Adversity quotient adalah bentuk kecerdasan selain IQ, SQ, dan EQ yang ditujukan untuk mengatasi kesulitan. AQ dapat dipandang sebagai ilmu yang menganalisis kegigihan manusia dalam menghadapi setiap tantangan sehari-harinya.
Dimensi-dimensi Adversity Quotient
Stoltz (2000) membagi Adversity Quotient dalam empat dimensi, yaitu : kontrol, asal usul dan kepemilikan, jangkauan serta daya tahan. Penjelasan lebih jauh mengenai dimensi-dimensi tersebut akan dipaparkan sebagai berikut :
Kendali (control)
Kontrol dapat diartikan sebagai:
- Seberapa jauh seseorang dapat secara positif mempengaruhi situasi.
- Seberapa jauh seseorang dapat mengandalikan responnya terhadap situasi
- Gambaran seberapa besar Kendali yang ditangkap (perceived) individu atas kegagalan yang mereka hadapi (Stoltz, 2000).
Individu dengan skor tinggi pada dimensi ini merasa mereka memiliki kendali yang besar hal-hal yang terjadi pada mereka, sehingga mereka cendrung untuk lebih mengambil tindakan atau penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa buruk. Sedangkan respon kontrol yang rendah akan membuat seseorang merasa tidak berdaya dan tidak mampu mengubah situasi.
Mereka merasa peristiwa- peristiwa buruk terjadi di luar kendali mereka dan hanya sedikit yang bisa mereka lakukkan untuk mencegahnya. Menurut penelitian Selligman, Dweck dkk, perasaan tidak berdaya ini adalah hasil pembelajaran. Ketidakberdayaan diajarkan pada individu sejak kecil. Penelitian lain oleh Dweck menyatakan bahwa anak perempuan lebih sering menerima kritik yang bersifat sementara sehingga akibatnya wanita dididik untuk lebih merasa tidak berdaya dibandingkan pria.
Asal usul dan Kepemilikan (Origin and Qwnership)
Sumber berkaitan dengan rasa menyalahkan diri (blame). Pada derajat yang tepat rasa menyalahkan diri ini berfungsi sebagai cara untuk belajar dan menyesuaikan perilaku serta untuk membantu kita untuk menilai apakah cara-cara kita berperilaku menyakiti orang lain atau tidak.
Respon asal yang rendah dapat membuat seseorang menjadi menyalahkan diri secara terus menuerus dan mengurangi kemapuanya untuk belajar dari kesalahan-kesalahannya. Bila rasa menyalahkan diri ini menjadi bersifat destruktif maka akan membuat seseorang kehabisan energi, harapan, makna diri dan sistem kekebalan tubuh sehingga pada akhirnya akan menghambat seseorang dalam bertindak.
Pada wanita terdapat kecenderungan untuk menyalahkan diri secara deduktif, sementara pria lebih terfokus pada hasil atau akibat daripada terhadap perannya sebagai penyebab adanya kegagalan. Sebaliknya, seseorang dengan respon asal yang tinggi akan mampu menilai sumber kesulitan secara tepat, mampu menempatkan diri dan lebih efektif ketika menghadapi situasi yang sama di lain waktu.
Kepemilikan (Ownership) adalah sejauh mana seseorang menganggung suatu akibat dari situasi atau keadaan tertentu, tanpa peduli apa penyebabnya (Stoltz, 2000). Hal ini berkaitan dengan rasa memiliki hasil atau akibat dari perilakunya (accountability). Respon terhadap kepemilikan yang tinggi akan membuat mereka lebih bertindak dan merasa berwenang (empowered) atas apa yang mereka lakukkan.
Jangkauan (Reach)
Dimensi ini menggambarkan seberapa jauh kegagalan atau hambatan mempengaruhi area lain dalam hidup suatu individu. Respon tinggi pada aspek ini dapat membuat seseorang dapat membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi saja dan tidak akan ada hubungannya dengan peristiwa buruk lain. Mereka akan merespon suatu kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik atau terbatas.
Sedangkan respon yang rendah terhadap dimensi ini dapat menimbulkan pikiran katastrofi atau pikiran berlebih-lebihan pada suatu individu untuk melibatkan kegagalannya pada bidang-bidang lain. Individu dengan perilaku emmeshment tidak dapat memisahkan permasalahan yang ia hadapi di salah satu aspek kehidupannya dengan aspek kehidupannya yang lain, sehingga bila mereka menghadapi masalah maka dampaknya akan terbawa-bawa di setiap aspek kehidupannya.
Ini dapat menjelaskan mangapa kehidupan sosial orang dengan perilaku seperti itu akan terganggu dan mereka cenderung menarik diri dari pergaulan atau lingkungan sosialnya. Secara psikologis pun mereka akan terganggu, mereka tidak dapat menikmati aktifitasnya dan juga akan cenderung berperilaku reaktif.
Daya tahan (Endurance)
Dimensi ini menggambarkan berapa lama suatu individu menangkap kegagalan atau hambatan serta akibat dari kegagalan tersebut berlangsung. Suatu individu dapat menangkap kegagalan sebagai suatu hal yang bersifat permanen atau suatu yang bersifat sementara. Semakin rendah respon pada aspek ini, semakin besar seseorang memandang kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai suatu peristiwa yang akan berlangsung lama atau permanen. Mereka juga akan menganggap peristiwa-peristiwa yang baik sebagai sesuatu yang hanya bersifat sementara.