Apa yang dimaksud dengan acute otitis media?

Acute otitis media

Acute otitis media merupakan infeksi cairan telinga tengah dan merupakan diagnosis pediatrik paling umum kedua di unit gawat darurat setelah infeksi saluran pernapasan atas. Meskipun otitis media dapat terjadi pada usia berapa pun, penyakit ini paling sering terjadi pada orang berusia antara 6 hingga 24 bulan.

Infeksi saluran telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksterna), saluran telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis) dan telinga bagian dalam (labyrinthitis).

Otitis media adalah suatu inflamasi telinga tengah, berhubungan dengan efusi telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan ditelinga tengah. Otorrhea merupakan discharge telinga yang dapat berasal dari membran timpani. Otitis media diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis, otoskopi, lama sakit dan komplikasi. Otitis media terjadi karena aerasi telinga tengah yang terganggu, biasanya disebabkan karena fungsi tuba eustakius yang terganggu. Diagnosis dan tatalaksana yang benar sangatlah penting, karena otitis media merupakan penyakit yang sering ditemukan dan dapat menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.

Otitis media akut adalah inflamasi telinga tengah dengan onset gejala dan tanda klinis yang cepat, seperti nyeri, demam, anoreksia, iritabel, atau juga muntah. otitis media yang disertai efusi ditandai dengan ditemukannya efusi telinga tengah yang asimtomatik. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan membran timpani yang menurun, dengan bentuk menjadi cembung, kemerahan dan keruh.

Otitis media akut paling sering terjadi pada anak-anak dan termasuk diagnosis yang paling sering pada anak dengan gejala panas. Membran timpani yang cembung merupakan salah satu tanda kecurigaan terhadap otitis media.

Epidemiologi


Hampir 85% anak memiliki episode otitis media akut paling sedikit satu kali dalam 3 tahun pertama kehidupan dan 50% anak mengalami 2 episode atau lebih. Anak yang menderita otitis media pada tahun pertama, mempunyai kenaikan risiko otitis media kronis ataupun otitis media berulang. Insiden penyakit akan cenderung menurun setelah usia 6 tahun. Di Amerika Serikat, hampir semua anak pada usia 2 tahun akan mengalami otitis media, dan kira-kira 17 persen anak usia 6 bulan telah mengalami 3 episode atau lebih. Episode yang sering berulang mengakibatkan peningkatan kekhawatiran dan kecemasan orang tua, disamping juga biaya kesehatan yang harus ditanggung. Pada negara berkembang komplikasi yang sering ditemukan adalah gangguan pendengaran, untuk itu pemberian vaksinasi pneumokokus penting untuk mencegah otitis media dan komplikasinya.

Patogenesis


Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang dewasa yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus tubarius dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak dapat mengisi nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung dan tuba eustakius serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba.

Tuba eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah, dan memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telinga tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi atau alergi dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring. Obstruksi fungsional dapat terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago penyokong tuba. Obstruksi fungsional ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi tuba eustakius mengakibatkan tekanan telinga tengah menjadi negatif dan jika menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah. Bila tuba eustakius mengalami obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret nasofaring dari telinga dapat terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani mengalami perforasi), karena aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau bersin. Perubahan tekanan atau barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan efusi telinga tengah yang bersifat hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek dibandingkan dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks sekresi nasofaring. Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas yang berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema mukosa dan penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering menyebabkan otitis media diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.

Manifestasi klinis


Gejala dapat diawali dengan infeksi saluran nafas yang kemudian disertai keluhan nyeri telinga, demam, dan gangguan pendengaran. Pada bayi gejala ini dapat tidak khas, sehingga gejala yang timbul seperti iritabel, diare, muntah, malas minum dan sering menangis. Pada anak yang lebih besar keluhan biasanya rasa nyeri dan tidak nyaman pada telinga.

