Apa yang Anda ketahui tentang Teori Hecksher-Ohlin?

Teori Hecksher-Ohlin

Teori Hecksher-Ohlin (H-O) menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal sebagai ‘The Proportional Factor Theory

1 Like

Munculnya teori Heckscher-Ohlin dikarenakan teori klasik tidak dapat menjelaskan kenapa terdapat fungsi produksi antara dua negara sehingga munculah pemikiran-pemikiran baru yang beranggapan bahwa fungsi produksi itu sama dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya perbedaan dalam comparative advantage adalah proporsi pemilihan faktor produksi.

Teori klasik menjelaskan bahwa keuntungan dari perdagangan internasional itu timbul karena adanya comparative advantage yang berbeda antara dua negara. Dalam comparative advantage, perdagangan internasional terjadi karena ada perbedaan di dalam fungsi produksi kedua negara. Jika fungsi produksinya sama maka kebutuhan tenaga kerja juga akan sama nilai produksinya sehingga tidak akan terjadi perdagangan internasional. Oleh karena itu, syarat timbulnya perdagangan internasional adalah perbedaan fungsi produksi antar kedua negara. Akan tetapi, dalam teori klasik hal ini tidak dijelaskan sehingga munculah teori baru yang dikenal dengan teori modern yang dimulai dengan anggapan bahwa fungsi produksi itu sama dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya perbedaan dalam comparative advantage adalah proporsi kepemilikan faktor produksi.

Teori ini dikenal dengan Factor Proportions Theory yang dikenalkan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin (Nopirin, 2014).

Teori Heckscher-Ohlin

Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa perbedaan dalam faktor produksi yang tersedia bisa menimbulkan perdagangan antarnegara. Dalam ilmu ekonomi ada empat golongan faktor produksi yaitu : tenaga kerja, tanah (termasuk keadaan dan kekayaan alam), barang modal, dan kepengusahaan (entrepreneurship).

Suatu negara bisa memiliki lebih banyak atau lebih sedikit masing-masing faktor ini dibanding dengan negara lain. Bila hal ini terjadi, maka akan timbul keunggulan komparatif negara tersebut di bidang produksi tertentu, khususnya di bidang yang cenderung mempergunakan lebih banyak faktor produksi yang tersedia dalam jumlah yang relatif lebih banyak.

Perbedaan dalam kekayaan alam merupakan contoh yang paling jelas. Misalnya Saudi Arabia yang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi minyak bumi karena sumber daya minyak bumi yang tersedia sangat melimpah disana. Jumlah dan macam (kualitas) tenaga kerja juga bisa menimbulkan perdagangan. Misalnya Indonesia dan India yang mempunyai keunggulan komparatif dalam produksi barang-barang padat karya. Perbedaan dalam barang modal yang tersedia juga bisa menjadi perbedaan keunggulan komparatif dalam barang-barang padat modal dan teknologi tinggi seperti mesin-mesin, mobil, komputer dan lainnya seperti yang ada di Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Selain itu keunggulan dalam entrepreneurship seperti yang ada di Amerika Serikat, Jepang dan negara maju lainnya dalam hal perusahaan multinasional dan perbankan internasional juga menjadi keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara-negara tersebut (Boediono, 2015).

Teori Heckscher-Ohlin didasarkan pada sejumlah asumsi lugas yang sengaja dikemukakan untuk menyederhanakan rumusan permasalahannya. Akan tetapi, harus diakui bahwa ada beberapa kelemahan asumsi yang menjadikan teori tersebut tidak sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan dagang yang berlangsung saat ini.

Asumsi-asumsi pokok teori perdagangan Heckscher-Ohlin adalah sebagai berikut : (Salvatore, 2014)

  1. Hanya terdapat dua negara saja (Negara 1 dan Negara 2), dua komoditi (komoditi x dan komoditi y) dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal).

  2. Kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam produksi.

  3. Komoditas X adalah padat karya, dan komoditas Y adalah padat modal di kedua negara.

  4. Kedua komoditas yang diproduksi diukur dalam skala hasil konstan.

  5. Ada spesialisasi tidak menyeluruh dalam produksi di kedua negara.

  6. Selera yang sama di kedua negara.

  7. Ada persaingan sempurna di kedua komoditas dan pasar faktor produksi di kedua negara.

  8. Ada mobilitas faktor yang sempurna di dalam setiap negara, tetapi tidak ada mobilitas faktor produksi secara internasional.

