Apa yang dimaksud dengan akhlak ?

Akhlak adalah sifat yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangan pikiran terlebih dahulu.

Apa yang dimaksud dengan akhlak ?

1 Like

Disebutkan bahwa akhlak adalah buah dari keimanan dan keistiqomahan seseorang dalam menjalankan ibadah baca istiqomah dalam islam dan cara agar tetap istiqomah dijalan Allah. Akhlak yang kita ketahui tersebut memiliki pengertian baik secara bahasa maupun secara istilah. Selain itu ada beberapa ulama yang juga menjabarkan pengertian akhlak sebagaimana ibnu Miskawaih menyebutkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa atau sifat seseorang yang medorong melakukan sesuatu tanpa perlu mempertimbangkannya terlebih dahulu.

Secara bahasa

Kata akhlak secara bahasa verasal dari bahasa Arab “Al Khulk” yang diartikan sebagai perangai, tabiat. Budi pekerti, dan sifat seseorang. Jadi akhlak seseorang diartikan sebagai budi pekerti yang dimiliki oleh seseorang terkait dengan sifat-sifat yang ada pada dirinya.

Secara istilah

Kata akhlak menurut istilah khususnya dalam islam diartikan sebagai sifat atau perangai seseorang yang telah melekat dan biasanya akan tercermin dari perilaku orang tersebut. Seseorang yang memiliki sifat baik biasanya akan memiliki perangai atau akhlak yang baik juga dan sebaliknya seseorang yang memiliki perangai yang tidak baik cenderung memiliki akhlak yang tercela. Kata akhlak disebutkan dalam firman Allah pada ayat berikut ini

Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (QS Shad : 46)

Golongan Akhlak

Akhlak sendiri dibedakan menjadi dua golongan yakni akhlak terpuji atau akhlakul karimah dan akhlak tercela atau akhlakuk mazmumah.

  1. Akhlak Terpuji
    Diantara beberapa akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim adalah kesopanan, sabar, jujur, derwaman, rendah hati, tutur kata yang lembut dan santun, gigih, rela berkorban, adil, bijaksana,tawakal dan lain sebagainya.

    Seseorang yang memiliki akhlak terpuji biasanya akan selalu menjaga sikap dan tutur katanya kepada orang lain dan merasa bahwa dirinya diawasi oleh Allah SWT.

  2. Akhlak tercela
    Akhlak tercela adalah akhlak yang harus dijauhi oleh muslim karena dapat mendatangkan mudharat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Contoh akhlak tercela diantaranya adalah dusta, iri, dengki, ujub, fitnah, sombong, bakhil, tamak, takabur, hasad, aniaya, ghibah, riya dan sebagainya.

    Akhlak yang tercela sangat dibenci oleh Allah SWt dan tidak jarang orang yang memilikinya juga tidak disukai oleh masyarakat.

Al-Ghazali memberikan pengertian tentang akhlak, yaitu sifat dan perilaku yang konstan dan meresap dalam jiwa, darinya tumbuh perbuatan- perbuatan yang wajar dan mudah tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.

Dari pengertian di atas, akhlak menurut Al-Ghazali harus mencakup dua syarat, yaitu:

  • Perbuatan itu harus konstan. Artinya, harus dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan.

  • Perbuaatan yang konstan itu harus tumbuh dengan sendirinya, sebagai wujud reflektif dari jiwa tanpa pertimbangan dan pemikiran – seperti tekanan-tekanan, pengaruh, ajakan, dan sebagainya.

Sedangkan F. Gabriele dalam Ensiklopedia of Islam sebagaimana dikutip M. Abdurrahman, menyebutkan bahwa akhlak atau moral yang sering kita sebut dengan adab, berasal dati terminologi arab yang berarti adat istiadat, kebiasaan, etika atau sopan santun. Inilah tatanan yang seringkali digunakan manusia dalam berinteraksi dengan sesama manusia.

Istilah tersebut dalam bahasa Latin disebut urbanitas yang berarti “kehalusan” atau “kebaikan” yang digunakan sebagai tata krama dalam bergaul. Nilai-nilai akhlak sangat diperlukan untuk membina manusia agar dapat membedakannya dengan makhluk yang lain.

