Apa Yang Dimaksud Dengan Sinematografi?

Sinematografi (dari bahasa Yunani: 'kinema"gerakan" dan graphein - “merekam”) merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengemban cerita).

Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannyapun mirip. Perbedaannya, peralatan fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar.

Sinematografi berasal diturunkan dari bahasa Yunani yang berarti “menulis dengan gerakan” (Brown, 2012). Sinema adalah bahasa yang didalamnya terdapat kosa kata dan sub bahasa tentang lensa, komposisi, desain visual, pencahayaan, image control, continuity, movement, dan point-of-view, yang dengan bahasa ini kita bisa membuat “puisi”. (Brown, 2012). Seni dalam membuat “visual movements” untuk tujuan spesifik seperti untuk memberikan informasi atau untuk menghibur.

Sinematografi bukan hanya pengambilan gambar namun meliputi pembangunan ide, kata-kata, aksi, emosi, tone, dan berbagai format komunikasi nonverbal dan meramunya dalam karya visual (Brown, 2012).

Secara definitif, istilah sinematografi diartikan sebagai teknik perfilman atau teknik pembuatan film. Istilah sinematografi ini merupakan serapan dari bahasa Inggris, cinematography, yang berasal dari kata cinema. Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English mendefinisikan cinema sebagai berikut.[1]

1. Theatre in which films are shown. 2. Motion picture as an art form or an industry” (1. Cinema sebagai teater tempat dimana film dipertunjukan. 2. cinema sebagai sebuah bentuk karya seni atau film sebagai sebuah industri.)

Dari definisi tersebut, terdapat dua pandangan yaitu sinema sebagai sebuah tempat pertunjukan dan sinema dalam artian sebuah bentuk karya seni atau film sebagai sebuah industri. Definisi sinema yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sinema sebagai sebuah bentuk karya seni atau sebuah industri.

Sedangkan menurut The Copyright Act 98 of 1978 Afrika Selatan mendefinisikan karya sinematografi sebagai berikut:[2]

Any fixation or storage by any means whatsoever on film or any other material of data, signals or a sequence of images capable, when used in conjuction with any other mechanical, electronic or other device, of being seen as a moving picture and of reproduction, and includes the sound-track associated with the film, but shall not include a computer program” (setiap ciptaan dalam bentuk film, data material, sinyal atau gambar yang saling berhubungan, yang digunakan dengan system mekanika, elektronik, atau lainnya, dan dilihat sebagai suatu gambar yang bergerak yang termasuk juga perbanyakannya, soundtrack yang terasosiasi dengan filmnya, namun tidak termasuk program computer dari film tersebut)

Definisi karya sinematografi yang dijelaskan dalam The Copyright Act 98 of 1978 Afrika Selatan di atas merupakan definisi yang jelas dan lengkap untuk menerangkan apa yang dimaksud dengan karya sinematografi, sehingga definisi karya sinematografi tersebutlah yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini.

Sinematografi, meskipun berkaitan erat dengan film, memiliki perbedaan dengan filmologi (filmology) maupun filmografi (filmography). Ephraim Kate mendefinisikan filmologi sebagai sebuah studi dan analisis terhadap landasan psikologis dari aspek estetika sebuah film dan konsekuensi social, moral, dan emosional yang ditimbulkan. Sedangkan filmografi didefinisikan sebagai gambaran kerja dari pihak yang terlibat dalam sebuah karya film, biasanya secara kronologis, khususnya sutradara, penulis naskah, kamerawan, actor dan setiap orang yang berhubungan dengan film. [3] Melihat dari kedua definisi tersebut jelaslah bahwa antara sinematografi, filmologi, maupun filmografi masing-masing merupakan istilah yang berbeda.

Menurut penjelasan pasal 12 huruf (k) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta ditentukan bahwa karya sinematografi merupakan media komunikasi gambar gerak (moving images), yang ruang lingkupnya meliputi film dokumenter, film iklan, reportase, atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun.

Dalam penjelasan pasal 12 huruf (k) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta ini juga dijelaskan bahwa yang termasuk dalam ruang lingkup karya sinematografi adalah ciptaan yang dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik, dan atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau media lainnya.

Karya sinematografi ini dapat dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi, ataupun perorangan. [4] Karya sinematografi yang dibuat baik itu oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi, ataupun perorangan adalah berupa film dokumenter, film iklan, reportase, atau film cerita yang dibuat dengan skenario, film kartun, ataupun bentuk karya sinematografi lainnya seperti tayangan televisi yang berupa sinetron maupun reality show.

