Apa yang anda ketahui tentang tetanus pada anak?

Tetanus

Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Penyakit ini ditandai dengan spasme tonik persisten, disertai serangan yang jelas dan keras. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.

Tetanus merupakan suatu sindroma neurologis yang ditandai oleh kekakuan otot yang disebabkan oleh neurotoksin Clostridium tetani tanpa diserta gangguan kesadaran.

Etiologi


Clostridium tetani bentuk batang, anaerob, Gram positif, dapat bergerak, membentuk spora bulat yang terletak terminal. Menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik (tetanospasmin), dapat larut dan oksigen labil.

Patofisiologi


  1. Spora --> luka --> bentuk vegetative --> tumbuh dan berkembang dengan menghasilkan eksotoksin (tetanospasmin)
  2. Neurotoksin kemudian terikat pada reseptor yang terdapat
    pada membran neuron --> aksis silinder --> cornu anterior medulla spinalis --> trans sinaps --> menghambat pelepasan neurotransmitter dari neuron inhibitor stimulasi ke otot tak terhambat --> spasme kejang.

Gambaran klinis


  1. Tetanus neonatorum (penyakit hari ke-7)
    Setelah masa inkubasi 3-10 hari : irritable, sulit menyusu, trismus, karper mouth, risus sardonikus, serangan-serangan kejang, opistotonus, febris, pucat/sianosis.

    Beratnya ditentukan atas dasar klasifikasi Patel & Joag, berdasarkan adanya:

    • Spasme/kejangInkubasi sama atau kurang dari 7 hari
    • Periode onset singkat
    • Suhu rektal sama atau lebih dari 37,2˚C
  2. Tetanus umum (klasik) setelah masa inkubasi 7-21 hari (1-60 hari) timbul:

    • Trismus
    • Spasmeototwajah (risus sardonikus), leher (epistotonus), punggung (opistotonus), dada (pleurostonus), abdomen, ekstremitas, laring.
    • Serangan kejang
    • Kesadaran intak
    • Kadang-kadang disertai eksitasi simpatis: hipertermi, diaforesis, tensi labil, takikardia hingga aritmia.
  3. Tetanus lokal
    Pada bentuk ini terjadi rigiditas muskuler yang terbatas pada otot-otot sekitar luka yang dapat menetap berminggu- minggu sampai berbulan-bulan atau meluas menjadi tetanus umum yang klasik.

  4. Tetanus sefalik
    Masa inkubasi biasanya pendek (1-2 hari). Biasanya akibat trauma pada kepala atau dari otitis media (otologic tetanus) dengan gejala disfungsi syaraf motoris kranialis yang dapat tunggal (terutama dari syaraf fasialis) atau majemuk, disfagi, trismus, dan otot-otot mata. Gejala ini dapat menetap sebagai tetanus lokal atau meluas menjadi tetanus umum.

  5. Tetanus kronik
    Gejala biasanya fluktuatif dan persisten sampai berbulan-bulan.

  6. Tetanus rekuren
    Gejala timbul kembali apabila terjadi luka lagi.

Diagnosis


1. Anamnesis

  • Riwayat luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah atau gigitan binatang dengan/tanpa riwayat keluar nanah dari telinga.

  • Dapat disertai gigi berlubang.

  • Gejala spasme lokal seperti trismus.

  • Pada bayi dapat disertai kesulitan menyusu atau pada anak besar dapat disertai nyeri atau kesulitan menelan.

2. Pemeriksaan Fisik

  • Keadaan umum dapat tampak iritabel.

  • Dapat ditemukan demam.

  • Dapat sertai trismus dan/atau karper mouth dan/atau risus sardonikus dan/atau serangan-serangan kejang dan/atau opistotonus dan/atau pleurostonus.

3. Kriteria Diagnosis

Riwayat luka disertai trismus, iritabel, dapat juga disertai serangan kejang atau opistotonus dan/ atau pleurostonus.

Tatalaksana


  1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi: hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena, sekaligus memberikan obat-obatan dan bila sampai hari ke 3 infus belum dapat dilepas, dipertimbangkan nutrisi secara parenteral. Setelah kejang mereda dapat diberikan makanan dan obat-obatan melalui sonde lambung.