Diagnosis


Diagnosis otitis media akut dibuat berdasarkan pada pemeriksaan membran timpani. Tetapi pada anak pemeriksaan ini mungkin sulit dilakukan karena saluran telinga yang kecil, adanya serumen dan juga keadaan anak yang tidak kooperatif. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan membran timpani yang berkurang, cembung, kemerahan dan keruh, dapat juga dijumpai sekret purulen. Adanya penurunan gerak dari membran timpani merupakan dasar kecurigaan pada otitis media akut. Bila diagnosis masih meragukan, perlu dilakukan tindakan aspirasi dari telinga tengah. Para dokter, khususnya dokter anak, seringkali misdiagnosis terhadap otitis media, dan untuk menghindarinya perlu dilakukan pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan otoskopi dapat mengurangi lebih dari 30% dari kesalahan yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan karena sebagai klinisi, dokter mendiagnosa berdasarkan gejala klinis dan warna dari membran timpani, sedangkan ahli THT lebih memperhatikan gerak dan posisi membran timpani.

Pengobatan

Terapi tergantung dari kuman dan hasil uji sensitivitas. Organisme penyebab yang paling sering adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza. Pada neonatus berusia kurang dari 2 minggu, bakteri gram negatif, Staphylococcus aureus, Streptococcus grup B lebih sering ditemukan.

Sebelum didapatkannya hasil uji sensitivitas, amoksisilin oral merupakan antibiotik pilihan awal. Amoksisilin diberi dengan dosis 40 mg/kgbb/24 jam, 3 kali sehari selama 10 hari. Pemberian obat tersebut selama 5 hari dapat memperkecil resiko timbulnya efek samping terapi. Akan tetapi telah banyak kuman yang resisten terhadap amoksisilin, khususnya penghasil B- Laktamase, dalam kasus ini perlu kiranya memberikan antibiotika dari kelas yang berbeda.

Pilihan obat lainnya adalah Eritromisin (50 mg/kgbb/24 jam) bersama dengan sulfonamid (100mg/kgbb/24 jam trisulfa atau 150 mg mg/kgbb/24 jam sulfisoksazol) empat kali sehari, trimetroprim-sulfametoksasol (8 dan 40 mg/kgbb/24 jam) diberi 2 kali sehari, sefaklor (40 mg/kgbb/24 jam, 3 kali sehari, amoksisilin-klavulanat 40 mg/kgbb/24 jam 3 kali sehari, atau sefiksim 8 mg/kgbb/24 jam sekali atau 2 kali sehari.

Jika penderita sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin, maka dapat diberikan kombinasi dari eritromisin dan sulfonamid atau sulfisoksazol. Pada Otitis Media tanpa komplikasi, pemberian antibiotika cukup selama 5 hari. Apabila dalam perjalanannya terdapat perburukan gejala klinis atau ditemukannya kuman yang telah resisten, maka timpanosentesis perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kuman penyebab.

Terapi suportif lain dapat diberikan, antara lain analgetik, antipiretik, dekongestan. Pada penderita dengan nyeri telinga berat, miringotomi dapat dilakukan untuk memberi kelegaan. Kadang insisi yang besar perlu dilakukan ketika miringotomi agar memungkinkan drainase telinga tengah yang cukup. Jika dalam 24 jam terdapat penambahan gejala dan tanda sedangkan pasien masih dalam pemberian antibiotik, maka kita harus mencurigai adanya infeksi bersama seperti meningitis dan komplikasi otitis media supuratif. Anak harus dilakukan pemeriksaan

ulang dan timpanosentesis serta miringotomi harus segera dilakukan. Setelah 2 minggu, penderita perlu dievaluasi, khususnya penyembuhan otoskopik.

Efusi telinga tengah menetap

Jika efusi telinga tengah menetap sesudah 10-14 hari terapi antibiotika, satu atau lebih pilihan berikut dianjurkan:

  1. pemberian antimikroba jenis lain dari antibiotika sebelumnya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan resisten terhadap antibiotik sebelumnya.

  2. dekongestan, antihistamin

  3. kortikosteroid sistemik

Apabila ditemukan efusi telinga tengah yang asimptomatik, dapat diobservasi selama 6 minggu tanpa diterapi.

Otitis media akut berulang

Anak yang mengalami infeksi saluran nafas, dapat mengakibatkan anak mengalami episode otitis media akut yang berulang. Gejalanya biasanya tidak berat, memiliki respons yang baik dengan terapi, dan episode serangan akan menurun sesuai pertambahan umur. Anak dengan otitis media akut berulang, dimana episode sebelumnya mengalami kesembuhan, dapat diterapi sama dengan terapi yang diberikan sebelumnya. Tetapi jika terdapat intensitas serangan berulang yang sering dengan jangka waktu antar serangan yang dekat, harus dilakukan evaluasi ulang. Pada anak seperti ini penyebab yang mendasari kurang jelas, tetapi antibiotik profilaksis dapat diberi selama beberapa bulan misalnya musim dingin.