Dalam terminologi Islam, sebenarnya tidak ada istilah moral, yang ada hanya akhlak. Dalam ajaran Islam, akhlak tidak bisa dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati, sementara akhlak adalah refleksi dari iman yang berupa perilaku, ucapan atau sikap. Dengan kata lain, akhlak adalah abstraksi dari keimanan yang tercermin dari sikap dan perilaku sebagai bukti keimanan yang dilakukan dengan kesadaran dan hanya karena Allah.

Senada dengan hal tersebut, dalam Al-Quran juga sering disebutkan setelah ada pernyatan “orang-orang yang beriman”, sering diikuti dengan kata “beramal saleh”. Dalam hal ini dapat kita ambil pengertian bahwa amal saleh adalah manifestasi dari akhlak yang merupakan perwujudan dari keimanan seseorang.

Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda yang artinya

“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya.” (H. R. Turmudzi).

Allah juga berfirman

Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti (akhlak) yang agung. Surat Al-Qalam Ayat 4

Persoalan iman akan berpengaruh pada setiap persoalan manusia yang erat kaitannya dengan keimanan. Mukmin yang berbuat baik, digambarkan sebagai manusia yang sempurna keimanannya. Namun, bagi orang-orang yang hanya menggunakan simbol muslim, belum tentu mencapai arah ketinggian akhlak yang Islami. Inilah yang membedakan antara muslim dan mukmin dalam segala hal.

Dalam pemahaman tentang akhlak, ada dua istilah yang sering kita dengar yaitu akhlakul karimah atau akhlakul mahmudah (Keduanya memiliki pemahaman yang sama, yaitu akhlak yang terpuji dan mulia), dan akhlakul madzmumah (akhlak yang buruk).

Dalam rangka menghayati akhlak yang sudah dipahami, diperlukan pengalaman- pengalaman melalui aplikasi dalam berbagai keadaan dan kesempatan ketika berinteraksi dengan makhluk yang lain. Semakin banyak pengalaman, maka semakin banyak pula dorongan-dorongan untuk lebih banyak lagi berbuat kebaikan, dan pada gilirannnya akan terjadi internalisasi akhlak dalam diri individu secara otomatis.

Masalah akhlak adalah persoalan awal yang dibenahi oleh Rasulullah saw. Beliau telah banyak memberikan contoh akhlak yang mulia dalam berbagai kesempatan. Dalam hal ini rasulullah saw adalah contoh pemilik akhlak terbaik bagi umatnya, sebagaimana hadis:

“Dari Anas Ibnu Malik, ia berkata: bahwasanya Rasulullh saw. adalah sebaik-baik manusia dalam akhlaknya.” (H.R. Muslim).

Ini merupakan bukti bahwa agama Islam yang dibawa Rasulullah saw. benar-benar mementingkan masalah akhlak sebagai faktor utama bagi setiap muslim sebelum mempelajari dan memahami kewajiban-kewajiban yang lain.

Dalam pandangan Islam, akhlakul karimah adalah tingkah laku yang mulia, yang dilakukan oleh manusia dengan kemauan dan niat yang mulia, dan untuk tujuan yang mulia. Prinsip-prinsip akhlak yang dibawa oleh Islam bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup perilakunya dalam berinteraksi dengan individu maupun dengan kelompok masyarakat.

Akhlak berkaitan dengan ajaran, sekumpulan peraturan dan ketetapan baik secara lisan maupun tulisan yang berkaitan dengan bagaimana manusia harus hidup dan bersikap. Lebih dari itu, akhlak bukan saja tindakan yang nyata, tetapi meliputi perasaan, pemikiran, dan niat yang baik dalam membangun interaksi yang berhubungan dengan bain dan buruk, benar dan salah, serta apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

M. Abdullah Darraz mengklasifikasikan akhlak dalam beberapa kategori, yaitu:

  • Akhlak Fardliyyah (individu)
  • Akhlak Usariyah (kekeluargaan)
  • Akhlak Ijtimaiyah (kemasyarakatan)
  • Akhlak Daulah (negara)
  • Akhlak Diniyah (agama).

Semua kategori ini menjadi bidang dan ruang lingkup akhlak Islam yang dimulai dari pembinaan pribadi keluarga, masyarakat, sampai pada pembentukan sebuah negara, peradaban, dan sebagainya. Oleh karena itu, adalah tugas setiap orang mukallaf untuk menjaga akhlaknya yang akan membedakannya dengan makhluk yang lain.

