Apa yang Dimaksud dengan Afirmative Action Politik?

image

Apa yang Dimaksud dengan Afirmative Action Politik?

Sebuah gagasan penyetaraan gender dalam bidang politik ditandai dengan pengesahan Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang tertuang amanat pentingnya pendidikan politik dengan tetap memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender pada setiap aktivitas politik. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 kemudian dipertegas kembali porsi keterwakilan perempuan dalam setiap aktivitas politik minimal 30 persen kedudukan.

Pembagian porsi kedudukan itulah disebut dengan affirmative action (tindakan afirmatif) sebuah tindakan yang memastikan bahwa masalah kekurangan keterwakilan gender dalam bidang politik di Indonesia dapat ditangani. Pada Pasal 53 dari undang-undang tersebut mensyaratkan partai politik untuk menominasikan setidaknya 30 persen perempuan dalam daftar calon legislatif terbuka dalam Pemilu 2009., namun undang-undang ini tidak secara tegas memberikan sangsi bagi para partai politik yang tidak mematuhinya, sehingga enam dari tigapuluh delapan partai yang ikut serta dalam pemilu 2009 gagal menominasikan 30 persen calon legislatif perempuan dalam daftar calon anggota legislatif yang telah diusulkan.31

Affirmative action ini diharapkan menjadi sebuah solusi dalam menangani ketimpangan gender dalam aktivitas politik, para perempuan diharapkan dapat memainkan perannya dalam masyarakat sesuai dengan kemampuan dan talentanya sehingga akan membantu terciptanya peluang-peluang perempuan mendapatkan posisi yang selama ini sudah terlanjur di dominasi oleh para laki-laki. Tanpa affirmative action , kaum perempuan dinilai tidak mampu untuk bergerak secara leluasa untuk menyumbangkan tenaga, kemampuan, serta talentanya di dalam lingkungan masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam aktivitas politik seperti pemilihan anggota partai politik, parlemen, para perempuan kini memiliki kesempatan khusus untuk turut serta di dalamnya.32

Sejarah Indonesia mencatat salah satu Presiden Republik Indonesia adalah seorang perempuan, Megawati Soekarno Putri dibalik berbagai macam keraguan dari segala pihak membutikan penerapan affirmative action yang hanya jadi slogan dari hampir semua partai politik dalam peningkatan partisipasi politik perempuan menjadi sesuatu yang secara tidak jelas strategi penerapannya. Gagasan peningkatan kuota dan affirmative action yang diharapkan dapat mengurangi hambatan perempuan masuk di dunia perpolitikan tidak ditanggapi secara tegas oleh berbagai partai politik. Saat Megawati melakukan pencalonan menjadi seorang Presiden, lantas dikemukakan oleh berbagai macam kalangan mengenai kualitas dan standar-standar yang sama sekali tidak berkaitan dengan perspektif gender.33

Sehingga lagi-lagi jika ditelisik lebih lanjut affirmative action banyak menghadapi pro-kontra dalam penerapannya. Hambatan perempuan terjun ke dunia politik memang sudah adanya lebih berat daripada laki-laki, dengan tuntutan standar dan kualitas yang sama merupakan ketidakadilan bagi para politisi perempuan ditengah budaya patriarki yang masih sangat kental di Indonesia.

Sementara kuota yang digagaskan pada affirmative action sangat diperlukan oleh para politisi perempuan, demi terciptanya keseimbangan dan pencapaian angka strategis (critical mass) . Jika partisipasi perempuan mencapai angka presentase 30 persen akan merepresentasikan keadaan yang dianggap signifikan dengan tujuan dengan partisipasi perempuan dan pandangan-pandangan perempuan dalam aktifitas politik tersebut akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik yang menguntungkan bagi para perempuan. Pendidikan politik, peningkataan kepercayaan diri dan penyadaran bahwa perempuan juga mempunyai kemampuan yang sama dengan laki-laki menjadi salah satu hal yang harus sesering mungkin disosialisasikan pada masyarakat agar tercipta harapan dan tujuan yang ingin dicapai dari adanya affirmative action .