  9. Tidak ada biaya transportasi, tarif atau penghalang lain untuk arus bebas perdagangan internasional.

  10. Semua sumber daya sepenuhnya digunakan di kedua negara.

  11. Perdagangan internasional antara dua negara seimbang.

Inti dari model Heckscher-Ohlin adalah bahwa suatu negara cenderung untuk mengekspor barang yang menggunakan lebih banyak faktor produksi relatif melimpah di negara tersebut. Jika dikaitkan dengan kenyataan secara umum jawabannya adalah benar. Negara-negara yang memiliki sumber daya alam tertentu yang jumlahnya relatif melimpah akan cenderung mengekspor sumber alam yang melimpah tersebut seperti Saudi Arabia, Perancis, Spanyol. Begitu pula dengan negara berpenduduk padat tetapi relatif kurang memiliki faktor produksi kapital dan cenderung mengekspor barang-barang yang padat karya seperti India, Indonesia, Tiongkok. Sedangkan yang memiliki faktor produksi modal atau kapital akan relatif mengeskpor barang-barang padat modal seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris (Boediono, 2015)

Teori Heckscher-Ohlin secara tidak langsung menjelaskan bahwa suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain jika negara tersebut memiliki perbedaan selera yang ditandai dengan perbedaan kondisi ekonomi negara yang melakukan perdagangan sebagai contoh adalah negara maju akan berdagang dengan negara berkembang karena perbedaan sumber daya yang dimiliki dan faktor produksi yang berbeda antara negara maju dan berkembang.

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:

  1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
  2. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan berikut:

  1. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
  2. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.
  3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
  4. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.
  5. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, tulisan ini sedikit akan mengemukakan kelemahan teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik Comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat
terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antarnegara (Salvatore, 2006). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaan produktivitas tersebut.

Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai ‘The Proportional Factor Theory’. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.

Hipotesis Teori H-O

Sebelum melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan dikemukakan hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:

  1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor
    di tiap negara turun.
  2. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
  3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua negara
    cenderung sama demikian pula harga barang B di kedua negara cenderung sama.
  4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan negara yang kaya Labor.
  5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang kaya kapital maka ekspornya padat kapital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan impornya padat kapital.

Kelemahan Asumsi Teori H-O

Untuk lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan internasional akan dikemukan beberapa asumsi yang kurang valid:

  1. Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam memproduksi adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering menggunakan teknologi yang berbeda.
  2. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor produksi lebih menjadi masalah. Hal ini karena sebagian besar perdagangan adalah produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.
  3. Asumsi tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antarnegara. Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi validitas model H-O.
  4. Asumsi spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi jika melakukan perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena banyak negara yang masih memproduksi komoditi yang sebagian besar adalah dari impor.
Referensi

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/19830/Chapter%20II.pdf/?sequence=3

Faktor Proporsi (The Proportional Factors Theory : Model Hecksher & Ohlin)

Teori modern Hecksher-ohlin atau teori H-O menyatakan bahwa perbedaan dalam opportunity cost suatu negara dengan negara lain karena adanya perbedaan dalam jumlah factor produksi yang dimilikinya.

Suatu negara memiliki tenaga kerja lebih banyak dari pada negara lain, sedang Negara lain memiliki capital lebih banyak dari pada negara tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya pertukaran.

Teori ini menggunakan dua kurva, pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama dan kedua adalah kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.

Suatu negara, misalnya A, memiliki tenaga kerja yang besar dan relatif sedikit kapital, maka untuk sejumlah pengeluaran uang tertentu akan memperoleh jumlah tenaga kerja lebih banyak daripada kapital. Misalnya uang Rp 100,00 dapat dibeli 20 unit tenaga atau 5 unit mesin, jadi 20 unit tenaga sama dengan 5 unit mesin.

Dalam Gambar 2, dengan uang sebanyak 100 dapat dibeli kombinasi mesin, yang ditandai dengan titik-titik pada sumbu vertical (tenaga) dan sumbu horizontal (mesin). Kalau kedua titik ini dihubungkan dengan suatu garis lurus merupakan suatu kurva yang disebut isocost, yaitu berbagai kombinasi dua faktor produksi yang dapat dibeli dengan sejumlah tertentu uang.

image

Sudut arah isocost ini menunjukkan perbandingan harga antara tenaga kerja dan mesin yaitu 20 : 5 atau 4 : 1, artinya 4 unit tenaga nilainya sama dengan 1 unit mesin.

