Dasar teori adaptabilitas karir adalah teori konstruksi karir dari Mark L. Savickas. Savickas mengusulkan sebuah cara pandang untuk memahami perilaku karir, pilihan karir dan perkembangan karir. Teori ini sesuai untuk diterapkan dalam komunitas multi kultural dan ekonomi global. Teori adaptabilitas karir menyediakan sebuah eksplanasi yang selalu berubah terhadap karir dan dapat dijadikan sebagai model yang sesuai dalam konseling karir. Teori ini menekankan proses pembangunan karir yang dikembangkan sendiri oleh individu berdasarkan pengalaman pribadi maupun sosial. Jadi membangun karir pada dasarnya adalah membangun kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan bukan sekedar proses pembentukan karir yang terjadi secara internal dan otomatis dari anak-anak sampai dewasa.
Konstruk adaptabilitas karir pertama kali dicetuskan oleh Super pada tahun 1979 yang diartikan sebagai kesiapan untuk menghadapi perubahan situasi dan kerja. Pada tahin 1990 Super mengemukakan konsep kematangan karir terutama setelah penelitian-penelitian yang dilakukannya sejak tahun 1975 lebih terfokus pada remaja. Menurut Super, individu yang dapat menyelesaikan tugas perkembangan karirnya dengan baik pada setiap tahap akan mencapai kematangan karir (career maturity).
Semakin individu mampu mengatasi tugas perkembangan karirnya, seperti merencanakan masa depan, melakukan eksplorasi karir, memperoleh informasi dunia pekerjaan dan memiliki keterampilan membuat keputusan, maka individu tersebut akan semakin memperoleh kepuasan dalam karirnya baik dalam masa pendidikan maupun pekerjaannya.
Artinya, bila dikaitkan dengan kehidupan mahasiswa maka ia akan melakukan berbagai tindakan dengan merencanakan akan bekerja sebagai apa, mencari informasi tentang pekerjaan tersebut, membuat keputusan dan melakukan tindakan sebagai persiapan ke arah tujuan yang dibuat. Proses yang berjalan dengan lancar akan menimbulkan kepuasan dan prestasi yang baik.
Pada perkembangannya teori kematangan karir ini ternyata tidak cukup dapat menjelaskan perkembangan karir pada tahap perkembangan selain remaja seperti pada masa dewasa atau anak-anak (Savickas, 1997). Kemudian beliau mengajukan sebuah pemikiran agar adaptabilitas karir digunakan untuk menggantikan konsep kematangan karir sebagai konstruk utama dalam perkembangan karir dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Konsep adaptabilitas karir mencoba menyederhanakan teori life-span life-space dari Super dengan menggunakan satu konstruk saja untuk menjelaskan secara sederhana namun menyeluruh mengenai perkembangan karir pada anak, remaja dan orang dewasa. Perubahan ini juga memperkuat integrasi antara life-span life-space dengan bagian konsep diri, yaitu dengan menekankan setiap bagian adaptasi yang dilakukan individu terhadap lingkungan dan proses motivasi dalam diri individu untuk membentuk konsep dirinya.
Adaptabilitas karir juga menjadi suatu istilah yang penting karena menghubungkan tiga perspektif teori life-span life-space, yaitu perspektif perbedaan individu, perkembangan, dan kontekstual untuk menjelaskan adaptabilitas karir (Savickas, 1997).
Adaptabilitas karir adalah kesiapan dalam mengatasi tugas yang sudah diprediksi ketika mempersiapkan dan berpartisipasi dalam peran kerja. Selain itu adaptabilitas karir juga merupakan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang tidak terprediksi karena perubahan dan kondisi kerja (Savickas, 1997).
Adaptabilitas berarti kualitas untuk mampu berubah tanpa kesulitan berarti serta menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah atau kondisi baru. Dapat dikatakan adaptable berarti membuat sesuatu lebih sesuai (kongruen) dengan sebuah perubahan, sesuai dengan pandangan teori perkembangan karir (Savickas, 1997).
