Apa yang dimaksud dengan Ahlussunah Wa Al-Jama’ah?

Jamaah

As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata: “sanna yasinnu”, dan “yasunnu sannan” , dan “masnuun” yaitu yang disunnahkan. Sedang “sanna amr” artinya menerangkan (menjelaskan) perkara. As-Sunnah juga mempunyai arti “at-Thariqah” (jalan/metode/pandangan hidup) dan “as-Sirah” (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam ,

“Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri).

Lafazh “sanana” maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama dan dunia). Apa yang dimaksud dengan Ahlussunah wa al-Jama’ah?

Pengertian dan Sejarah Ahlussunah wa al-Jama’ah


Kata Ahlussunah atau Ahlussunah wa al-Jama’ah merupakan kepanjangan dari kata Sunni 28, tetapi istilah Sunni sering dihadapkan pada kelompok- kelompok yang berseberangan dan bertentangan dalam ideologi seperti Syiah , Mu’tazillah, dan lain-lain29. Pengertian Sunni menurut Al-Zabidi adalah pendukung ideologi berbasis pandangan-pandangan teologi Al-Asy’ari dan Al- Maturidi30. Dapat dilihat bahwa Sunni adalah sebuah pengistilahan yang didalamnya terdapat Ahlussunah wa al-Jama’ah, maka bisa diidentikkan Sunni dengan Ahlussunah wa al-Jama’ah.

Secara bahasa kata Ahlussunah wa al-Jama’ah berasal dari tiga kata, yakni Ahl yang berarti pengikut madzhab31. Al-Sunnah memiliki dua arti yakni segala sesuatu yang telah diajarkan nabi baik perbuatan, ucapan dan pengakuan nabi. Atau al-Sunnah yang berarti al-Thariqah, jalan dan jejak para sahabat nabi dan tabiin dalam memahami teks-teks keagamaan dan mengamalkan ajaran agama. Muhibbin Zuhri mengartikan al-Sunnah sebagai jalan nabi dan para sahabat. Ketiga al-Jama’ah yang berarti berkumpul atau bersatu, atau sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Menurut Ibn Taimiyah, al-Jama’ah berarti persatuan dan menjadi nama bagi kaum yang bersatu. Seperti apa yang disampaikan oleh Imam Malik bin Anas ketika ditanya siapa Ahlussunah wa al-Jama’ah , Imam Malik bin Anas menjawab “Ahlussunah adalah mereka yang tidak memiliki julukan secara khusus, seperti julukan Jahmiyah, Qadiriyah dan Rafidhiyah”. Dari beberapa pengertian terpisah kata per kata diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Ahlussunah wa al-Jama’ah atau Sunni berarti pengikut atau golongan yang mengikuti jejak nabi dan sahabat dalam memahami teks-teks keagamaan dan pengamalan ajaran agama, atau secara sederhana dapat diartikan sebagai pengikut jalan yang ditempuh oleh nabi dan para sahabatnya.

Istilah Ahlussunah wa al-Jama’ah lahir dan dikenal pada masa generasi sahabat junior (Shighar al-Shahabah) seperti Ibn Abbas, Ibn Umar dan Abi Said al Khudri. Ibn Abbas dalam menafsiri surat Ali Imran ayat 106 membawa istilah Ahlussunah wa al Jama’ah :

"pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”. (QS Ali Imran (3) : 106)

Menurut Ibn Abbas bahwa yang dimaksud dengan muka yang putih berseri dalam ayat diatas adalah mereka Ahlussunah wa al-Jama’ah. Generasi inilah yang menghindari pertentangan antarkelompok dan derasnya arus polarisasi waktu itu, yang kemudian melakukan gerakan tersendiri, gerakan kultural dan menekuni bidang keilmuan dan keagamaan. Pengistilahan secara terang-terangan adalah seperti yang disampaikan Ibn Abbas, yang selanjutnya berkembang pada generasi tabiin yang dipelopori oleh Hasan Al-Bashri dan ulama salaf sesudahnya. Pada tahap selanjutnya, lahir para ahli hadist, ahli fiqih dan ahli tafsir, yang mengembangkan dan meneruskan gerakan para sahabat dan tabiin43. Termasuk dalam golongan ini adalah imam 4 madzhab. Golongan ini aktif menuliskan pemikirannya untuk memberikan sanggahan terhadap berbagai pendapat yang dinilai cenderung mengabaikan sunnah Nabi dan para sahabat dalam mengintepretasikan al-Qur’an dan persoalan-persoalan pokok agama. Golongan yang mengikuti pola seperti inilah yang selanjutnya disebut dengan Ahlussunah44.

