Apa yang dimaksud dengan abses gingiva?

Abses gingiva dapat terjadi pada jaringan yang sama sekali tidak terkena penyakit periodontal.
Apa yang dimaksud dengan abses gingiva?

Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya lubang yang berisi nanah (pus) dalam jaringan yang sakit. Dental abses artinya abses yang terbentuk di dalam jaringan periapikal atau periodontal karena infeksi gigi atau perluasan dari gangren pulpa. Abses yang terbentuk merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit pipi, dan membentuk fistel.

Gusi adalah bagian mukosa mulut yang menutupi prosesus alveolar rahang dan mengelilingi leher gigi. Gingival adalah bahasa yang digunakan secara umum dalam bidang kedokteran gigi. Sedangkan gusi adalah bahasa pasaran yang digunakan masyarakat secara luas.

Abses gingival merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingival). Abses gingival terjadi karena faktor iritasi, seperti plak, kalkulus, invasi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan. Terkadang pula akibat gigi yang akan tumbuh.

ANATOMI GINGIVAL


Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang mengelilingi gigi. Gingiva melekat pada gigi dan tulang alveolar. Pada permukaan vestibulum di kedua rahang, gingiva secara jelas dibatasi mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh garis yang bergelombang disebut perlekatan mukogingiva. Garis demarkasi yang sama juga ditemukan pada aspek lingual mandibular antara gingival dan mukosa mulut. Pada palatum, gingiva menyatu dengan palatum dan tidak ada perlekatan mukogingiva yang nyata Gingival, lebih dikenal dengan gusi adalah mukosa di dalam mulut yang menutupi tulang alveolar dan menyelimuti leher gigi.

image

Gingiva secara anatomis dibagi atas :

  1. Marginal (unattached)
    Yaitu tepi atau pinggir gingiva yang mengelilingi gigi. Bagian ini berbatasan dengan attached gingival atau suatu lekukan dangkal yang disebut free gingival groove. Lebar gingiva kurang lebih 1 mm, dapat dilakukan dengan alat periodontal probe dan permukaan gigi.

  2. Attached
    Attached gingival tidak terpisah dengan marginal gingival. Padat, lenting, (resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar sampai meluas ke mukosa alveolar. Yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko gingival junction.

  3. Interdental gingival
    Mengisi embrassur gingiva, yaitu ruang proximal, di bawah daerah kontak gigi. IG biasanya terdiri dari 2 papilla di vestibular dan oral.

PATOGENESA


image

Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksinnya ke dalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk. Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi.

Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel darah dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan interstitial pada daerah yang cedera atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dan fungsiolaesa (perubahan fungsi).

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.

Bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase, enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.

Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.

Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal sering kali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.

Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih- alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.

Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (piogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.

Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya sering kali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami.

Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.

Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.

Penyebaran abses selanjutnya adalah:

1. Periostitis

Perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut.

Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.

2. Abses Gingival

Port d’entry MikroOrganisme (MO) dapat melalui karies yang ada pada gigi. Kemudian MO ini berkembang-biak, mutiplikasi, mengeluarkan produk- produknya, dan menjalar hingga pulpa. Kemudian terjadilah pulpitis. Bila tetap tidak mendapat perawatan, MO ini akan terus berkembang biak dan menjalar hingga saluran akar yang akhirnya dapat membuntu saluran ini (ditambah dengan adanya produk-produk radang) sehingga pembuluh darah pun tidak bisa memberikan nutrisinya dan terjadilah kematian pulpa oleh karena nekrosis.

Dari nekrosis ini, terjadilah spread of infection sehingga timbul abses periapikal. Kemudian, terus multiplikasi bakteri dan produk-produk radang tadi terus terjadi dan menjalar hingga tulang dan terjadilah osteomyelitis (bila mengenai sumsum tulang, dan komponen tulang alveolar lainnya). Tulang yang terkena infeksi ini juga akan kekurangan nutrisi dari pembuluh darah dan akibatnya terjadi penurunan densitas tulang. Bila tidak cepat ditangani, maka infeksi terus menjalar hingg periosteum dan terjadilah periostitis.

Periostitis ini dapat menyebabkan trismus karena bakteri dapat menyebar ke otot melalui periosteum. Bila port d’entry melalui margin atau sulkus gingival, maka keradangan terjadi di daerah ligamen periodontal dan menyebabkan lebarnya periodontal space. Kemudian penjalaran infeksi sampai pada bagian gingiva sehingga menimbulkan gingival abses.

3. Abses subperiosteal

Abses subperiosteal terjadi di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil menembus korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.

4. Fascial abscess

Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat.

Fascial spaces dibagi menjadi :

Fascial spaces primer

  1. Maksila

    • Canine spaces
    • Buccal spaces
    • Infratemporal spaces
  2. Mandibula

    • Submental spaces
    • Buccal spaces
    • Sublingual spaces
    • Submandibular spaces

Fascial spaces sekunder

Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.

Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.

  • Canine spaces
    Berisi muskulus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus.

  • Buccal spaces
    Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. fascialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan.

