Apa yang anda ketahui tentang Trade Off Theory?

hutang

Menurut trade off theory yang dikemukakan oleh Myers (2001) bahwa “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankrupty costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.

Teori ini menyatakan bahwa semakin banyak hutang perusahaan, maka semakin tinggi beban biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan. Beban biaya yang harus ditanggung ini berupa biaya kebangkrutan, biaya keagenan, dan beban bunga yang ke semua itu akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah hutang perusahaan.

Teori trade off berasumsi bahwa ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih dapat meningkatkan hutangnya, dan peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost. Oleh karena itu, sebelum mencapai titik maksimum, hutang akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan perusahaan melakukan penjualan saham karena adanya pengurangan pajak (tax shield). Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan hutang oleh perusahaan menjadi tidak menarik karena perusahaan harus menanggung biaya keagenan, kebangkrutan serta biaya bunga yang menyebabkan nilai saham turun (Kaaro, 2001)

Trade off model menyatakan bahwa perusahaan dalam menentukan struktur modalnya akan memperhatikan trade off antara benefit penggunaan hutang berupa tax shield dan mengurangi agency cost dari pemegang saham, namun dapat menimbulkan masalah dengan adanya bankruptcy cost dan agency cost. Perusahaan membuat predetermined capital structure yang dijadikan pedoman dalam pemilihan struktur modal tiap waktu. Terdapat titik optimal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan yaitu etika titik tersebut dapat dicapai ketika marginal value dari benefit dari menerbitkan debt dapat meng-offset peningkatan present value dari biaya yang timbul akibat menerbitkan debt (Myers, 2001).

Dalam model ini perusahaan mempunyai target debt ratio yang disesuaikan secara perlahan. Penyesuaian debt dilakukan dengan membandingkan actual level atau debt ratio pada periode sebelumnya dengan predetermined target debt level. Penyesuaian dilakukan hanya sebagian saja karena adanya market imperfections seperti biaya transaksi (Marsh, 1982), adjustment costs constraints (Jalilvand dan Harris, 1984).

Jika perusahaan melebihi target rasio hutang maka nilai perusahaan tidak optimal karena financial distress dan agency costs melebihi manfaat yang didapat perusahaan dari menerbitkan hutang. Perusahaan yang memiliki rasio hutang di bawah target yang telah ditetapkan masih dapat meningkatkan nilai dari perusahaan karena marginal value dari manfaat hutang masih lebih besar daripada biaya yang ditimbulkan dari penggunaan hutang. Oleh karena itu, diharapkan perusahaan tersebut mempunyai level hutang yang lebih rendah dari target level agar perusahaan tersebut meningkatkan hutang yang bisa meningkatkan nilai perusahaan.

Pertimbangan biaya dan manfaat dari hutang membuat perusahaan yang berada di bawah target rasio hutang meningkatkan hutang dan perusahaan yang melebihi target akan mengurangi hutangnya, meskipun kecepatan dalam melakukan penyesuaian berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya (Durinck, Laveren, Van Hulle and Vandenbroucke, 1998).

Teori ini menjelaskan mengapa 100% debt dalam M&M teori bukan merupakan optimal leverage, karena selain tax deductible, debt akan menimbulkan financial distress yang akan memicu adanya bankruptcy cost dan agency cost.

Keuntungan penggunaan debt selain berupa tax shield, adalah berupa pengurangan agency problem dengan pemegang saham. Terdapat dua konsep yang melandasi penggunaan hutang sebagai peredam masalah keagenan oleh Jensen dan Meckling (1976) dijelaskan oleh Cynthia A Utama (2002) , yaitu :

  1. Penggunaan hutang akan memperkecil penerbitan saham, sehingga proporsi saham terhadap hutang dalam struktur modal perusahaan akan semakin kecil. Hutang akan dipilih jika agency cost penerbitan saham lebih besar daripada peningkatan proporsi kepemilikan pemegang saham.

  2. Penggunaan hutang akan mencegah manajer menggunakan free cash flow
    secara berlebihan bagi kepentingan pribadinya karena:

    • Perusahaan harus membayar bunga pinjaman, konsep ini disebut
      control hypothesis

    • Kekurangan arus kas akan menyebabkan gagal bayar sehingga pemegang obligasi akan menyita aset perusahaan dan manajer kehilangan pekerjaannya. Konsep ini disebut threat hypothesis

Hal ini yang dikenal dengan Bonding Mechanis, yang menunjukkan niat baik manajer kepada pemegang saham.Oleh karenanya penggunaan leverage mendapat respon positif dari pemegang saham, karena akan memberikan implikasi positif yaitu:

  1. Hutang dapat meningkatkan kinerja manajer akibat kekhawatiran atas kelangsungan perusahaan.

  2. Tindakan manajer akan dikendalikan oleh pasar modal karena jika pemegang obligasi menilai kompetensi manajer negatif, maka mereka akan meminta pembayaran bunga lebih besar atau covenant lebih banyak.

Namun penggunaan hutang akan mengurangi financial flexibility perusahaan karena kewajiban membayar bunga akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk membiayai kegiatan investasi operasinya. Dengan kehilangan financial flexibility dapat mengurangi kesempatan perusahaan untuk berinvestasi pada proyek yang dapat meningkatkan corporate value.