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu Isim Mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan Wazan Tsulasi Mazid af’ala, yuf’ilu, if’alan, yang berarti al-Sajiyyah (perangai), al-thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al- ‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).

Namun akar kata akhlak dari kata akhlaqa sebagaimana tersebut di atas tampaknya kurang tepat, sebab isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tetapi ikhlaq. Berkenaan dengan hal ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistik kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghoiru musytaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah ada demikian adanya.

Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab yang sudah meng-Indonesia, dan merupakan jamak taksir dari kata khuluq, yang berarti tingkah laku, budi pekerti, tingkah laku atau tabiat. Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat dengan personality (kepribadian). Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.

Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk.

Ibnu Athir menjelaskan bahwa “Hakikat makna akhlak itu adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqun merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya.

Para ahli bahasa mengartikan akhlak dengan istilah watak, tabi’at, kebiasaan, perangai, dan aturan. Sedangkan menurut para ahli ilmu akhlak, akhlak adalah sesuatu keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan-perbuatan seseorang dengan mudah. Dengan demikian, bilamana perbuatan, sikap, dan pemikiran seseorang itu baik, niscaya jiwanya baik.

Adapun definisinya, dapat dilihat beberapa pendapat dari pakar ilmu akhlak, antara lain :

  • Al-Qurthubi mengatakan :

    “Akhlak adalah perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakukan, maka itulah yang disebut akhlak, karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiannya”.

  • Imam al-Ghazali mengatakan :

    “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran ataupun pertimbangan”.

  • Ibn Miskawaih mengatakan :

    “Khuluq adalah keadaan jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan-perbuatan dengan tanpa pemikiran dan pertimbangan”.

  • Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan :

    “Akhlak merupakan suatu kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak”.

  • Muhammad Ibn ‘Ilan al-Sadiqi mengatakan :

    “Akhlak adalah suatu pembawaan yang tertanam dalam diri, yang dapat mendorong (seseorang) berbuat baik dengan gampang”.

  • Abu Bakar Jabir al-Jaziri mengatakan :

    “Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela”.

Pada dasarnya, maksud dari akhlak adalah mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan Tuhan Allah Penciptanya, sekaligus bagaimana seseorang harus berhubungan dengan sesama manusia. Inti dari ajaran akhlak adalah niat kuat untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan ridha Allah SWT.

Akhak merupakan realisasi dari kepribadian bukan dari hasil perkembangan pikiran semata, akan tetapi merupakan tindakan atau tingkah laku dari seseorang, akhlak tidaklah bisa dipisahkan dari kehidupan beragama.

Akhlak bersumber dari apa yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah al-Qur’an dan as-Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.

Berdasarkan pengertian akhlak diatas, terdapat beberapa ciri dalam perbuatan akhlak Islami, yaitu :

  • Perbuatan yang yang tertanam kuat dalam jiwa yang menjadi kepribadian seseorang.

  • Perbuatan yang dilakukan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

  • Perbuatan itu merupakan kehendak sendiri yang dibiasakan tanpa ada paksaan.

  • Perbuatan itu berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan al-Hadits.

  • Perbuatan itu untuk berperilaku terhadap Allah, manusia, diri sendiri, dan makhluk lainnya.

Kategorisasi Akhlak

Sumber untuk menentukan akhlak dalam Islam, apakah termasuk akhlak yang baik atau akhlak yang tercela, sebagaimana keseluruhan ajaran Islam lainnya adalah al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Sebab jika ukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa berbeda-beda. Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik.