Dalam perkembangan selanjutnya istilah Ahlussunah wa al-Jama’ah lebih dikenal dan berkembang. Sebenarnya nabi sudah memberikan petunjuk- petunjuk tentang istilah Ahlussunah wa al-Jama’ah , tetapi petunjuk tersebut tidak lah secara terang-terangan menyebutkan Ahlussunah wa al-Jama’ah . Seperti dalam hadist :

Dari Muawiyah bin Abi Sufyan, bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang sebelum kamu dari pengikut Ahli kitab terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka, dan satu golongan akan masuk surga, yaitu golongan al-Jama’ah”.

Menurut KH Nurul Huda, bahwa desain pemahaman Ahlussunah wa al- Jama’ah merupakan kelangsungan desain yang dilakukan sejak zaman Rasulullah dan Khulafa al-Rasyidin , tetapi desain ini muncul dan lebih menonjol setelah lahirnya Madzhab Mu’tazilah abad ke II Hijriyah. Adapun prinsip-prinsip Ahlussunah wa al-Jama’ah adalah sebagai berikut :

  1. Tentang sifat-sifat Allah, aqidah Ahlussunah wa al-Jama’ah adalah membenarkan tanpa mempersoalkan bentuknya dan mensucikan-Nya tanpa mengingkari-Nya.

  2. Al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk.

  3. Keyakinin Ahlussunah wa al-Jama’ah bahwa Allah tidak bisa dilihat oleh makhluk di dalam kehidupan dunia.

  4. Mengimani seluruh kabar tentang keadaan setelah kematian seperti yang sampaikan oleh Rasulullah.

  5. Bersepakat bahwa orang-orang surga akan dapat melihat Rabbnya dengan kedua mata mereka.

  6. Mengimani qadar Allah dengan segala tingkatannya.

  7. Iman adalah ucapan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang.

  8. Menyakini bahwa iman mempunyai ashl (pokok) dan furu’ (cabang).

  9. Bersepakat tentang kemungkinan berkumpulnya antara siksa dan pahala pada diri seseorang.

  10. Mencintai dan mendukung sahabat-sahabat Rasul, ahlulbait, dan istri-istri Rasul tanpa meyakini adanya kema’shuman pada diri mereka kecuali Rasulullah.

  11. Ahlussunah wa al-Jama’ah berperang bersama pemimpin-pemimpin mereka, baik pemimpin yang baik atau yang dhalim, demi menegakkan syariat.

  12. Membenarkan dan meyakini adanya karomah para wali atau kejadian- kejadian luar biasa yang diberikan Allah pada mereka.

Sejarah Ahlussunah wa al-Jama’ah dan Perkembangannya di Indonesia


Terjadi kebinggungan tentang awal diperkenalkan Islam di Indonesia, sekte apakah yang pertama kali dianut pada awal-awal penyebaran Islam. Bukti sejarah menjelaskan bahwa kedua sekte besar dalam Islam telah berperan aktif dalam penyebaran Islam. Yang pertama adalah Syiah, bukti-bukti bahwa Syiah adalah sekte pertama yang bersinggungan dengan masyarakat pada awal penyebaran Islam tidak bisa dipungkiri. Hal ini dapat dilihat beberapa perayaan-perayaan adat yang masih dilestarikan hingga sekarang oleh sebagian masyarakat Indonesia, seperti perayaan Tabut di Sumatera. Yang kedua adalah Sunni, realitas menjelaskan bahwa yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sekarang adalah Islam Sunni, tentunya sumber keislaman masyarakat Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari ajaran-ajaran keislaman generasi pertama di Indonesia.

Pada awal penyebaran Islam di Indonesia telah terjadi perebutan pengaruh dan kekuasaan antara pendukung Syiah dan Ahlussunah. Kondisi ini berlangsung cukup lama, terutama di kerajaan Perlak pada masa kekuasaan Sultan Alaidin Sayyid Maulana Abbas (888-913M) dan Sultan Alaiddin Maulana Ali Mughaiyat Syah (915-918M)48. Kemudian penyebaran secara khusus Ahlussunah dimulai pada masa ulama-ulama dalam jaringan walisongo. Pada tahap selanjutnya walisongo telah berhasil menantapkan dasar keislaman di nusantara, yang pada akhirnya secara organisatoris muncullah NU (Nahdlatul Ulama) sebagai Jamiyyah Diniyyah Islamiyyah yang berakidah Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jamā’ah dan mengikuti salah satu madzhab empat yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali49. Selain NU ada beberapa pelembagaan Islam Sunni di Indonesia seperti Muhammadiyah, Persis dan Al-Irsyad. Artinya mereka adalah yang berpegang pada salah satu Imam 4 madzhab, dan secara kontestasi mereka yang kontradiksi dengan ajaran Syiah.