Pengertian lain diberikan oleh Rottinghaus, Day dan Borgen, yang mendefinisikan adaptabilitas karir sebagai sebuah kecenderungan cara pandang individu yang memengaruhi kemampuan merencanakan dan menyesuaikan perencanaan karirnya yang berubah, terutama dalam kaitannya dengan peristiwa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
Creed, Fallon & Hood (2008) menempatkan konsep adaptabilitas karir pada sebuah proses regulasi diri (self-regulation) yang menekankan pentingnya interaksi antara individu dengan lingkungannya serta menitikberatkan pada bagaimana individu dapat mengatasi masalah ketidak matangannya. Dapat dikatakan bahwa adaptabilitas karir menghasilkan sikap-sikap, kepercayaan dan kompetensi sehingga setiap tingkah laku adaptif akan memperkuat dan mengembangkan kemampuan individu untuk tetap menyesuaikan dirinya pada situasi apapun (Hartung, Porfeli & Vondracek, 2008).
Orang yang adaptif adalah mereka yang dapat bereaksi secara efektif terhadap perubahan yang terjadi, baik tantangan tugas perkembangan yang dapat diramalkan, maupun perubahan situasi yang tidak dapat diramalkan, sehingga dapat meningkatkan sikap, kepercayaan dan kompetensi untuk mengembangkan dirinya dan bertahan di setiap situasi yang dihadapi secara teratur dan terencana.
Sejumlah studi longitudinal menunjukkan bahwa remaja yang lebih tinggi adaptabilitas karirnya dalam hal pengambilan keputusan, perencanaan, eksplorasi atau keyakinan diri akan lebih berhasil dalam menghadapi transisi vokasional (Creed, Mueller, & Patton, 2003; Germijs & Verschueren, 2007; Neuenschwander & Garrett, 2008; Patton, Creed, & Mueller, 2002). Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa mempersiapkan masa depan dalam hal karir dianggap sebagai tugas perkembangan utama pada remaja (Erikson, 1969; Super, 1990) dan banyak negara di dunia telah melihat pentingnya membantu para remaja dalam mempersiapkan karirnya (European Communities/ OECD. 2004).
Pada masa kini, banyak ditemukan peminatan-peminatan yang mengaitkan perkembangan karir remaja dengan perkembangan kaum muda yang positif. Studi-studi interdisiplin menunjukkan bukti-bukti dan dampak-dampak perkembangan karir terhadap kesejahteraan dan perkembangan remaja. Penelitian-penelitian di Amerika juga mengindikasikan bahwa adapatabilitas karir merupakan tanda pencapaian kesuksesan pada remaja yang secara langsung berhubungan dengan perkembangan remaja yang positif (Gore, Kadish & Aseltine, 2003; Skorikof, 2007b; Skorikof & Vondracek, 2007).
Perkembangan tersebut berkaitan antara lain dengan orientasi karir yang positif dan persiapan karir yang lebih baik. Telah dibuktikan bahwa hal tersebut mampu mencegah terjadinya masalah perilaku dan meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi masalah di kemudian hari (Skorikof, 2007).
Dimensi Adaptabilitas Karir
Teori konstruksi karir mengkonseptualisasikan perkembangan karir sebagai proses adaptasi terhadap lingkungan daripada sekedar kematangan struktur-struktur internal (Savickas, dalam Brown & Lent, 2005). Savickas menunjukkan perbedaan adaptabilitas karir yang dikemukakan oleh Super (1955) dalam konsep kematangan karir, yang mengacu pada tingkat perkembangan vokasional individu dibandingkan dengan teman sebayanya.
Bagi Super, perkembangan diasumsikan sebagai perubahan yang teratur dan normatif terhadap kondisi kematangan yang diharapkan, dan prosesnya akan selesai ketika mereka dapat mengelaborasi dan mengatasi potensi-potensi latennya. Disini artinya kematangan vokasional individu dilihat sebagai pemenuhan tugas-tugas perkembangan vokasional seperti yang diharapkan masyarakat. Bila lingkungan individu stabil dan tidak berubah, maka ini akan menjadi berguna karena pemenuhan tugas perkembangan menjadi sesuatu yang berlaku umum dan seragam. Pada saat ini dunia dihadapkan pada situasi masyarakat yang terus berubah cepat dan tidak dapat diprediksi dengan sistematis. Individu dituntut untuk merespon pengaruh eksternal yang cakupannya sangat luas dan dapat mengembangkan berbagai tujuan yang sangat beragam (Collin, 1997 dalam Brown & Lent, 2005).
Disini adaptabilitas membentuk perluasan diri (Self- extension) ke dalam lingkungan sosial (Savickas, dalam Brown & Lent, 2005). Artinya ketika individu berinteraksi dengan masyarakat mereka dituntut untuk mampu menata tingkah laku vokasionalnya secara relatif sesuai dengan tugas perkembangan yang dituntut oleh masyarakat maupun perubahan-perubahan yang terjadi dalam peran pekerjaan. Adaptabilitas juga berfungsi sebagai strategi regulasi diri, dimana adaptabilitas karir memungkinkan individu mengimplementasikan secara efektif konsep diri mereka ke dalam peran-peran pekerjaan, sehingga mereka dapat membangun karirnya sendiri.
