Apa yang dimaksud dengan Action Learning atau Pembelajaran Tindakan?

Pembelajaran Tindakan

Pembelajaran Tindakan (Action Learning) adalah proses yang melibatkan kelompok kecil yang mengerjakan masalah nyata dan mengambil tindakan, serta belajar sebagai individu, sebagai tim, dan sebagai organisasi.

Pembelajaran tindakan merupakan pendekatan pemecahan masalah yang melibatkan pengambilan tindakan dan merefleksikan hasil. Ini membantu meningkatkan proses pemecahan masalah serta menyederhanakan solusi yang dikembangkan oleh tim.

Pembelajaran tindakan atau Action Learning dicetuskan oleh Reginald Revans (1907-2003), seorang atlet Olimpiade, mahasiswa fisika nuklir, administrator pendidikan dan profesor manajemen. Teori ini merupakan jawaban dari masalah sosial dan organisasi yang sulit diselesaikan baik oleh John Dewey dan Kurt Lewin.

Teori Action Learning didasarkan pada pragmatisme mendasar tentang apa yang bisa dan harus dilakukan sekarang, serta pandangan humanistik yang mendalam tentang potensi manusia. Pembelajaran tindakan dapat dilihat sebagai bagian dari keluarga yang lebih luas dari pendekatan berbasis tindakan (misalnya action research atau action science) terkait penelitian dan pembelajaran

Kesulitan utama dalam meneliti action learning adalah kurangnya definisi yang disepakati. Seperti yang dicatat Weinstein, ‘itu berarti hal yang berbeda bagi orang yang berbeda’ (1995: 32). Revans menghindari adanya definisi tunggal, dengan hanya mendefinisikan ‘apa yang bukan pembelajaran tindakan’ (1998: 87). Sebuah alternatif untuk pencarian definisi tunggal dilakukan oleh Marsick dan O’Neill (1999), yang mendefinisikan tiga subkategori action learning, yaitu : refleksi ilmiah, pengalaman dan kritis.

Action learning tidak mengikuti satu pendekatan apapun, tetapi paling baik dijelaskan sebagai disiplin atau filosofi praktis yang merangkul berbagai praktik di sekitar inti nilai bersama. Action learning tampaknya telah berkembang sebagai ‘etos’ atau cara berpikir umum tentang belajar dan mengajar, daripada sebagai seperangkat praktik tertentu (Pedler et al., 2005: 64-5).

Prinsip Action Learning


Willis telah mengumpulkan sekitar 23 prinsip action learning (Willis, 2004), dimana terdapat beberapa poin kunci untuk memahami sifat action learning sebagai sebuah konsep dan praktik. Poin-poin kunci tersebut antara lain ;

  • Cara belajar sambil melakukan. Action learning bertujuan untuk belajar dari masalah didalam organisasi dan menyelesaikan masalah tersebut. Action learning berbeda dengan ‘learning by doing’ yang menekankan pada pembelajaran sesuatu yang baru dan berada di luar peran mereka saat ini. Action learning mempunyai tujuan "untuk membantu Anda keluar dari “kandang” pemikiran Anda saat ini ', dan melakukannya dengan “memberikan ruang bagi orang-orang untuk berefleksi, untuk mempertanyakan apa yang sedang mereka lakukan dan untuk menantang asumsi mereka sendiri dan orang lain” (Pedler dan Boutall, 1992).

  • Berbasis di sekitar ‘set’. Perangkat action learning biasanya terdiri dari lima hingga delapan pegawai yang saling menawarkan nasihat dan dorongan serta saling menantang untuk berpikir dan bertindak. Sekumpulan karyawan tersebut akan membahas situasi masing-masing anggota secara bergantian. Set biasanya memiliki fasilitator, yang memandu diskusi, dimana idealnya tanpa menyumbangkan keahlian subjektifnya.

  • Filsafat sebagai praktik. Meskipun Reg Revans (1980), menetapkan praktik inti tertentu, ia merasa bahwa setiap set harus mengembangkan norma dan strukturnya sendiri. Aspek terpenting dari action learning adalah prinsip-prinsip bahwa pembelajaran harus dilakuakn secara terbuka, reflektif, praktis dan saling berbagi.

  • Berfokus pada ‘masalah’ bukan ‘teka-teki’. Action learning paling baik diterapkan pada situasi di mana tidak ada solusi tunggal dan di mana “Beberapa manajer yang jujur, berpengalaman dan bijaksana, menganjurkan tindakan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai mereka yang berbeda, pengalaman masa lalu mereka yang berbeda, dan harapan mereka yang berbeda untuk masa depan.” (Revans, 1998)

  • Bidang yang berkembang. Kurangnya bentuk dan prosedur yang tetap dan pasti mempunyai arti bahwa praktik action learning ‘sangat situasional’ (Koo, 1999) dan terus berkembang.

  • Risiko tinggi, keuntungan tinggi. Dalam bentuknya yang murni, tidak ada kendali atas bagaimana perangkat action learning dijalankan atau ditetapkan. Dengan memberdayakan anggota untuk menyesuaikan struktur dan praktik set mereka, action learning merupakan proses yang lebih terbuka dan menantang serta produktif. Meskipun demikian, prinsip ini tidak selalu diterapkan dalam dunia praktik, mengingat kurangnya kontrol didalam paraktiknya merupakan sesuatu yang berisiko, diman jika action learning terbukti tidak efektif, maka banyak “sumber daya” yang terbuang sia-sia, terutama usaha dan waktu yang dikeluarkan oleh anggota tim.

Referensi :

  • Pedler M and Boutall J (1992), Action learning for change: a resource book for managers and other professionals, National Health Service Training Directorate
  • Revans R (1980), Action Learning: New Techniques for Managers, Blond & Briggs
  • Revans R (1998), ABC of Action Learning, third edition, Lemos and Crane
  • Koo L (1999), ‘Learning Action Learning’, Journal of Workplace Learning, 11(3): 89 ff
  • Weinstein, K. (1995) Action Learning: A Journey in Discovery and Development. London: HarperCollins.
  • Marsick, V. and O’Neill, J. (1999) ‘The many faces of action learning’, Management Learning, 30(2): 159–176.
  • Pedler, M., Burgoyne, J.G. and Brook, C. (2005) ‘What has action learning learned to become?’, Action Learning: Research & Practice, 2(1): 49–68.
  • Willis, V. (2004) ‘Inspecting cases: prevailing degrees of action learning using Revans’ theory and rules of engagement as standard’, Action Learning: Research & Practice, 1(1): 11–27.