Pilihan terapinya adalah amoksisilin 20 mg/kgbb/24 jam atau sulfonamid 50 mg/24 jam. Miringotomi dan pipa ventilasi dapat juga efektif dan dipertimbangkan pada anak yang mendapat terapi profilaksis tetapi gagal mencegah otitis media akut berulang, ataupun pada anak dengan alergi terhadap penisilin atau sulfonamid. Adenoidektomi tidak efektif mencegah otitis media akut berulang.

Otitis media dengan efusi

Otitis media dengan efusi adalah efusi telinga tengah dengan tidak ditemukan tanda infeksi akut, seperti otalgia dan demam. Otitis ini dapat terjadi pasca pengobatan otitis media akut sebelumnya. Lama efusi dapat dibagi tiga, akut (kurang dari 3 minggu), sub akut (3 minggu-3 bulan) dan kronis (lebih dari 3 bulan). Efusi dapat bersifat serosa, mukoid dan purulen.

Manifestasi klinis Otitis media dengan efusi

Pada otitis media dengan efusi, seringkali ditemukan membran timpani yang retraksi. Membran timpani biasanya keruh, mobilitasnya juga terganggu. Kadang-kadang, walaupun hanya ada sedikit efusi, dapat juga ditemukan adanya retraksi membran timpani dan berkurang mobilitas yang biasanya terjadi karena tekanan udara telinga tengah negatif. Keadaan tersebut bila ditemukan dalam keadaan ekstrem disebut “atelektesis membran timpani. Pendengaran biasanya terganggu, rasa penuh dalam telinga, tinitis dan bahkan vertigo dapat terjadi.

Pengobatan Otitis media dengan efusi

Oleh karena sekuel atau komplikasi yang terjadi jarang dan sedikit, maka otitis media dengan efusi tidak perlu diterapi. Disamping itu otitis media efusi ini seringkali sembuh dengan sendirinya. Tetapi pada keadaan tertentu dapat diberi terapi, misalnya efusi kronis yang bilateral dan gangguan pendengaran yang mencolok. Keadaan tersebut dapat diberikan terapi dengan kombinasi pemberian dekongestan dan antihistamin.

Pada efusi akut dan sub akut dapat diberikan antibiotik amoksisilin maupun amoksisilin-klavulanat selama 10-30 hari. Pada efusi kronis atau terjadi episode akut berulang disamping pemberian antibiotik, pilihan miringotomi dengan memasukkan pipa timpanostomi harus dipertimbangkan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki ventilasi telinga tengah. Adenoidektomi dapat juga dipertimbangkan tetapi efektivitasnya masih kurang.

Contoh kasus

STUDI KASUS: OTITIS MEDIA AKUT

Anak usia 2 tahun datang dengan keluhan panas tinggi, gelisah, batuk dan pilek serta telinga terasa sakit.

Penilaian

1. Apa yang anda lakukan selanjutnya dan mengapa?

Diagnosis

  • Anamnesis identifikasi faktor risiko pada pasien dan lama sakit.
  • Nilai keadaan klinis: Adakah tanda bahaya (Tidak mau minum, memuntahkan semuanya, kejang atau lethargi), tanda-tanda dini pneumonia (napas cepat atau tarikan dinding dada).

Hasil penilaian yang ditemukan pada keadaan tersebut adalah:

Pasien telah batuk dan pilek sejak 7 hari yang lalu namun nyeri telinga baru dirasakan 2 hari ini. Tidak ada riwayat atopi pada anak ataupun keluarga. Anak sadar, makan minum baik, muntah 1x. Laju napas 24x/menit, tidak ada tarikan dinding dada. Tidak ada ronkhi ataupun whezzing. Pada pemeriksaan telinga ditemukan adanya membrane timpani cembung, kemerahan. Sekret (-).

2. Berdasarkan penemuan diatas, apakah diagnosis pada kasus diatas?

Jawaban:

  • Otitis media akut
  • Selesma

Tatalaksana

3. Berdasarkan diagnosis, apakah rencana penatalaksanaan pada pasien ini?

Jawaban:

  • Tindakan suportif intake yang cukup, hidrasi, antipiretik
  • Pemberian antibiotika
  • Pemberian dekongestan
  • Tidak perlu dirawat ( rawat jalan)
  • Edukasi termasuk konseling kapan harus kontrol

Penilaian ulang

4. Dua hari kemudian anak masih demam tinggi, pemeriksaan membrana timpani bertambah cembung dan anak kesakitan

Jawaban:

  • Lakukan parasintesis

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang

Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.