  • Infratemporal spaces
    Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar.

  • Submental space
    Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

  • Sublingual space
    Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

  • Submandibular space
    Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.

  • Masticator space
    Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari

m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.

  • Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)
    Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, dan trismus.

  • Retropharyngeal space (posterior visceral space)
    Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, dan stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n. cranial bawah, Horner syndrome).

ETIOLOGI


Abses gingival terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam gigi, penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut. Bakteri itu adalah kokus aerob gram positif, dan kokus anaerob gram seperti fusobakteria, Streptococcus sp, dan bakteri lainnya. Bakteri terdapat dalam plak yang berisi sisa makanan dan kombinasi dengan air liur. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen.

Abses gingival ini terjadi akibat adanya faktor iritasi seperti plak, kalkulus, karies dentis, invasi bakteri (Staphylococcus aureus, Streptococcus, dan Haemophilis influenzae), inpaksi makanan atau trauma jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar sehingga terjadi gigi goyang.

Gingival abses terjadi ketika bakteri menginfeksi gusi anda, menyebabkan penyakit gusi (yang dikenal sebagai periodontitis). Periodontitis menyebabkan radang di dalam gusi anda, yang dapat membuat jaringan yang mengelilingi akar gigi anda (periodontal ligamen) terpisah dari dasar tulang gigi anda. Perpisahan ini menciptakan suatu celah kecil yang dikenal sebagai suatu periodontal pocket, yang sulit untuk dibersihkan, dan membolehkankan bakteri masuk dan menyebar.

Gingival abses selalu terjadi akibat hasil dari :

  • Penanganan gigi yang yang menciptakan periodontal pocket secara kebetulan,

  • Penggunaan antibiotik yang tidak diperlakukan untuk periodontitis, yang dapat menyembunyikan suatu abses, dan

  • Kerusakan pada gusi, walaupun tidak terdapat periodontitis.

MANIFESTASI KLINIK


Gejala utama abses gingival adalah nyeri pada gigi yang terinfeksi, yang dapat berdenyut dan keras. Pada umumnya nyeri dengan tiba-tiba, dan secara berangsur-angsur bertambah buruk dalam beberapa jam dan beberapa hari. Dapat juga ditemukan nyeri menjalar sampai ke telinga, turun ke rahang, dan leher pada sisi gigi yang sakit.

Pembentukan abses ini melalui beberapa stadium dengan masing-masing stadium mempunyai gejala-gejala tersendiri, yaitu:

1. Stadium subperiostal dan periostal

  • Pembengkakan belum terlihat jelas
  • Warna mukosa masih normal
  • Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat
  • Palpasi sakit dengan konsistensi keras.

2. Stadium serosa

  • Abses sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika serosa dari tulang dan pembengkakan sudah ada
  • Mukosa mengalami hiperemi dan merah
  • Rasa sakit yang mendalam
  • Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi.

3. Stadium submukosa

  • Pembengkakan jelas tampak
  • Rasa sakit mulai berkurang
  • Mukosa merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat
  • Perkusi pada gigi yang terlibat terasa sakit
  • Palpasi sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada fluktuasi.

4. Stadium subkutan

  • Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit
  • Warna kulit di tepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat
  • Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah
  • Turgor kencang, berkilat, dan berfluktuasi tidak nyata.

Gejala-gejala umum dari abses gingiva adalah :

  • Gigi terasa sensitif kepada air sejuk atau panas
  • Rasa pahit di dalam mulut.
  • Nafas berbau busuk.
  • Kelenjar leher bengkak
  • Bagian rahang bengkak (sangat serius).
  • Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil
  • Denyut nadi cepat atau takikardi
  • Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise)
  • Bila otot-otot perkunyahan terkena maka akan terjadi trismus
  • Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut
  • Pemeriksaan laboratorium terlihat adanya leukositosis.

DIAGNOSA


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

PENATALAKSANAAN


Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gingival adalah mengikuti perawatan gigi. Dokter gigi akan mengobati abses dengan menggunakan prosedur perawatan abses gigi dalam beberapa kasus, pembedahan, atau kedua-duanya.

A. Farmakoterapi

1. Analgesik

Abses gingival sangat nyeri, tetapi dapat digunakan obat penghilang sakit (analgesik), yang tersedia di apotek, untuk mengurangi nyeri ketika menunggu perawatan dari dokter gigi. Selalu membaca dan mengikuti informasi pada paket tentang berapa banyak untuk mengambil dan seberapa sering, dan hati-hati untuk penggunaan dosis maximum. Perlu diketahui, bahwa obat penghilang sakit tidak bisa menyembuhkan abses gingival. Analgesik ini biasanya digunakan untuk penundaan perawatan abses gigi.

Ikuti petunjuk di bawah tentang cara pemakaian analgesics dengan aman :

  • Jangan memakai ibuprofen jika menderita asma, atau jika kamu mempunyai, atau pernah mempunyai ulcer gastric.