Pencipta atau pemegang Hak Cipta suatu karya sinematografi memiliki hak eksklusif untuk melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan karya sinematografi tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan karya sinematografi tersebut. Tindakan- tindakan tersebut antara lain mereproduksi karya sinematografi tersebut, melakukan tindakan agar karya sinematografi tersebut dilihat oleh publik dan soundtrack dari karya sinematografi tersebut didengar oleh publik, menyiarkan karya sinematografi tersebut, membuat karya adaptasi dari karya sinematografi tersebut serta mengcopy karya sinematografi tersebut.[5]

Dasar hukum pengaturan dari karya sinematografi selain diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia juga diatur dalam pasal 2 ayat (1) Berne Convention, yaitu:

The expression “literary and artistic works” shall include every production in the literary, scientific, and artistic domain, whatever may be the mode or form of its expression, such as books, pamphlets and other writings; lecturers, addresses, sermons and other works of the same nature; assimilated works expressed by a procces analogous to cinematography; works of drawing, painting, architecture, sculpture- enggraving and lithography, photographic works to which are assimilated works expressed by a process analogous to photography; works of applied art; illustrations, maps, plains, sketches and three- dimentional works relative to geography, topography, architecture or science.”( yang termasuk ekspresi dari karya sastra maupun seni adalah pembuatan karya sastra, penelitian ilmiah, atau karya seni dalam bentuk apapun, antara lain buku, pamphlet, dan tulisan lainnya; bahan bacaan, pidato dan ciptaan lainnya yang serupa; ciptaan yang dibuat dengan suatu proses sinematografi; gambar, lukisan, arsitektur, pahatan patung, litografi, ciptaan yang merupakan hasil dari proses fotografi; ilustrasi, peta, sketsa, ciptaan 3 dimensi yang berhubungan dengan geografi, topografi, arsitektur atau ilmiah.)

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu produk dari karya sinematografi adalah film. Film adalah suatu karya cipta dan budaya yang merupakan media komunikasi pandang dengar, yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukan dan/atau ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, elektronik dan lain sebagainya.[6]

Menurut isi dan sasarannya film digolongkan sebagai berikut:[7]

  1. Film Dokumenter (Documentary Films), yaitu film yang menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tidak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film documenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin.

  2. Film Cerita Pendek (Short Films), yaitu film yang biasanya berdurasi dibawah enam puluh menit. Jenis film ini biasa dihasilkan oleh mahasiswa jurusan film atau orang/sekelompok orang yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekalipun demikian, ada juga yang mengkhususkan untuk memproduksi film pendek. Umumnya produksi ini dipasok ke rumah-rumah produksi atau saluran televisi.

  3. Film cerita panjang (Feature-length Film), yaitu film yang memiliki durasi lebih dari enam puluh menit, yang biasanya mencapai 90-100 menit. Film jenis ini khusus diputar di bioskop-bioskop.

  4. Film-film jenis lain

    • Profil perusahaan. Film jenis ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat presentasi.

    • Iklan televisi (TV Commercial). Film jenis ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk yang diiklankan secara “eksplisit” maupun layanan masyarakat (Public Service Announcement/PSA) yang menampilkan produk secara implisit.

    • Program televisi (TV Programs). Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis, yaitu cerita dan non-cerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok fiksi yang memproduksi film serial (TV Series), film televisi dan film cerita pendek, dan kelompok non fiksi yang menggarap aneka program pendidikan, film dokumenter atau profil tokoh dari daerah tertentu. Sedangkan program non cerita sendiri menggarap Variety show, TV quiz, Talk Show, dan liputan/berita.

    • Video Klip (Music Video). Video klip adalah sarana bagi produser musik untuk memasarkan produknya lewat medium televisi. Video klip ini dipopulerkan pertama kali lewat saluran televisi MTV pada tahun 1981.

    • Film Animasi, yaitu merupakan film yang memanfaatkan gambar dan benda mati yang lain seperti boneka, meja, kursi, dll, yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi. Selain itu subjek hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan juga bisa dianimasikan. Film animasi dengan materi rentetan gambar baik 2D maupun 3D yang kemudian dikenal dengan nama film kartun sekarang sudah banyak diproduksi. Teknik pembuatan film animasi ini selain digunakan untuk pembuatan film animasi juga sering dipakai untuk pembuatan film iklan, film pendidikan, penulisan judul dan susunan nama pendukung dari sebuah produksi film.[8]

Referensi:
[1] AS Hornby, AP Cowie, dan AC Ginson, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (Oxford: Oxford University Press, 1987).
[2] http://www.dekock.co.za/copyright-films.htm
[3] Ephraim Kate, The Film Encyclopedia, (New York: Thomas Y.Crowell Publisher, 1979), hlm. 418.
[4] Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta, Penjelasan Pasal 12 huruf (k).
[5] http://www.dekock.co.za/copyright-films.htm
[6] Ari Hermawan,” Urgensi Revisi Undang-Undang Perfilman”, Majalah Mimbar Hukum, Yogyakarta: FH Universitas Gadjah Mada, No.36/X/2000, hlm.40.
[7] Heru Effendi, Mari Membuat Film, (Jakarta: Yayasan Konfiden, 2002), hlm. 11-14.