Negara B lebih banyak memiliki capital/mesin dan relative sedikit tenaga. Konsekuensinya di negara B pengeluaran Rp 100,00 akan memperoleh tenaga 10 unit atau 20 unit mesin. Harga 1 unit tenaga sama dengan 2 unit mesin sehingga perbandingan harga tenaga dengan mesin adalah 1 : 2. Semua isocost untuk berbagai alternative pengeluaran bagi negara B yang mempunyai harga perbandingan/price ratio tenaga : capital 1 : 2 akan paralel.

Negara A akan lebih murah apabila memproduksi barang yang relative menggunakan banyak tenaga dan sedikit capital (labor intensive), sedangkan Negara B lebih murah apabila memproduksi barang yang relatif menggunakan banyak capital dan sedikit tenaga kerja ( capital intensive ).

image

Isoquant Negara A terletak dekat sumbu vertical (tenaga) menunjukkan bahwa barang X yang dihasilkannya bersifat padat tenaga kerja (labor intensive). Hal ini dikarenakan Negara A lebih banyak memiliki faktor produksi tenaga. Sedangkan isoquant Negara B mendekati sumbu horizontal (kapital) menunjukkan bahwa barang Y yang dihasilkan bersifat padat modal (capital intensive) karena negara B relative lebih banyak memiliki kapital. Isocost dan isoquant negara A dan negara B digabungkan bersama-sama seperti pada Gambar 4.
image

Isocost yang menyinggung isoquant menunjukkan ongkos terendah untuk menghasilkan sejumlah tertentu barang yang ditujukan oleh isoquant tersebut. Dalam Gambar 4 dapat dilihat bahwa Negara A dapat memproduksi 20 unit barang X pada ongkos Rp 200,00 dengan menggunakan 32 unit tenaga dan 2 unit kapital/mesin.

Negara B untuk memproduksi barang X sebesar 20 unit akan mengeluarkan ongkos yang lebih besar karena barang X tersebut bersifat padat tenaga, sedangkan negara B relatif sedikit memiliki factor produksi tenaga.

Sebaliknya untuk memproduksi barang Y sebanyak 50 unit negara A mengeluarkan ongkos sebanyak Rp 300,00 dengan menggunakan 32 unit tenaga dan 8 unit kapital/mesin, sedangkan Negara B untuk memproduksi barang Y sebanyak 50 unit hanya mengeluarkan ongkos sebanyak Rp 200,00 dengan menggunakan 8 unit tenaga dan 20 unit kapital/mesin. Oleh karena itu negara A akan berspesialisasi pada produksi barang X dan negara B pada barang Y.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proporsi factor-faktor produksi yang dimiliki oleh suatu negara berbeda-beda, sehingga menimbulkan perbedaan harga di berbagai negara.

Analisis teori H-O :

  • Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

  • Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.

  • Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

  • Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Teori Klasik Comparative advantage , menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore, 2004). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaaan produktivitas tersebut. Teori perdagangan dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin (Heckscher-Ohlin), merupakan pengembangan dari teori keunggulan mutlak dan teori keunggulan komparatif.

Teori Heckscher-Ohlin menekankan bahwa perdagangan internasional terutama ditentukan oleh beda relatif dari karunia alam (faktor endowment ) serta harga-harga faktor produksi antar negara. Menurut Heckscher-Ohlin, bahwa pola perdagangan dimulai dengan mengungkapkan secara spesifik tentang perbedaan harga-harga antar negara. Perbedaan harga ini terjadi, karena adanya perbedaan harga antar negara pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan proporsi penggunaan faktor produksi, kenyataan ada faktor spesifik pada masing-masing industri atau perusahaan yang menyebabkan perbedaan, misalnya kemampuan manajerial yang tinggi, dan pada tahap selanjutnya hal tersebut dianggap sebagai faktor produksi. Faktor produksi lain misalnya teknologi, pengetahuan, hak paten dan lain sebagainya (Soelistyo, 1993).

Teori Heckescher-Ohlin mengemukakan konsepsinya yang dapat disimpulkan bahwa Perdagangan internasional antar negara tidaklah banyak berbeda dan hanya kelanjutan saja dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak pada masalah jarak. Atas dasar inilah maka H-O melepaskan anggapan (yang berasal dari teori klasik) bahwa dalam perdagangan internasional ongkos transport dapat diabaikan. Selanjutnya, Barang-barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas keuntungan alamiah atau keuntungan yang diperkembangkan ( natural and acquired advantages dari Adam Smith) akan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang itu.