ANATOMI

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

  • Batas luar : membran timpani
  • Batas depan : tuba Eustachius
  • Batas bawah : vena jugularis
  • Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
  • Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
  • Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium

Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani. Membran timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur, puncaknya dibentuk oleh umbo. Membran timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm dan membentuk sudut lancip yang berhubungan dengan dinding inferior liang telinga luar. Anulus fibrosus dari membran timpani mengaitkannya pada sulkus timpanikus. Selain itu, membran timpani melekat erat pada maleus yaitu pada prosesus lateral dan umbo.

Membran timpani dipisahkan menjadi bagian atas pars flaksid (membran Shrapnell) dan bagian bawah pars tensa (membran propria). Membran timpani merupakan struktur trilaminar. Permukaan lateralnya dibentuk oleh epitel skuamosa, sedangkan lapisan medial merupakan kelanjutan dari epitel mukosa dari telinga tengah. Di antara lapisan ini terdapat lapisan jaringan ikat, yang dikenal sebagai pars propria. Pars propria di umbo ini berguna untuk melindungi ujung distal manubrium.

image
Gambar Membran timpani normal pada telinga kanan. 1 = pars flaksid; 2 = prosesus brevis maleus; 3 = tangan dari maleus;4 = umbo; 5 = resesus supratuba; 6 = orifisium tuba; 7 = sel udara hipotimpani; 8 = tendon stapedius; c = chorda tympani; I = inkus; P = promontorium;o=oval window; R=round window; T = tensor timpani; A = anulus.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada memban timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawahbelakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya OMA.

Tuba eustachius meluas sekitar 35 mm dari sisi anterior rongga timpani ke sisi posterior nasofaring dan berfungsi untuk ventilasi, membersihkan dan melindungi telinga tengah. Lapisan mukosa tuba dipenuhi oleh sel mukosiliar, penting untuk fungsi pembersihannya. Bagian dua pertiga antromedial dari tuba Eustachius berisi fibrokartilaginosa, sedangkan sisanya adalah tulang. Dalam keadaan istirahat, tuba tertutup. Pembukaan tuba dilakukan oleh otot tensor veli palatini, dipersarafi oleh saraf trigeminal. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm.14,16

image
Gambar Perbedaan anatomi tuba Eustachius pada anak dan dewasa.

ETIOLOGI

Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia tracomatis.

Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA adalah H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A 4,3% pada pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil.

Sedangkan Titisari menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari 2005 yaitu S.aureus 78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%.

Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi dengan bakteri lain.

PATOFISIOLOGI

Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi.

Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena:

  1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal;
  2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan;
  3. adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.

Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun.

KLASIFIKASI

Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu:

  1. Stadium Oklusi
    Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna suram.

  2. Stadium Hiperemis
    Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.

  3. Stadium Supurasi
    Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

  4. Stadium Perforasi
    Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke liang telinga.

  5. Stadium Resolusi
    Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

Ada juga yang membagi OMA menjadi 5 stadium yang sedikit berbeda yaitu:

  1. stadium kataralis;
  2. stadium eksudasi;
  3. stadium supurasi;
  4. stadium penyembuhan; dan
  5. stadium komplikasi.

DIAGNOSIS

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:

  1. Penyakitnya muncul mendadak (akut);

  2. Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: menggembungnya gendang telinga, terbatas / tidak adanya gerakan gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang keluar dari telinga;

  3. Adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit.

Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis OMA, seperti otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

image
Gambar . Otitis media akut, tampak membran timpani eritem dan bulging.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.

Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah. Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga luar. Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien. Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah, bermanfaat pada anak yang

Salah satu penyebab penurunan pendengaran pada anak adalah otitis media efusi (OME). OME sering menyerang anak usia 1 tahun hingga 3 tahun, diikuti pada usia masuk sekolah, yaitu 4 tahun hingga 6 tahun.

Sebanyak 90% anak usia 10 tahun sekurang-kurangnya pernah mengalami satu kali episode OME.3 Meskipun banyak kasus OME sembuh spontan, tetapi 30% hingga 40% mengalami rekurensi setelah 3 bulan dan 5% sampai 10% kasus bisa bertahan hingga 1 tahun.