Selanjutnya Savickas (dalam Brown & Lent, 2013) menjelaskan adaptabilitas karir secara fungsional dapat dibagi ke dalam empat dimensi umum yaitu: kepedulian (concern), pengendalian (control), keingintahuan (curiousity) dan keyakinan (confidence). Ke empat dimensi tersebut menggambarkan sumber-sumber adaptif yang umum dan strategi yang digunakan individu untuk mengelola tugas-tugas kritis, transisi (perubahan), dan hambatan ketika mengkonstruk karirnya.
Menurut Savickas ada tiga tingkat konstruk dalam adaptabilitas karir, yaitu tataran dimensional dari adaptabilitas karir, tataran afeksi yang merupakan sikap dan nilai dari adaptabilitas karir, serta tataran coping perilaku adaptabilitas karir, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel Dimensi Adaptabilitas Karir
Dimensi Adaptabilitas karir |
Sikap-sikap dan nilai-nilai |
Kompetensi |
Perilaku Koping |
Masalah karir |
Kepedulian (concern) |
Penuh perencanaan |
Membuat rencana |
Kesadaran |
Ketidak pedulian karir |
|
|
|
Keterlibatan Penuh persiapan |
|
Pengendalian (control) |
Menentukan keyakinan |
Mengambil keputusan |
Asertif Disiplin |
Kebingungan karir |
|
|
|
Penuh motivasi |
|
Keingin tahuan (curiousity) |
Menunjukkan rasa ingin tahu |
Eksplorasi |
Berani mencoba Mengambil resiko |
Sikap tidak realistis terhadap karir |
|
|
|
Mempertanyakan |
|
Keyakinan (confidence) |
Merasa mampu Merasa efektif |
Memecahkan masalah |
Persistensi Penuh daya juang Produktif |
Hambatan karir |
Keempat dimensi merupakan bentuk yang paling abstrak dari konstruk adaptabilitas karir. Pada tingkat menengah di bawahnya yang lebih kongkret terdapat satu set variabel yang berfungsi homogen terhadap ke empat dimensi tersebut. Masing-masing set variabel tersebut dinamakan ABC dari teori konstruksi karir, terdiri atas attitudes (sikap-sikap), beliefs (nilai-nilai) dan competencies (kompetensi). Ketiga set variabel tersebut membentuk perilaku adaptasi kongkret yang digunakan untuk menguasai tugas-tugas perkembangan, melakukan transisi pekerjaan dan menyelesaikan trauma dalam pekerjaan yang disebut dengan perilaku coping . Perilaku ini muncul dalam tingkat ke tiga sebagai tingkat paling kongkret dalam model struktural adaptabilitas karir. Perilaku coping inilah yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan karir yang dimiliki individu sesuai dimensi yang menjadi permasalahannya.
Individu yang memiliki adaptabilitas karir adalah mereka yang :
- memiliki kepedulian terhadap masa depan sebagai pekerja,
- meningkatkan pengendalian terhadap masa depan karir,
- menunjukkan keingintahuan dalam melakukan eksplorasi diri dan lingkungan karir di masa depan,
- mampu memperkuat keyakinan diri untuk mewujudkan aspirasinya (Savickas)
Kepedulian karir (career corncern).
Kepedulian karir merupakan dimensi pertama dan terpenting dari adaptabilitas karir. Kepedulian karir secara esensial berarti orientasi ke masa depan, perasaan bahwa mempersiapkan karir merupakan hal yang penting. Sikap- sikap seperti kesadaran akan tugas-tugas perkembangan, dan optimisme dalam membuat perencanaan akan membuat individu peduli terhadap transisi okupasional yang dihadapi dan pilihan-pilihan yang dibuat pada situasi tidak menentu di masa depan. Memikirkan tentang pekerjaan sepanjang hidup merupakan esensi dari kepedulian karir, karena karir pribadi bukan sebuah tingkah laku melainkan sebuah idea.
Menurut Hartung, Porfeli & Vondracek (2008) individu yang peduli terhadap karirnya akan selalu mengaitkan dirinya pada hal- hal yang berorientasi masa depan dan optimis terhadap masa depannya. Pengalaman, kesempatan dan aktivitas memungkinkan individu untuk mengembangkan perasaan yang penuh harapan dan sikap perencanaan tentang masa depan.