  2. Menjaga saluran napas tetap bebas, pada kasus berat dapat dipertimbangkan trakeostomi.

  3. Memberikan tambahan oksigen dengan sungkup (masker).

  4. Netralisasi toksin dengan ATS.

    • ATS pada tetanus neonatorum 10.000 IU (setengahnya diberikan im, bila toleransi baik sisanya diberikan iv pelan-pelan) atau TIG (tetanus immuneglobin) 550 IU dosis tunggal im.

    • ATS pada tetanus anak 100.000 IU (setengahnya diberikan im, bila toleransi baik sisanya diberikan iv pelan-pelan) atau TIG 3000-6000 IU dosis tunggal im. Sebelum pemberian ATS harus dilakukan tes sensitifitas.

  5. Eradikasi kuman.

    • Lini pertama : metronidazol iv/oral dengan dosis inisial 15 mg/kg BB dilanjutkan dengan dosis 30 mg/kg BB/hari interval setiap 6 jam selama 7-10 hari.

    • Lini kedua penisilin procain 50.000-100.000IU/kg BB/ hari selama 7-10 hari.

    • Jika terdapat hipersensitifitas terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari (anak yang berumur lebih dari 8 tahun) atau eritromisin 40-50 mg/ kgbb/hari p.o dibagi 4 dosis.

  6. Antikonvulsan

    • Dosis diazepam yang direkomendasikan : 0,1-0,3 mg/ kg.bb/dosis, intravena, dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis.

    • Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian diazepam 5 mg per rektal untuk BB < 10 kg dan 10 mg per rektal untuk anak ≥ 10 kg atau dosis diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kg.bb/kali. Setelah kejang berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan (dosis rekomendasi) sesuai dengan keadaan klinis pasien.

    • Apabila dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan telah memberikan respon klinis sesuai dengan yang diharapkan, dosis dipertahankan selama 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis dilakukan bertahap (berkisar antara 20% dari dosis setiap 2 hari).

    • Apabila tidak terdapat diazepam, dapat diberikan:

      1. Luminal: 6 mg/kg.bb/dosis pada awal, IM, kemudian diteruskan 5 mg/kg.bb/hari dengan maksimal 200 mg/hari (oral) atau 100 mg/hari (parenteral).

      2. Klorpromasin: 2-4 mg/kg.bb./dosis pada awal, diteruskan 4-6 mg/kg.bb/hari IM oral.

Komplikasi


Laserasi otot, fraktur (vertebra), eksitasi syaraf simpatis, infeksi sekunder oleh kuman lain, dehidrasi, aspirasi, sepsis.

Prognosis

Dubius ad malam.

Sumber : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Ilmu kesehatan anak : Buku panduan belajar koas, Udayana University Press

Referensi :

  1. Wilfert C, Hotez P. Tetanus (Lockj aw) and Neonatal Tetanus. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, penyunting. Krugman’s Infectious Diseases of Children. Edisi ke-l 1. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 655-62.
  2. Arnon SS. Tetanus. Dalam: Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-15. Philadelphia: WB Saunders; 1996. h. 815-22.
  3. Cherry JD and Harrison RE. Tetanus. Dalam: Feigin RD, Cherry JD, Demmler GJ, Kaplan SL, penyunting. Textbook of Pediatric Infectious Diseases. Edisi ke-S. Philadelphia: WB Saunders; 2004. h. 1766-76.
  4. Long SS, Pickering LK, Prober CG. Principles and practices of pediatrics infectious diseases. Edisi ke-2. Philadelphia2Churchill Livingstone; 2003.
  5. Tetanus. Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS, McMilan JA. Red Book 2006: Report of the Commitee on Infectious Diseases. Edisi ke-27. Elk Grove Village: American Academy of Pediatrics; 2006. h 648-53.
  6. Fisher RG, BoyceTG. Moffet’s pediatrics infectious diseases: a problem-oriented approach. Edisi ke -4. Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wlkins; 2005.
  7. Ismoedijanto. Tetanus. Dalam: Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta: Badan Penerbit F akultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. h. 344-56.