Kata Al-Aziz terulang sebanyak 99 kali dalam Al-Qur’an, antara lain bermakna angkuh, tidak terbendung, kasar, keras, dukungan dan semangat membangkang.
Nama Allah Al-‘Azîz memberikan makna bahwa Allah adalah yang Mahaperkasa. Tidak ada kekuatan apa pun yang mampu mengalahkan-Nya. Dia-lah yang mengalahkan semua yang melawan-Nya. Dia-lah Allah Yang Mahamulia dan tidak akan tersentuh sedikit pun oleh kehinaan. Tidak ada siapa atau apa pun yang mampu menambah atau mengurangi kemuliaan Allah. Sejahat atau setakwa apa pun manusia, tidak akan menambah atau mengurangi keperkasaan atau kemuliaan Allah. Keperkasaan dan kemuliaan Allah adalah mutlak. Allah berkalam, yang artinya,
“Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (an-Naml: 9).
Untuk itu, hanya Allah yang memiliki kemuliaan dan berhak memberikan kemuliaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Maka, sudah seharusnya manusia tidak buta oleh berbagai kehormatan dan kemuliaan dunia yang sangat bersifat fana. Karena, kemuliaan sejati dan abadi adalah kemuliaan yang diperoleh dari Allah. Allah berkalam, yang artinya,
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (Fâthir: 10)
Maka, sebagai seorang mukmin, jangan sampai salah langkah dalam usaha menggapai kemuliaan. Jangan sampai menggunakan berbagai cara yang bisa mengundang kemurkaan Allah. Apalagi, sampai menjadikan musuh-musuh Allah sebagai tempat untuk mendapatkan kemuliaan. Allah berkalam, yang artinya,
“Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (anNisâ`: 139).
Dengan meneladani nama Al-‘Azîz, seorang hamba akan selalu mencari kemuliaan kepada Allah. Ketika Allah telah memberikan kemuliaan atau kehormatan, hal itu tidak memabukkan dirinya. Dia tidak lupa bahwa pada hakikatnya ia mendapatkan kemuliaan itu semata-mata dari Allah dan Allah berkuasa untuk membuatnya hina kembali. Dengan kesadaran demikian, ia akan selalu tawaduk dan tidak menyombongkan diri. Karena kesombongan sebenarnya adalah cermin ketidaktahuan manusia akan hakikat dirinya.
Referensi :
- Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
- Sulaiman Al-Kumayi, Asma’ul Husna For Super Woman , Semarang, Pustaka Nuun, 2009