Savickas (1997) melihat, konstruksi karir dibentuk oleh kesadaran awal bahwa situasi pengalaman vokasional saat ini dan berawal dari pengalaman sebelumnya serta mengaitkan semua pengalaman tersebut melalui situasi saat ini untuk mempersiapkan masa depan. Keyakinan akan kontinuitas pengalaman individu memungkinkan individu untuk mengaitkan pengalaman yang ada saat ini ke dalam aspirasi dan visi yang sesuai dengan self mereka. Sikap perencanaan dan keyakinan akan kontinuitas memudahkan individu untuk ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang mempromosikan kompetensi-kompetensi dalam perencanaan dan persiapan di masa depan. Sebaliknya rendahnya kepedulian karir disebut sebagai indifference, yang merefleksikan sikap apatis, pesimis dan kurang perencanaan.
Di dalam perkembangannya kepedulian karir ini dapat ditingkatkan dengan membantu pembentukan optimisme terhadap masa depan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya persiapan karir dengan cara melihat masa depan mereka lebih detil, menguatkan sikap-sikap positif terhadap perencanaan, dan melihat keterkaitan antara rencana-rencana dengan tindakan di masa depan. Mempraktikkan keterampilan merencanakan akan membantu ketika individu mengatasi dan menjalankan masa depannya (Sharf, 2010).
Keterampilan merencanakan ini pada masa sekolah merupakan bentuk keterampilan dari aktivitas menetapkan target pencapaian prestasi akademik, merencanakan cara pencapaian target tersebut dan mengaitkannya dengan tujuan-tujuan jangka panjang yang dibuat. Misalnya ketika siswa SMA ingin masuk ke Fakultas Psikologi maka ia harus mewujudkan target tujuan tersebut ke dalam tahap-tahap. Tahapan itu antara lain, memperoleh nilai yang tinggi pada mata pelajaran tertentu yang menjadi tuntutan kemampuan di Fakultas Psikologi seperti matematika, bahasa Indonesia, bahasa Ingris, dan pengetahuan umum. Selain itu juga mencari informasi tentang universitas yang mempunyai program studi psikologi, mencari tahu tentang bidang kerja apa saja yang dapat dilakukan sebagai sarjana Psikologi, dan sebagainya.
Pengendalian diri karir (career control)
Kontrol terhadap masa depan vokasional individu adalah dimensi adaptabilitas karir ke dua terpenting. Fungsi fundamental dari pengendalian dalam membangun karir direfleksikan oleh sejumlah riset dengan topik seperti independensi, internal locus of control, determinasi diri, usaha atributif dan agen- agen lain (Bluestein & Flum, 1999).
Maree & Haneke (2011) menjelaskan pengendalian diri sebagai sebuah perasaaan optimis mengenai masa depan karir yang akan menentukan masa depan karir individu. Pengendalian karir memungkinkan individu meyakini bahwa mereka bertanggung jawab membangun karirnya sendiri, lebih yakin dalam membuat pilihan-pilihan karir dan tidak merasa terpuruk ketika perencanaan yang mereka buat mengalami kegagalan. Sebaliknya jika individu memiliki pengendalian karir yang rendah, maka ketika mengalami kegagalan dalam perencanaan karir, misalnya kondisi karir yang kurang memuaskan, ia akan mudah tertekan dan mengalami stres.
Penelitian yang dilakukan Luzzo tentang individu yang memiliki pengalaman kerja terkait minat karirnya, menunjukkan bahwa partisipan merasa pengambilan keputusan dalam karirnya sebagai proses berkelanjutan dimana mereka memiliki kendali personal akan hal itu.
Pada umumnya pengalaman kerja akan memberikan pemahaman dan informasi terkait dengan karir yang dipilihnya sehingga semakin banyak pengalaman yang diperoleh semakin memungkinkan untuk melakukan eksplorasi karir yang lebih mendalam. Hal ini berarti juga individu tersebut semakin yakin dalam merencanakan karirnya. Pengalaman kerja akan masuk sebagai variabel demografis untuk melihat apakah ada dampak pengalaman belajar terkait dengan kerja seperti pengalaman kerja paruh waktu terhadap pembangunan adaptabilitas karir pada partisipan. Hal ini menjadi pertimbangan karena mahasiswa sebagai individu yang mulai beranjak dewasa sudah mulai mencari pengalaman dalam pekerjaan selain sebagai pengalaman belajar juga bertujuan menambah uang saku bagi mereka.