Teori ini dapat dijelaskan dengan beberapa keadaan berikut:

  1. Corporate income taxes

  2. Personal taxes on investment income ( dividen, capital gain, interest )

  3. Deadweight cost of bankruptcy and financial distress

  4. Agency problem and cost between manager, stockholder, and bondholder

  5. Contracting cost associated writing and enforcing financial agreement

  6. Assets characteristic, earning volatility, and firm’s opportunity set

  7. Ownership sructure and corporate control

Persamaan yang digunakan dalam teori ini adalah sebagai berikut, Megginson (1997) :

VL = Vu + PV Tax shield – PV bankruptcy cost + PV agency costs outside of equity - PV Agency cost outside debt

dimana :

VL : value of levered firm
Vu : value of unlevered firm

Kesimpulannya, teori ini menetapkan suatu target rasio hutang, serta mempertimbangkan biaya hutang berupa financial distress, bankruptcy cost, dan agency cost. Sehingga dari teori ini dapat diketahui hubungan leverage dengan beberapa variabel, yang terdapat dalam tabel berikut.

Tabel Pengaruh variabel terhadap leverage dalam Trade off Theory

Variabel Leverage
SIZE +
GROWTH -
ROA +

Analisis dari tabel diatas yaitu, semakin besar ukuran perusahaan akan lebih untuk mendapatkan hutang dalam jumlah yang lebih besar dengan cost of debt yang lebih rendah, sedangkan semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka makin rendah cost of debt karena resiko kebangkrutan yang lebih kecil, sehingga leverage akan semakin tinggi. Sedangkan pertumbuhan yang tinggi berkorelasi dengan resiko kebangkrutan yang tinggi.

Mamduh (2004) menyatakan bahwa Trade Off Theory yaitu penghematan pajak dari hutang dengan biaya kebangkrutan. Teori ini gabungan antara teori strutur modal Modigiliani-Miller dengan memasukan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasi adanya trade off. Dalam kenyataanya, terdapat hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Hal terpenting tersebut adalah semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan.

Pendanaan melalui hutang yang tinggi mengakibatkan masalah finansial distress. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan harus bisa menyeimbangkan komposisi hutang dalam kombinasi struktur modalnya sehingga diperoleh komposisi hutang dan saham yang optimal dengan analisis perhitungan keuangan yang tepat (Steven dan Lina, 2011).

Struktur modal perusahaan yang optimal menggambarkan keseimbangan antara manfaat pajak dan biaya kebangkrutan karena perusahaan memiliki hutang. Hutang menyebabkan perusahaan memperoleh manfaat pajak karena biaya bunga dapat dibebankan dari penghasilan kena pajak, sedangkan biaya kebangkrutan merupakan biaya administrasi, biaya hukum, biaya keagenan, dan biaya monitoring untuk mencegah perusahaan dari kebangkrutan.

Trade off theory dikenal juga dengan nama balancing theory . Menurut Atmaja (2008), model ini disebut trade-off karena struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan utang dengan biaya financial distress dan agency problem .

Hal serupa juga dikatakan oleh Brigham dan Houston (2011) bahwa dalam teori trade off , struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan) dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi.

Semakin banyak utang akan semakin tinggi pula beban atau risiko yang harus ditanggung perusahaan seperti biaya kebangkrutan, beban bunga yang semakin besar dan kreditur yang tidak mau memberikan pinjaman (Hastalona, 2013).

Jadi, dapat dikatakan bahwa trade off theory menjelaskan bahwa struktur modal yang optimal didasarkan atas keseimbangan antara manfaat penghematan pajak dengan biaya kebangkrutan dari pendanaan dengan utang.

Dalam trade off theory , perusahaan akan berutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields ) dari tambahan utang sama dengan biaya kesulitan keuangan ( financial distress ). Biaya kesulitan keuangan ( financial distress ) adalah biaya kebangkrutan ( bankruptcy costs ) atau reorganization , dan biaya keagenan yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas perusahaan. Semakin besar kemungkinan terjadi kebangkrutan dan semakin besar biaya kebangkrutan, maka semakin tidak menarik menggunakan utang (Atmaja, 2008).

Manfaat terbesar dari suatu pendanaan dengan pinjaman adalah pengurangan pajak yang diperoleh dari pemerintah yang mengizinkan bunga atas utang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Menurut Atmaja (2008), model trade off ini memberikan dua implikasi penting sebagai berikut :

  1. Perusahaan dengan risiko bisnis tinggi sebaiknya menggunakan utang yang lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki risiko bisnis rendah, karena penggunaan utang yang semakin besar akan meningkatkan beban bunga, sehingga akan semakin mempersulit keuangan perusahaan.

  2. Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak menggunakan utang dibanding perusahaan yang membayar pajak rendah, karena penggunaan utang dapat memberikan manfaat tax shield .

Perusahaan-perusahaan yang berukuran besar memiliki penghasilan kena pajak lebih besar, yang sebaiknya beroperasi pada tingkat utang yang tinggi untuk penghematan pajak. Jadi, perusahaan akan meningkatkan utang manakala penghematan pajak ( tax shield ) lebih besar daripada pengorbanannya dan penggunaan utang tersebut akan berhenti manakala terjadi keseimbangan antara penghematan dan pengorbanan akibat penggunaan utang tersebut.

Pada teori ini juga dijelaskan bahwa sebelum mencapai suatu titik maksimum, utang akan lebih murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield . Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan utang oleh perusahaan menjadi tidak menarik, karena kenaikan keuntungan dari penggunaan utang tidak sebanding dengan kenaikan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan (Atmaja, 2008).