Di Inggris, OME menjadi alasan terbesar anak-anak untuk operasi dan setiap tahunnya
menghabiskan biaya sebesar 47,8 juta USD. Sementara di Amerika Serikat, sekitar 3 hingga 4 miliar USD setiap tahunnya dihabiskan untuk pengobatan OME.

OME bisa mengakibatkan gangguan pendengaran permanen, keterlambatan bicara, berbahasa, ketidaksempurnaan artikulasi, masalah komunikasi, gangguan performa anak di sekolah, dan gangguan intelek.

Identifikasi OME sedini mungkin penting untuk mencegah berbagai komplikasi dan
dampak merugikan di kemudian hari.

DEFINISI

Otitis media efusi (OME) adalah suatu proses inflamasi mukosa telinga tengah yang ditandai dengan adanya cairan non-purulen di telinga tengah tanpa tanda infeksi akut. Nama lain penyakit ini antara lain glue ear, allergic otitis media, mucoid ear, otitis media sekretoria, otitis media non-supuratif, dan otitis media serosa.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 90% anak usia di bawah 10 tahun pernah menderita OME. Insidens OME pada usia neonatus adalah 0-12%, usia 1 tahun 12%, usia 2 tahun 7-12%, usia 3-4 tahun 2-18%, usia 5 tahun 4-17%, usia 6-8 tahun 3-9%, dan usia 8-9 tahun 0-6%.

Di Inggris, 80% anak-anak usia sampai 4 tahun pernah menderita OME. Penelitian di Arab Saudi mendapatkan prevalensi OME 7,5% pada anak usia di bawah 8 tahun. Predileksi OME adalah jumlah anak lebih dari 4 orang, pendidikan ibu hanya setingkat sekolah dasar, tinggal di area rural, serta sering menderita OMA. Di Indonesia, Anggraeni R, et al, melakukan penelitian terhadap 7005 anak sekolah usia 6 tahun hingga 15 tahun dan mendapatkan 26 anak dengan diagnosis OME.10 Sementara Tamin mendapatkan prevalensi OME adalah 26,7% pada anak TK dan SD.

ETIOLOGI

Etiologi OME bersifat multipel. OME terjadi karena interaksi berbagai faktor host, alergi, faktor lingkungan, dan disfungsi tuba Eustachius. Tekanan telinga tengah negatif, abnormalitias imunologi, atau kombinasi kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama. Faktor penyebab lain adalah hipertrofi adenoid, adenoiditis kronik, palatoskisis, barotrauma, dan radang penyerta seperti sinusitis atau rinitis. OME bisa juga terjadi saat fase resolusi OMA. Saat proses inflamasi akut sudah sembuh, 45% pasien OMA mengalami efusi persisten setelah 1 bulan, berkurang menjadi 10% setelah 3 bulan

PATOFISIOLOGI

Teori klasik menjelaskan disfungsi persisten tuba Eustachius (TE). Fungsi TE adalah sebagai ventilasi, proteksi, dan drainase. Fungsi ventilasi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah sama dengan tekanan udara luar. Fungsi proteksi untuk perlindungan telinga tengah terhadap tekanan dan sekret nasofaring. Fungsi drainase untuk mengalirkan produksi sekret dari telinga tengah ke nasofaring.

TE tidak hanya tabung melainkan sebuah organ yang mengandung lumen dengan mukosa, kartilago, dikelilingi jaringan lunak, musculus tensor veli palatine, levator veli palatine, salpingofaringeus, dan tensor timpani. Tuba terdiri atas tulang rawan pada 2/3 ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang. Panjang tuba pada anak 17,5 mm, lebih pendek, lebih lebar, dan lebih horizontal daripada TE dewasa. Anatomi tuba pada anak inilah yang mengakibatkan sekret dari nasofaring dapat lebih mudah refluks ke dalam telinga tengah melalui TE.

Anatomi tuba pada anak dan pada dewasa
Gambar Anatomi tuba pada anak dan pada dewasa.