Teori pembangunan karir mengasumsikan bahwa pengendalian merupakan aspek dari proses intrapersonal yang membangun regulasi diri bukan proses interpersonal sebagai dampak dari regulasi diri (Fitzsimons & Finkel, 2010). Kontrol melibatkan disiplin diri intrapersonal dan merupakan proses untuk menjadi lebih berhati-hati, penuh kesungguhan, teratur, dan mampu membuat keputusan dalam mencapai tugas perkembangan vokasional serta melewati transisi pekerjaan. Seseorang yang tidak memiliki pengendalian karir yang baik disebut mengalami kebingungan karir (career indecision) yang tampil dalam tingkah laku kebingungan, cenderung menunda tugas (procrastination) dan impulsif ( Savickas, 1997).
Dalam penerapannya pada masa SMA pengendalian ini terlihat pada bagaimana siswa menerapkan kendali untuk membentuk regulasi dalam belajar seperti mengatur jadwal belajarnya dengan efektif, menggunakan teknik-teknik belajar yang relevan dan tepat, bersungguh-sungguh dalam membangun prestasi akademik yang memuaskan dan tinggi melalui pemahaman yang benar terhadap mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait dengan tujuan dan target yang telah dibuat. Hasil prestasi yang tinggi akan meningkatkan keyakinan diri akan kemampuannya dan membuat perencanaan karirnya menjadi lebih jelas, mantap dan meningkatkan efikasi diri siswa.
Keingintahuan karir (Career curiosity)
Sikap-sikap yang menunjukkan rasa ingin tahu membuat individu melihat lingkungan dan situasi yang terjadi serta mempelajari lebih jauh tentang dirinya. Keyakinan akan nilai keterbukaan terhadap pengalaman baru, dan kemauan melakukan uji coba secara pribadi akan memungkinkan diperolehnya peran yang bervariasi, serta menuntun individu untuk mencari pengalaman baru. Sikap-sikap dan disposisi yang mendorong eksplorasi dan keterbukaan meningkatkan pengalaman dan kompetensi baik terhadap pemahaman diri maupun informasi okupasional.
Individu yang mengeksplorasi dunianya melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, akan memiliki pengetahuan tentang kemampuan, minat dan nilai-nilai, sebaik pemahaman mereka tentang tuntutan pekerjaan, aktivitas sehari-hari dan akibat-akibat yang diterimanya dari berbagai macam pekerjaan. Keluasan wawasan ini akan membawa individu pada kenyataan dan kejelasan tentang pilihan karir yang disesuaikan antara situasi dan dirinya.
Rasa ingin tahu biasanya membuat individu melakukan eksplorasi. Proses eksplorasi merupakan proses kompleks dan bersifat pribadi dalam memeroleh pemahaman diri dan lingkungan pekerjaan terutama untuk mencapai tujuan karir yang diinginkan (Atkinson & Murell, 1988; Bluestein, 1992, Taviera & Moreno, 2003). Eksplorasi meliputi serangkaian aktivitas, termasuk mengumpulkan informasi dan memahami perencanaan pekerjaan, pencarian pekerjaan, kesempatan kerja, maupun mencari alternatif pilihan karir (Levy & Ziegler, 1993).
Eksplorasi karir juga meliputi perilaku yang berhubungan dengan karir seperti berdiskusi dengan orang lain mengenai peluang karir, mempelajari kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dan menentukan pendidikan yang tepat untuk pengembangan karir (Betz & Voyten, 1997).
Dalam proses eksplorasi karir, terbentuknya tujuan hidup spesifik (misalnya sikap ingin melakukan yang terbaik) yang secara intrinsik bermakna bagi individu, merupakan bagian yang akan membuat individu mengembangkan komitmen yang lebih matang terhadap tujuan vokasionalnya. Dengan demikian individu dapat meningkatkan dorongan lebih kuat untuk mencapai tujuan yang sejahtera sepanjang rentang kehidupan (Cantor & Sanderson, 1999; Robins & Kliewer, 2000).
Keingintahuan karir merujuk pada kerajinan dan rasa haus untuk mempelajari lebih jauh mengenai tipe dan macam pekerjaan yang menarik bagi individu dan kesempatan yang ada di sekitar pendidikan maupun pekerjaan. Selain itu keingintahuan itu meliputi juga pencarian informasi tentang kecocokan diri dengan dunia pendidikan lanjutan dan dunia kerja. Ketika mereka memperoleh informasi yang diperlukan maka individu akan membuat pilihan yang sesuai dengan dirinya dan situasi yang dihadapinya (Savickas).
