan dan pengingkaran itu. Penyimpangan dan pengingkaran itu bahkan tidak sedikit pun akan mempengaruhi posisi Allah. Sebaliknya Allah justru akan memberikan hukuman atas orang-orang yang telah melakukan perbuatan menyimpang tersebut. Namun demikian, Allah akan tetap bersikap bijaksana dalam memberikan hukuman itu. Misalnya, dengan bijaksana Allah tetap memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk bertobat. Dengan kata lain masih tetap terbuka adanya pintu maaf atau pengampunan bagi orang yang telah melanggar perintah Allah itu.

Pelajaran utama dari ayat di atas adalah berkaitan dengan masalah kekuasaan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat adanya hubungan yang terjadi antara penguasa dan rakyatnya, pejabat dan bawahannya, dan antara majikan dengan pembantunya. Dalam hubungan di antara keduanya bisa terjadi si rakyat, bawahan, dan pembantu melakukan kesalahan. Karena kesalahan yang diperbuatnya, maka sang penguasa, pejabat, dan majikan dapat memberikan hukuman atas mereka. Namun demikian haruslah disadari oleh sang penguasa, pejabat, dan majikan, ketika akan memberikan hukuman hendaknya berlaku bijaksana. Bisa jadi ketika mereka menyadari telah berbuat salah dan kemudian disertai penyesalan yang dalam, maka kesalahan itu dapat dimaafkan; atau ketika dihukum pun, maka hukuman itu lebih ringan.