Disfungsi TE bisa terjadi karena upper respiratory tract infection (URTI), trauma, obstruksi mekanis, atau alergi yang mengakibatkan inflamasi. Jika disfungsi tuba persisten, akan terbentuk tekanan negatif dalam telinga tengah akibat absorpsi dan/ atau difusi nitrogen dan oksigen ke dalam sel mukosa telinga tengah. Selanjutnya sel mukosa akan menghasilkan transudasi, kemudian akan terjadi akumulasi cairan serous, berupa efusi steril sehingga terjadi OME. Jika disfungsi tuba Eustachius berlanjut, efusi menjadi media ideal untuk tumbuhnya bakteri, sehingga OME berubah menjadi OMA. Beberapa ahli mengoreksi teori ini karena ditemukan patogen pada OME, sama seperti pada kasus OMA.

Dari 62 kasus OME yang diteliti terdapat 28 kasus dengan kultur positif. Bakteri yang sering ditemukan antara lain S. pneumoniae, M. catarrhalis, dan H. influenzae, semuanya mampu membentuk biofilm. Biofilm adalah kumpulan sel mikroorganisme, khususnya bakteri yang menempel pada permukaan mukosa dan memproduksi struktur tiga dimensi yang ditutupi matriks eksopolisakarida. Biofilm ini mengakibatkan resistensi terhadap azitromisin dan terjadinya OME persisten karena mencegah penetrasi obat. Terdapat 9% kasus telinga sehat dengan biofilm dan semuanya tidak bergejala klinis. Cairan efusi tidak steril.

Penelitian O’Reilly, et al, pada 129 pasien pediatrik yang menjalani miringotomi dengan tube ventilasi mendapatkan pepsin A positif pada 64 pasien, tanda adanya aspirasi dari gaster ke nasofaring. Luo HN, et al, menjelaskan bahwa laringopharyngeal reflux (LPR) menyebabkan aspirasi pepsin ke TE, selanjutnya menginisiasi inflamasi. Mediator inflamasi yang dilepaskan menginduksi musin; efusi yang kaya musin merupakan media ideal untuk tumbuhnya bakteri.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Anak mengeluh pendengaran berkurang, biasanya ringan dan bisa dideteksi dengan audiogram. Selain itu, anak juga mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda (diplacusis binauralis) pada telinga yang sakit. Otalgia sering ringan. Pada anak balita, gejala sulit dikenali, tetapi timbul gangguan bicara dan bahasa karena pendengaran berkurang, kadang orang tua mengeluh anaknya berbicara dengan suara keras dan tidak respons saat dipanggil. Kadang tidak ada gejala pada anak. Temuan lain yaitu adanya riwayat bepergian dengan pesawat, diving, atau riwayat alergi.

Otoskopi

Pada pemeriksaan otoskopi terlihat membran timpani suram dan retraksi, kadang kekuningan, atau efusi kebiruan.

Membran timpani suram dan retraksi
Gambar Membran timpani suram dan retraksi.

Otoskopi Pneumatik

Pemeriksaan ini menunjukkan membran timpani retraksi atau bombans dengan mobilitas menurun. Sensitivitas pneumatik otoskopi adalah 94% dan spesifisitasnya 80%; merupakan metode diagnosis primer dan untuk membedakan OME dari OMA. Otoskopi pneumatik dilakukan sebelum timpanometri.

Audiometri Nada Murni

Pada pemeriksaan ini didapatkan tuli konduksi ringan sampai sedang. Tuli konduksi bilateral persisten lebih dari 25 dB dapat mengganggu perkembangan intelektual dan kemampuan berbicara anak.

Derajat ketulian menurut International Standard Organization (ISO):

0-25 dB : normal
.> 25-40 dB : tuli ringan
.> 40-55 dB : tuli sedang
.> 55-70 dB : tuli sedang berat
.> 70-90 dB : tuli berat
.> 90 dB : tuli sangat berat

Timpanometri

Timpanometri memberikan penilaian objektif mobilitas membran timpani, fungsi TE, dan fungsi telinga tengah dengan mengukur jumlah energi suara yang dipantulkan kembali oleh probe kecil yang ditempatkan pada liang telinga. Prosedur ini tidak nyeri, relatif sederhana, dan dapat dilakukan dengan portable screening unit. Hasil pemeriksaan timpanometri disebut timpanogram.

Timpanometri digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis OME. Pada timpanogram didapatkan hasil tipe B atau C. Tipe ini menunjukkan gerakan membran timpani terbatas karena adanya cairan atau perlekatan dalam kavum timpani. Sensitivitas dan spesifisitas timpanometri cukup tinggi (sensitivitas 94%, spesifisitas 50-70%) jika dibandingkan dengan miringotomi.