Keingintahuan karir berkaitan dengan pencarian karir secara produktif dan pendekatan yang realistik terhadap masa depan (Hartung, Porfeli & Vondracek, 2008), antusiasme yang ditunjukkan saat mencari tahu tentang pendidikan ataupun pekerjaan tertentu dengan senang hati dan bersemangat (Maree & Hanecke, 2011). Sebaliknya, individu yang memiliki rasa ingin tahu yang rendah akan cenderung bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan pendidikan maupun pekerjaan bahkan mungkin tidak memikirkannya sama sekali. Individu dengan keingintahuan karir yang rendah dikatakan memiliki sikap tidak realistis (unrealism) terhadap dunia pekerjaan dan memiliki citra diri yang tidak tepat (Savickas).
Keyakinan diri Karir (Career confidence)
Individu membutuhkan keyakinan untuk mewujudkan minat-minatnya. Keyakinan diri menunjukkan antisipasi tentang keberhasilan dalam menghadapi berbagai tantangan dan mengatasi hambatan ( Rosenberg). Dalam teori konstruksi karir, keyakinan diri merupakan perasaan yakin akan kemampuan terkait keberhasilan dalam mengambil tindakan atau keputusan dan mengimplementasikan pilihan-pilihan pendidikan atau pekerjaan yang sesuai.
Pemilihan karir membutuhkan pemecahan masalah yang kompleks. Peran keyakinan dalam membangun karir digambarkan sebagai pengembangan penghargaan diri, keyakinan kemampuan diri dan pengembangan terhadap perkembangan vokasional.
Pada dasarnya keyakinan diri karir berawal dari aktivitas sehari-hari seperti membereskan rumah, menyelesaikan pekerjaan sekolah, mengerjakan hobi dan sebagainya. Perasaan bahwa individu dapat mengerjakan tugas-tugas yang bermanfaat dan produktif dapat meningkatkan penerimaan diri. Pengembangan akan pengalaman-pengalaman eksploratif dapat menguatkan keyakinan untuk mencoba berbagai macam aktivitas dan kemampuan. Individu yang tidak dapat menyelesaikan beberapa jenis pengalaman, seperti keberhasilan dalam hal pelajaran (misalnya matematika atau sains), akan mengalami kesulitan membangun keyakinan diri dalam beraktivitas dibidang tersebut dan konsekuensinya akan kurang berminat dalam pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan dalam aktivitas terkait. Keyakinan yang salah akan jender, ras dan peran-peran sosial sering menghasilkan hambatan-hambatan internal dan eksternal yang menghambat perkembangan keyakinan diri (Brown & Lent, 2013).
Hambatan keyakinan akan karir ini akan membentuk kendala karir yang menghalangi aktualisasi peran dan pencapaian tujuan-tujuan. Dengan demikian keyakinan diri karir perlu dipupuk melalui pengalaman- pengalaman yang terkait dengan aktivitas karir seperti eksplorasi, perencanaan dan pengendalian karir. Aktivitas-aktivitas itu akan menjadi dimensi-dimensi dalam penelitian ini.
Adaptabilitas karir adalah sebuah kualitas pribadi meliputi cara pandang dan cara pikir, kecenderungan berperilaku serta tindakan-tindakan individu untuk selalu siap menghadapi perubahan dan perkembangan baik yang diprediksi maupun yang tidak diprediksi sebelumnya dalam mempersiapkan diri dan berpartisipasi dalam peran kerja.
Dengan kualitas tersebut individu dapat melakukan perencanaan dan perubahan yang dibutuhkan untuk membangun, mempertahankan, atau mengubah pilihan karirnya. Disini interaksi antara individu dan lingkungannya menjadi konteks yang selalu mewarnai pembangunan karir seseorang sesuai dengan perkembangan dan situasi nyata yang dihadapinya. Interaksi ini akan membentuk adaptabilitas yang menghasilkan sikap-sikap, keyakinan dan kompetensi yang memungkinkan individu untuk menampilkan perkembangan yang sesuai di setiap tahap perkembangan karirnya.
Sumber : Wahyu Indianti, Dukungan sosial dan regulasi diri dalam belajar untuk membangun adaptabilitas karir Pada mahasiswa baru Uuniversitas Indonesia, Universitas Indonesia.