  • Jangan terlalu sering memakai obat penghilang sakit di satu waktu tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan dokter, perawat, healthcare profesional lainnya. Ini dapat berbahaya sebab banyak orang over-the-counter (OTC) produk berisi obat penghilang sakit serupa, seperti parasetamol atau ibuprofen dengan atau tanpa kodein, dan terlalu banyak kombinasi produk.

  • Ibuprofen dan parasetamol kedua-duanya tersedia dalam bentuk sirup untuk anak-anak.

  • Aspirin tidak cocok untuk anak-anak di bawah umur 16 tahun.

  • Untuk ibu hamil dan menyusui baik digunakan parasetamol.

  • Jika nyeri hebat, boleh menentukan analgesik yang lebih kuat, seperti kodein fosfat. Sebagai alternatif, jika sedang mengkonsumsi kodein dosis rendah, dokter boleh menyarankan meningkatkan dosis itu.

2. Antibiotik

Antibiotik untuk abses gingival digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi, dan dapat dipakai bersama anaigesik (painkiller). Antibiotik seperti amoxisillin atau metronidazol dapat digunakan jika :

  • Wajah bengkak, ini menunjukkan infeksi atau peradangan menyebar ke area sekelilingnya.

  • Terlihat tanda-tanda dari infeksi berat, seperti demam atau pembengkakan kelenjar.

  • Daya tahan tubuh menurun, seperti orang yang telah di kemoterapi, atau seperti infeksi HIV positif,

  • Peningkatan faktor resiko seperti diabetes mellitus, dan resiko endokarditis.

  • Antibiotik tidak harus digunakan untuk penundaan perawatan gigi. Anda harus mengunjungi dokter gigi jika anda mempunyai abses gingival.

B. Dental prosedur

Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gingival adalah insisi (dibuka) absesnya, dan di drainase nanah yang berisi bakteri. Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah di anestesi lokal terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa. Pada abses gingival, dokter gigi akan mengeluarkan nanah (pus), dan secara menyeluruh membersihkan periodontal pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi dengan scaling dan garis gusi untuk membantu penyembuhan dan mencegah infeksi atau peradangan lebih lanjut.

C. Surgery

Jika terjadi infeksi berulang, anda harus mengunjungi dokter ahli bedah untuk yang dapat membentuk kembali jaringan gusi untuk selamanya dan memindahkan periodontal pocket. Dalam beberapa kasus, infeksi abses gingival dapat terulang bahkan setelah prosedur pembedahan. Jika ini terjadi, atau jika gigi telah pecah, mungkin perlu dipindahkan semuanya.

Berikut adalah penatalaksanaan berdasarkan stadium terjadinya abses :

  • Stadium periostal dan sub periostal
    Dilakukan trepanasi untuk mengeluarkan nanah dan gas gangren yang terbentuk, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, anti inflamasi, antipiretika, analgesika, dan roboransia. Dengan cara ini diharapkan abses tidak meluas dan dapat sembuh.

  • Stadium serosa
    Dianjurkan untuk kumur-kumur air garam hangat kuku dan kompres panas, supaya abses masuk kearah rongga mulut.

  • Stadium submukosa dan subkutan
    Dilakukan insisi dan dimasukkan kain gaas steril atau rubber-dam sebagai drainase, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, antiinflamasi, antipiretika, analgesika, dan roboransia. Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomielitis.

KOMPLIKASI


  • Gigi tercabut.
  • Infeksi kejaringan lunak (selulitis fasial, angina Ludwig).
  • Infeksi kejaringan tulang (osteomielitis mandibula atau maksila).
  • Infeksi ke bagian tubuh lain menyebabkan abses serebral, endokarditis, pneumonia, dll.
  • Dapat terjadi sepsis.

PENCEGAHAN


Untuk mencegah terjadinya abses gingival :

  • Sikat gigi dengan cara yang benar dan gunakan pasta gigi yang nyaman untuk kesehatan gigi dan gusi anda.

  • Periksakan gigi anda rutin tiap 6 bulan sekali ke dokter gigi.

  • Kurangi makanan yang manis dan yang kering.

Bila sudah terjadi abses gingival, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membatasi nyeri dan tekanan pada abses gingival, meliputi:

  • Hindari makanan dan minuman yang terlalu dingin atau terlalu panas,
  • Makan makanan lunak,
  • Makan dengan menggunakan sisi yang berlawanan dari abses, dan
  • Penggunaan sikat gigi yang lembut dan serat halus seperti sutra di sekitar gigi yang sakit.
  • Minum obat pereda sakit bila perlu dan jangan menggigit pada gigi yang sakit.
  • Berkumur air garam hangat sehabis makan untuk membersihkan bagian tersebut (Caranya : masukkan garam kedalam air hangat, kumur-kumur, dan diamkan sebentar air garam tersebut di dalam mulut. Ulangi beberapa kali).
  • Segera perikasa ke dokter gigi.

PROGNOSIS


Prognosis dari abses gingival adalah baik terutama apabila di terapi dengan segera menggunakan antibiotika yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik, akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk serta kemungkinan amputasi lebih besar.