Taksonomi Tapir
Perilaku Tapir merupakan jenis satwa yang agak penakut, terutama terhadap manusia, sehingga hidupnya sangat bersembunyi. Tapir termasuk jenis satwa soliter artinya hidup sendiri di hutan, terkecuali bagi induk dan anaknya atau jantan dengan betina pada musim kawin. Musim kawin tapir berkisar antara bulan April hingga Juni (Ditjen PHKA Inpress ).
Rakhmat (1999) menyatakan bahwa dalam melakukan aktivitas makan, tapir aktif pada malam hari sehingga tapir tergolong satwa nokturnal. Jalan yang ditempuh tapir tidak selalu sama. Dalam melakukan gerak berpindah, tapir cenderung berjalan lurus dalam jalan utamanya. Namun apabila dalam perjalananya tapir menemukan tumbuhan pakannya maka aktivitas gerak berpindah akan diselingi dengan aktivitas makan. Hal ini ditandai dengan jejak tapir yang berpola melintang (zig zag), karena dalam melakukan aktivitas makan spesies ini tidak akan tinggal diam melainkan terus bergerak dalam pola zig zag. Aktivitas makan tapir dilakukan pada lokasi tertentu yang memiliki potensi pakan tapir yang cukup tinggi dan tapir akan kembali ke lokasi pakan dengan periode 90 hingga 100 hari. Tapir lebih memilih pakan dari tumbuhan pada tingkat semai dan pancang, beberapa spesies tumbuhan yang menjadi pakan tapir diantaranya adalah Artocarpus kemando, Donnax cannaeformis, dan Macrophanax dispermum. Sedangkan Novarino (2000) diacu dalam Ditjen PHKA (Inpress) menyebutkan beberapa jenis tumbuhan yang dimakan oleh tapir adalah Symplocos cochichinensis, Aporosa benthamiana, Clidemia hirta, dan Uncharia sclerophyla.
Habitat dan Penyebaran Tapir
Habitat tapir adalah hutan primer dan sekunder yang berdekatan dengan perairan, baik dalam bentuk sungai maupun rawa yang ada di dataran rendah hingga dataran tinggi 2500 mdpl. Tapir lebih menyukai tempat yang relatif terbuka dan dekat dengan perairan dikarenakan pada tempat tersebut tapir lebih mudah bergerak dan memperoleh pakan yang disukainya. Tapir juga memerlukan beberapa tempat tertentu seperti kubangan, sungai yang mengalir tenang dan daerah rawa untuk mandi dan berendam. Untuk tempat bernaung dari teriknya, yaitu :
-
Tapirus terestis,
-
T. pinchaque,
-
T. bairdii,
-
T. indicus.
Dari empat spesies tersebut hanya satu spesies yang dapat dijumpai di Indonesia, yaitu Tapirus indicus seperti dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
Seorang ahli zoology Perancis yang bernama A.G. Desmarest merupakan orang pertama yang memberikan nama ilmiah Tapirus indicus pada tahun 1819 (Prothero dan Schoch 2002). Klasifikasi taksonomi tapir ( Tapirus indicus ) adalah sebagai berikut:
- Kingdom : Animalia
- Phylum : Chordata
- Subphylum : Vertebrata
- Kelas : Mamalia
- Ordo : Perisodactyla
- Famili : Tapiridae
- Genus : Tapirus
- Spesies : Tapirus indicus
Di Indonesia tapir dikenal dengan beberapa nama daerah yang berasal dari Sumatera seperti babi alu, cipan, gindol, marba, rason, saladang, seladang, sipan, tanu, dan tenuk. Sebutan lain tapir dari suku melayu yaitu kuda arau, kuda ayer, dan kuda rimbu (Maryanto et al. 2007). Selain itu hingga saat ini tapir juga dikenal dengan beberapa nama sinonim seperti Malayan Tapir, Malay Tapir, dan Asian Tapir.
Morfologi Tapir
Diantara 4 spesies tapir di dunia, Tapirus indicus memiliki tubuh paling besar dengan tinggi mencapai 1,8 m dan bobot tubuh seberat 350 kg (Williams 2009). Tapir cukup mudah dikenali berdasarkan pola warna pada tubuhnya. Tapir dewasa pada bagian depan tubuh (kepala dan leher) dan bagian kakinya berwarna hitam sedangkan pada bagian belakang tubuh (panggul dan punggung) berwarna putih (Ditjen PHKA Inpress ). Namun hingga saat ini telah terdapat dua catatan yang menunjukan adanya tapir dengan warna hitam pada seluruh tubuhnya. Belum diketahui secara pasti perbedaan warna ini merupakan bagian dari subspesies tapir atau hanya variasi warna dari tapir (Azlan 2002).