Hasil timpanogram
Gambar Hasil timpanogram

TATALAKSANA

Pengobatan OME masih menjadi perdebatan karena cara konservatif ataupun operatif masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Harus diteliti adanya faktor risiko yang akan menjadi predisposisi sekuele atau memprediksi OME persisten.

Faktor risiko yang memperlambat resolusi spontan OME:

  1. Penurunan pendengaran >30 dB
  2. Riwayat penggunaan tube timpanostomi sebelumnya
  3. Tidak pernah menjalani operasi adenoidektomi

Faktor risiko sekuele OME:

  1. Permanent hearing loss
  2. Keterlambatan atau gangguan berbicara dan berbahasa
  3. Autism spectrum disorder dan pervasive development disorder lainnya
  4. Sindrom (misalnya sindrom Down) atau gangguan kraniofasial yang meliputi keterlambatan bicara, bahasa, dan kognitif
  5. Kebutaan atau gangguan visual yang tidak bisa dikoreksi
  6. Cleft palate, yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan sindrom
  7. Gangguan pertumbuhan

Observasi ketat sangat dianjurkan untuk anak-anak dengan faktor risiko di atas. Tes pendengaran disarankan jika OME menetap selama 3 bulan atau lebih. Pada anak-anak tanpa risiko, disarankan evaluasi setiap 3-6 bulan sampai efusi terserap, teridentifikasinya struktur membran timpani abnormal, gangguan pendengaran, bicara, dan bahasa. Dengan strategi observasi, penggunaan tube ventilation di Inggris berkurang dari 43.300 pada tahun 1994-1995 menjadi 25.442 pada
tahun 2009-2010.

Penatalaksanaan OME yang pernah diteliti, antara lain:

Anti-histamin/ dekongestan

Pada berbagai percobaan klinis, efikasi anti-histamin/dekongestan tidak dapat dibuktikan. Meta-analisis dari 3 uji coba acak yang membandingkan antihistamin- dekongestan dengan plasebo untuk terapi OME tidak menunjukkan perbedaan (0%, confidence interval 95%:-7 s/d 7%). Tidak ada bukti untuk mendukung pemberian obat ini pada OME.28 Penelitian pada 1880 partisipan tidak menemukan manfaat klinis bermakna antihistamin/dekongestan.

Kortikosteroid

Secara teori, kortikosteroid bermanfaat untuk pengobatan OME. Mekanisme anti-inflamasi terjadi karena penghambatan fosfolipase A2, yang kemudian menghambat pembentukan asam arakidonat, sehingga menghambat sintesis mediator inflamasi, peningkatan regulasi ion natrium transepitelial, menyebabkan pengosongan cairan dari telinga tengah dan menekan produksi musin dengan cara menekan musin5ac (MUC5AC). Bukti ilmiah perbaikan jangka pendek penggunaan kortikosteroid intranasal masih terbatas.

Clinical practice guideline dari American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery tidak merekomendasikan penggunaan kortikosteroid oral ataupun intranasal. Meta-analisis menunjukkan tidak ada manfaat steroid oral dalam 2 minggu, tetapi steroid oral dengan antimikroba lebih bermanfaat jangka pendek dibandingkan antimikroba saja; setelah beberapa minggu perbedaan manfaat tidak signifikan. Outcome setelah 12 minggu penggunaan kortikosteroid intranasal plus antibiotik ekuivalen dengan pemberian antibiotik saja.

Antibiotik

Banyaknya studi yang menunjukkan bakteri pada cairan efusi, menyebabkan amoksisilin dipergunakan sebagai antibiotik lini pertama. Mendel, et al, melaporkan pada 518 pasien anak dengan OME, penyembuhan dengan amoksilin dengan atau tanpa kombinasi antihistamin dekongestan 2 kali lebih tinggi dibandingkan plasebo. Namun, antibiotik rutin tidak dianjurkan karena risiko resistensi. Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan atau tanpa kortikosteroid tidak terbukti efektif untuk OME.

Ciprofloxacin topikal (fluoroquinolon ototopikal) juga dapat digunakan. Fluoroquinolon tidak menyebabkan toksisitas koklear atau vestibuler. Penggunaannya diindikasikan pada pasien OME bilateral pediatrik yang sudah dioperasi dengan myringotomi-tube insertion. Dosisnya 6 mg pada masing-masing telinga kemudian cairan efusi diisap dengan suction.