1 Like

Ahlussunnah Wal Jamaah atau yang biasa disingkat dengan ASWAJA secara bahasa berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut. Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.) Sedangkan al Jama’ah adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Sedangkan secara Istilah Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy‟ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi‟i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi.

Dalam pengertian yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa ahlusunnah waljama‟ah adalah paham yang dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abu Musa Al Asyari dan Abu Mansur Al Maturidi. Dalam praktek peribadatan mengikuti salah satu empat madzhab yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali, dan dalam bertawasuf mengikuti Imam Abu Qosim Al Junaidi dan Imam Abu Hamid Al Ghazali.

Sejarah ASWAJA

Istilah ahlussunnah waljamaah tidak dikenal di zaman Nabi Muhammad SAW maupun di masa pemerintahan al-khulafa‟ al- rasyidin, bahkan tidak dikenal di zaman pemerintahan Bani Umayah (41-133 H /611-750 M). Terma Ahlus sunnah wal jama‟ah sebetulnya merupakan diksi baru, atau sekurang- kurangnya tidak pernah digunakan sebelumnya di masa Nabi dan pada periode Sahabat.

Pada masa Al-Imam Abu Hasan Al-Asy‟ari (w. 324 H) umpamanya, orang yang disebut-sebut sebagai pelopor mazhab Ahlus sunnah wal jama‟ah itu, istilah ini belum digunakan. Sebagai terminologi, Ahlus sunnah wal jama‟ah baru diperkenalkan hampir empat ratus tahun pasca meninggalnya Nabi Saw, oleh para Ashab Asy‟ari (pengikut Abu Hasan Al-Asy‟ari) seperti Al-Baqillani (w. 403 H), Al-Baghdadi (w. 429 H), Al- Juwaini (w. 478 H), Al-Ghazali (w.505 H), Al-Syahrastani (w. 548 H), dan al-Razi (w. 606 H).

Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama‟ah sudah lazim dipakai dalam tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan bahkan sebagai sebutan bagi sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat Al-Ma‟mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al-Asy‟ari sendiri lahir, tercantum kutipan kalimat wa nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri dengan sunnah), dan kalimat ahlul haq wad din wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan jama‟ah).

Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama‟ah sudah lazim dipakai dalam tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan bahkan sebagai sebutan bagi sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat Al-Ma‟mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al-Asy‟ari sendiri lahir, tercantum kutipan kalimat wa nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri dengan sunnah), dan kalimat ahlul haq wad din wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan jama‟ah).

Pemakaian Ahlus sunnah wal jama‟ah sebagai sebutan bagi kelompok keagamaan justru diketahui lebih belakangan, sewaktu Az-Zabidi menyebutkan dalam Ithaf Sadatul Muttaqin , penjelasan atau syarah dari Ihya Ulumuddin nya Al-Ghazali:

اذا اُطْلِ َق أهل السنة فاملراد به األشاعرة واملاتردية

jika disebutkan ahlussunnah, maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy’ari dan Al-Maturidi .

Dari aliran ahlussunnah waljamaah atau disebut aliran sunni dibidang teologi kemudian juga berkembang dalam bidang lain yang menjadi ciri khas aliran ini, baik dibidang fiqh dan tasawuf. sehingga menjadi istilah, jika disebut akidah sunni (ahlussunnah waljamaah) yang dimaksud adalah pengikut Asy‟aryah dan Maturidyah. Atau Fiqh Sunni, yaitu pengikut madzhab yang empat ( Hanafi, Maliki, Syafi‟I dan Hanbali). Yang menggunakan rujukan alqur‟an, al-hadits, ijma‟ dan qiyas. Atau juga Tasawuf Sunni, yang dimaksud adalah pengikut metode tasawuf Abu Qashim Abdul Karim al-Qusyairi, Imam Al-Hawi, Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Yang memadukan antara syari‟at, hakikat dan makrifaat.