Ditjen PHKA (Inpress) juga menjelaskan bahwa tapir yang baru lahir berwarna cokelat gelap kemerahan dengan garis bintik berwarna kuning dan putih seperti anak babi hutan. Setelah berumur 2 atau 3 bulan pola warnanya akan berubah hingga mencapai tingkatan warna yang sama seperti individu dewasa setelah beumur 5 atau 6 bulan. Tapir dewasa mempunyai panjang tubuh hingg 225 cm. Ciri khas yang lain dari tapir adalah hidung dan bibir atas yang memanjang membentuk belalai pendek. Saat berjalan, hidung (belalai)-nya selalu didekatkan ke tanah. Dalam menjalani kehidupannya tapir lebih mengandalkan indera penciuman dan pendengarannya. Tapir termasuk dalam ordo Perisodactyla yang artinya termasuk satwa berkuku ganjil. Kaki depan tapir mempunyai 4 jari sedangkan kaki belakangnya hanya 3 jari. Jejak kaki depan tapir dewasa mempunyai panjang antara 155–220 mm dan lebar antara 139-240 mm. Sedangkan jejak kaki belakang tapir dewasa mempunyai panjang 127-220 mm dan lebar antara 113-180 mm. Bentuk tubuh yang membulat dengan kaki depan yang lebih pendek, memungkinkan tapir untuk berlari cepat diantara semak. Tapir juga mempunyai kemampuan berenang dan menyelam di air dalam waktu yang cukup lama.
Perilaku Tapir
Tapir merupakan jenis satwa yang agak penakut, terutama terhadap manusia, sehingga hidupnya sangat bersembunyi. Tapir termasuk jenis satwa soliter artinya hidup sendiri di hutan, terkecuali bagi induk dan anaknya atau jantan dengan betina pada musim kawin. Musim kawin tapir berkisar antara bulan April hingga Juni (Ditjen PHKA Inpress ).
Rakhmat (1999) menyatakan bahwa dalam melakukan aktivitas makan, tapir aktif pada malam hari sehingga tapir tergolong satwa nokturnal. Jalan yang ditempuh tapir tidak selalu sama. Dalam melakukan gerak berpindah, tapir cenderung berjalan lurus dalam jalan utamanya. Namun apabila dalam perjalananya tapir menemukan tumbuhan pakannya maka aktivitas gerak berpindah akan diselingi dengan aktivitas makan. Hal ini ditandai dengan jejak tapir yang berpola melintang (zig zag), karena dalam melakukan aktivitas makan spesies ini tidak akan tinggal diam melainkan terus bergerak dalam pola zig zag. Aktivitas makan tapir dilakukan pada lokasi tertentu yang memiliki potensi pakan tapir yang cukup tinggi dan tapir akan kembali ke lokasi pakan dengan periode 90 hingga 100 hari. Tapir lebih memilih pakan dari tumbuhan pada tingkat semai dan pancang, beberapa spesies tumbuhan yang menjadi pakan tapir diantaranya adalah :
- Artocarpus kemando,
- Donnax cannaeformis,
- Macrophanax dispermum.
Sedangkan Novarino (2000) diacu dalam Ditjen PHKA (Inpress) menyebutkan beberapa jenis tumbuhan yang dimakan oleh tapir adalah :
- Symplocos cochichinensis,
- Aporosa benthamiana,
- Clidemia hirta,
- Uncharia sclerophyla.
Habitat dan Penyebaran Tapir
Habitat tapir adalah hutan primer dan sekunder yang berdekatan dengan perairan, baik dalam bentuk sungai maupun rawa yang ada di dataran rendah hingga dataran tinggi 2500 mdpl. Tapir lebih menyukai tempat yang relatif terbuka dan dekat dengan perairan dikarenakan pada tempat tersebut tapir lebih mudah bergerak dan memperoleh pakan yang disukainya. Tapir juga memerlukan beberapa tempat tertentu seperti kubangan, sungai yang mengalir tenang dan daerah rawa untuk mandi dan berendam. Untuk tempat bernaung dari teriknya matahari, tapir menyukai hutan yang teduh (Rakhmat 1999). Menurut Ditjen PHKA ( Inpress ), luas daerah jelajah tapir mencapai 12,75km2 dan tapir terkadang melakukan perjalanan yang lebih jauh untuk memenuhi kebutuhannya akan ketersediaan pakan dan unsur mikro (garam mineral).
Di Asia Tenggara, sebaran tapir meliputi Burma (Myanmar) bagian selatan, Thailand bagian selatan, Semenanjung Malaysia, dan Indonesia… Menurut Ditjen PHKA (Inpress) terdapat bukti- bukti paleontologis yang menunjukan sebaran tapir meliputi pulau Jawa dan Sumatera, namun saat ini di Indonesia, tapir hanya dapat dijumpai di pulau Sumatera dari bagian selatan Danau Toba hingga Lampung.