Miringotomi

Miringotomi (timpanostomi) - pemasangan pipa ventilasi untuk evakuasi cairan dari dalam telinga tengah. Tujuannya adalah menghilangkan cairan di telinga tengah, mengatasi gangguan pendengaran, mencegah kekambuhan, mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa, dan psikososial.

Indikasi pembedahan pada OME tergantung status pendengaran, gejala, risiko tumbuh kembang, dan kemungkinan efusi sembuh spontan. Operasi dilakukan setelah pengobatan konservatif selama 3 bulan gagal. Daniel, et al, menemukan bahwa seperempat kasus perlu miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi dalam
2 tahun. Untuk kasus OME unilateral dengan pendengaran normal pada telinga kontralateral, pipa ventilasi direkomendasikan setelah 6 bulan.

Adenoidektomi

Adenoidektomi dengan pemasangan miringotomi pipa ventilasi direkomendasikan pada anak usia 4 tahun atau lebih. Untuk anak usia di bawah 4 tahun, adenoidektomi dilakukan jika terdapat hipertrofi adenoid yang menimbulkan keluhan hidung buntu dan adenoiditis kronik. Pasien OME usia 2-11 tahun yang menjalani adenoidektomi atau miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi hasilnya lebih baik daripada tanpa pipa.

Penelitian pada 578 anak-anak berusia 4 sampai 8 tahun di Texas dengan OME kronis yang tidak respons terhadap antibiotik merekomendasikan bahwa adenoidektomi dan miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi lebih baik daripada miringotomi saja. Berdasarkan data tersebut, adenoidektomi dan miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk terapi OME kronik pada anak dengan usia ≥4 tahun.

Rekomendasi penggunaan timpanostomi (miringotomi) dengan pipa ventilasi pada anak
Gambar Rekomendasi penggunaan timpanostomi (miringotomi) dengan pipa ventilasi pada anak.

Pada pasien usia 6 bulan hingga 12 tahun dengan diagnosis OME persisten (≥3 bulan) dilakukan tes pendengaran. Apabila didapatkan hasil OME kronik bilateral dan kesulitan pendengaran, disarankan timpanostomi dengan pemasangan pipa ventilasi; jika orang tua tidak setuju, pasien anak dievaluasi setiap 3 bulan hingga 6 bulan sampai efusi tidak ada lagi, terdapat gangguan pendengaran signifikan, atau dicurigai abnormalitas struktural.

Pada pasien OME usia 6 bulan hingga 12 tahun dengan faktor risiko, diperiksa lagi dengan timpanogram tipe B. Jika didapatkan OME kronis unilateral atau bilateral, disarankan timpanostomi dengan pemasangan pipa ventilasi. Jika tidak, anak dievaluasi hingga OME-nya sembuh; OME dapat menjadi persisten setelah ≥3 bulan, atau terdapat timpanogram tipe B.

PROGNOSIS

Secara umum prognosis OME baik. Kasus OME pada anak usia 2-4 tahun, sebanyak 50% sembuh dalam 3 bulan dan 95% dalam setahun. Sekitar 5% anak-anak OME yang tidak dibedah mengalami OME persisten dalam setahun.

Gangguan pendengaran merupakan komplikasi OME yang paling sering, biasanya konduktif, mungkin sensorineural, atau keduanya. Jenis sensorineural biasanya permanen. Sebuah studi kohort pada 534 anak melaporkan bahwa OME pada anak dapat menyebabkan kesulitan mendengar pada usia 5 tahun (odds ratio 1,44; 95% confidence interval 1,18 s/d 1,76) dan dikaitkan dengan gangguan bahasa pada anak-anak hingga usia 10 tahun.

SIMPULAN

OME pada anak memerlukan perhatian mengingat komplikasi yang bisa mempengaruhi aspek perkembangan anak, seperti bahasa dan inteligensia. Tindakan operatif berupa miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi masih merupakan pilihan utama, terutama pada anak dengan faktor risiko. Untuk pasien anak dengan OME tanpa faktor risiko, watchful waiting masih bisa dilakukan.

Sumber :
Rimelda Aquinas, Tatalaksana Otitis Media Efusi pada Anak, RS THT-Bedah KL Proklamasi BSD, Tangerang Selatan