Pembagian akhlak berdasarkan sifatnya ada dua, yaitu :

  • Akhlak Mahmudah (akhlak terpuji) atau Akhlak Karimah (akhlak mulia)
  • Akhlak Mazhmumah (akhlak tercela) atau Akhlak Sayyi’ah (akhlak yang jelek)

Sedangkan pembagian akhlak berdasarkan obyeknya dibedakan menjadi dua, yaitu :

  • Akhlak kepada Khalik (Tuhan)

  • Akhlak kepada Makhluk, yang terbagi menjadi lima, yaitu :

    1. Akhlak terhadap Rasulullah
    2. Akhlak terhadap Keluarga
    3. Akhlak terhadap diri sendiri
    4. Akhlak terhadap sesama
    5. Akhlak terhadap alam lingkungan
Referensi
  1. Luis Ma’luf, Kamus al-Munjid, (Beirut : al-Maktabah al-Katulikiyah, tt).
  2. Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia Terlengkap, Cet. ke-25, (Surabaya : Pustaka Progressif, 2002).
  3. M. Mayhur Amin, dkk. Aqidah dan Akhlak, (Yogyakarta : Kota Kembang, 1996).
  4. Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Juz VIII, (Kairo : Dar al-Sya’bi, 1913 M).
  5. Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz III (Mesir : Isa Bab al-Halaby, tt.).
  6. Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak Fii al-Tarbiyah, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1985).
  7. Muhammad Ibn ‘Ilan al-Sadiqi, Dalil Al-Falihin, Juz III, (Mesir : Mustafa al-Bab al- Halaby, 1971).
  8. Abu Bakar Jabir Al-Jaziri, Minhaj al-Muslim, (Madinah : Dar Umar Ibn Khattab, 1976).

Akhlak adalah tingkah laku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini oleh seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian daripada keperibadiannya. Nilai-nilai dan sikap itu pula terpancar daripada konsepsi dan gambarannya terhadap hidup. Dengan perkataan lain, nilai-nilai dan sikap itu terpancar daripada aqidahnya yaitu gambaran tentang kehidupan yang dipegang dan diyakininya.

Akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, merupakan dua jenis tingkah laku yang berlawanan dan terpancar daripada dua sistem nilai yang berbeda. Kedua-duanya memberi kesan secara langsung kepada kualitas individu dan masyarakat. Individu dan masyarakat yang dikuasai dan dianggotai oleh nilai-nilai dan akhlak yang baik akan melahirkan individu dan masyarakat yang sejahtera. Begitulah sebaliknya jika individu dan masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai dan tingkah laku yang buruk, akan porak poranda dan kacau balau. Masyarakat yang kacau balau, tidak mungkin dapat membantu tamadun yang murni dan luhur.

Ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, antara lain :

  • Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Jika kita mengatakan bahwa si A misalnya sebagai seorang yang berakhlak dermawan, maka sikap dermawan tersebut telah mendarah daging, kapan dan dimanapun sikapnya itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Jika kadang-kadang si A bakhil kadang dermawan, maka ia belum dikatakan sebagai orang dermawan.

  • Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Pada saat yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan ia tetap sehat akal pikirannya dan sadar. Oleh karena itu perbuatan refleks seperti berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah perbuatan akhlak.

  • Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Jadi perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu jika ada seseorang yang melakukan suatu perbuatan, tetapi perbuatan tersebut dilakukan karena paksaan, tekanan atau ancaman dari luar, maka perbuatan tersebut tidak termasuk ke dalam akhlak dari orang yang melakukannya.

  • Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Berkenaan dengan ini maka sebaiknya seseorang tidak cepat-cepat menilai orang lain sebagai berakhlak baik atau berakhlak buruk, sebelum diketahui dengan sesungguhnya bahwa perbuatan tersebut memang dilakukan dengan sebenarnya. Hal ini perlu dicatat, karena manusia termasuk makhluk yang pandai bersandiwara, atau berpura-pura. Untuk mengetahui perbuatan yang sesungguhnya dapat dilakukan dengan cara yang kontinyu dan terus menerus.

  • Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseorang yang melakukan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak.

Jadi akhlak adalah sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, artinya sesuatu perbuatan atau sesuatu tindak tanduk manusia yang tidak dibuat-buat, dan perbuatan yang dapat dilihat ialah gambaran dari sifat-sifatnya yang tertanam dalam jiwa, jahat atau baiknya.

Sumber Akhlak

Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik-buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadits, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat, sebagaimana pada konsep etika dan moral.

Dalam konsep akhlak, segala sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-tercela, semata-mata karena syara‟ (al-Qur’an dan Sunnah) menilainya demikian. Bagaimana dengan peran hati nurani, akal dan pandangan masyarakat dalam menentukan baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya sebagaimana dalam firman Allah :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Rum : 30).

Fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran.

Demikian juga dengan juga dengan akal pikiran, ia hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk mencari kebaikan-keburukan. Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif.

Pandangan masyarakat juga dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran baik-buruk. Tetapi sangat relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya telah tertutup oleh dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh sikap dan tingkah laku yang tidak terpuji tentu tidak bisa dijadikan sebagai ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah yang dapat dijadikan sebagai ukuran.

Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam yang menjelaskan baik buruknya suatu perbuatan manusia. Sekaligus menjadi pola hidup dalam menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menerangkan tentang Rasulullah SAW sebagai suri tauladan (uswatun khasanah) bagi seluruh umat manusia.

Ruang Lingkup Akhlak

Akhlak dalam agama tidak dapat disamakan dengan etika. Etika dibatasi oleh sopan santun pada lingkungan sosial tertentu dan hal ini belum tentu terjadi pada lingkungan masyarakat yang lain. Etika juga hanya menyangkut perilaku hubungan lahiriah. Misalnya, etika berbicara antara orang pesisir, orang pegunungan dan orang keraton akan berbeda, dan sebagainya.

Akhlak mempunyai makna yang lebih luas, karena akhlak tidak hanya bersangkutan dengan lahiriah akan tetapi juga berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Akhlak menyangkut berbagai aspek diantaranya adalah hubungan manusia terhadap Allah dan hubungan manusia dengan sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda bernyawa dan tidak bernyawa).

Berikut upaya pemaparan sekilas tentang ruang lingkup akhlak adalah:

  • Akhlak terhadap Allah
    Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Adapun perilaku yang dikerjakan adalah:

    1. Bersyukur kepada Allah
      Manusia diperintahkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah karena orang yang bersyukur akan mendapat tambahan nikmat sedangkan orang yang ingkar akan mendapat siksa.

    2. Meyakini kesempurnaan Allah
      Meyakini bahwa Allah mempunyai sifat kesempurnaan. Setiap yang dilakukan adalah suatu yang baik dan terpuji.

    3. Taat terhadap perintah-Nya
      Tugas manusia ditugaskan di dunia ini adalah untuk beribadah karena itu taat terhadap aturanNya merupakan bagian dari perbuatan baik.

  • Akhlak terhadap sesama manusia
    Banyak sekali rincian tentang perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya berbentuk larangan melakukan hal-hal yang negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib sesama.

    Di sisi lain, manusia juga didudukkan secara wajar. Karena nabi dinyatakan sebagai manusia seperti manusia lain, namun dinyatakan pula beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu Illahi. Atas dasar itu beliau memperoleh penghormatan melebihi manusia lainnya.

  • Akhlak terhadap lingkungan
    Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda tak bernyawa.
    Dasar yang digunakan sebagai pedoman akhlak terhadap lingkungan adalah tugas kekhalifahannya di bumi yang mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan pencitaannya.

Referensi :

  • Muhammad Rifa’i, Pembina Pribadi Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993).
  • Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet, IV.

Akhlak atau Perilaku berasal dari kata akhlāqan, yukhliqu, ikhlaqān, yang berarti perangai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, kelakuan. Sedangkan secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangkat, dan tingkah laku.

Berikut pengertian akhlak secara terminologi dari pendapat para ahli, yaitu :

  • Menurut Ibrahim Anis akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan.

  • Menurut Abdul Karim Zaidan akhlak ialah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya, seseorang dapat menilai perbuatanya baik atau buruk.

  • Menurut Ibnu Maskawih akhlak ialah suatu keadaan jiwa yang mendorong mengajak melakukan suatu perbuatan tanpa melalui proses berpikir dan pertimbangan terlebih dahulu.

  • Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

  • Menurut Ahmad Amin akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan yang harus dilakukan, menyatakan tujuan yang harus dituju dan menunjukkan apa yang harus diperbuat.

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan dari beberapa pendapat diatas, bahwa akhlak atau perilaku ialah suatu perbuatan yang berasal dalam jiwa manusia, yang dapat mendorong manusia melakukan sesuatu, dan bisa menjadi baik apabila dikontrol serta diarahkan dengan baik, dan akan menjadi buruk tanpa adanya kontrol dan pengarahan yang baik.