Apa yang anda ketahui tentang Soekarno atau Bung Karno ?

Ir Soekarno dikenal sebagai Presiden pertama Republik Indonesia dan juga sebagai Pahlawan Proklamasi, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta.

Apa yang anda ketahui tentang Soekarno atau Bung Karno ?

Saat ia lahir dinamakan Koesno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, Soekarno dikenal sebagai pemuja wanita. Tercatat sebanyak sembilan orang wanita pernah menjadi istri Soekarno. Beberapa istri Soekarno antara lain :

1. Oetari Tjokroaminoto

Pernikahan pertamanya terjadi saat Ia berusia 20 tahun dengan Oetari Tjokroaminoto pada tahun 1921 di Surabaya. Saat itu usia Oetari sendiri masih 16 tahun. Pernihakan Ini tidak dilandasi perasaan saling cinta dan hanya bertahan seumur jagung. Soekarno menceraikan Oetari tak lama setelah kuliah di Bandung.

Oetari merupakan putri sari guru Soekarno yang bernama HOS Tjokroaminoto. Ia menikahi Utari dengan alasan meringankan beban keluarga dimana saat itu istri Tjokro baru saja meninggal. Dunia pergerakan Soekarno dan dunia kanak-kanak Oetari terlalu berseberangan. Hubungan mereka pun lebih seperti kakak-adik.

2. Inggit Garnasih

Istri kedua Soekarno bernama Inggit Garnasih. Keduanya terpaut usia yang cukup jauh, dimana Inggit berusia 33 tahun dan Soekarno berusia 20 tahun. Sosok Inggit yang matang dan cantik ternyata berhasil memikatnya, padahal saat itu Inggit sudah memiliki Suami yang bernama Haji Sanusi.

Namun perasaan cinta keduanya tidak dapat dibendung dan Soekarno pun berhasil merebut Inggit dari Haji Sanusi. Inggit begitu telaten melayani dan mendengarkan Soekarno. Mereka kemudian menikah tahun 1923. Inggit mendampingi Soekarno dalam suka dan duka selama hampir 20 tahun.

Namun pernikahan Soekarno dan Inggit tidak dikaruniai anak. Tahun 1943, Soekarno menceraikan Inggit yang tak mau dimadu.

3. Fatmawati

Dalam pembuangan di Bengkulu, Soekarno bertemu Fatmawati. Gadis muda ini adalah putri tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. Usia Soekarno dan Fatmawati terpaut 22 tahun lebih muda.

Hubungan dengan Fatmawati membuat pernikahan Soekarno dengan Inggit Garnasih berakhir. Inggit menolak dipoligami dan memilih pulang ke Bandung.

Tanggal 1 Juni 1943, Soekarno dan Fatmawati menikah. Soekarno berusia 42 tahun dan Fatma 20 tahun. Setelah Indonesia merdeka, Fatma menjadi ibu negara yang pertama. Dia juga yang menjahit bendera pusaka merah putih.

Dari Fatmawati, Soekarno mendapatkan lima orang anak. Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

4. Hartini

Hartini adalah wanita setia yang sempat mengisi hidup Soekarno. Saat dipinang oleh sang proklamator pada 1953, Hartini berumur 29 tahun dan berstatus janda lima anak.

Pernikahan keduanya diawali oleh pertemuan di Candi Prambanan, Jawa Tengah, saat sang kepala negara mengadakan kunjungan kerja. Sumber lain menyebutkan, pertemuan di candi itu adalah kelanjutan cinta pandangan pertama keduanya di rumah dinas Wali Kota Salatiga, setahun sebelumnya.

Dari Soekarno, Hartini melahirkan dua anak, yakni Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra. Hartini tetap menjadi istri saat masa kekuasaannya Soekarno sudah memasuki usia senja.

Hartini juga tetap mempertahankan status pernikahan hingga ajal menjemput Soekarno. Di pangkuan Hartinilah, Putra Sang Fajar menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970.

5. Ratna Sari Dewi

Ratna Sari Dewi adalah wanita kelima yang dinikahi Soekarno. Lahir dengan nama Naoko Nemoto di Tokyo, 6 Februari 1940, Dewi dinikahi sang proklamator saat usia 19 tahun. Dari Soekarno, yang ketika itu berumur 57 tahun, Dewi mempunyai satu anak yaitu Kartika Sari Dewi Soekarno.

Kisah pertemuan Soekarno dan Dewi cukup menarik. Gadis Jepang itu berkenalan dengan Soekarno lewat seseorang ketika Bung Karno berada di Hotel Imperial, Tokyo. Sebelum menjadi istri Soekarno, Dewi adalah seorang pelajar sekaligus entertainer. Gosip beredar bahwa dia adalah seorang geisha. Namun rumor itu berkali-kali dibantahnya.

Dalam ‘A Life in the Day of Madame Dewi’ diceritakan, setelah bercerai dengan Soekarno, Dewi kemudian pindah ke berbagai negara di Eropa termasuk Swiss, Perancis, dan Amerika Serikat. Pada 2008, ia menetap di Shibuya, Tokyo, Jepang.

Dewi pernah membuat kontroversi pada 1998, saat dia berpose untuk sebuah buku foto berjudul ‘Madame Syuga’. Di buku itu, ditampilkan Dewi dengan pose-pose setengah bugil dan menampakkan seperti tato.

6. Haryati

Sebelum dinikahi Soekarno pada 1963, Haryati adalah mantan penari istana sekaligus Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian. Karena pekerjaannya itulah, Haryati dekat dengan sang proklamator.

Melihat kemolekan Haryati, Soekarno bak arjuna yang tak henti mengirim rayuan kepada wanita berusia 23 tahun itu. Bahkan, status Haryati sebagai kekasih orang lain, tak membuat Soekarno mundur untuk meluapkan rasa cintanya.

Hati Haryati pun akhirnya jebol dan tak kuasa menolak pinangan sang kepala negara. Soekarno dan Haryati akhirnya menikah pada 21 Mei 1963. Namun selang tiga tahun, Haryati diceraikan tanpa anak. Soekarno beralasan sudah tidak cocok. Saat itu, Soekarno juga sedang dekat dengan Ratna Sari Dewi.

7. Yurike Sanger

Pertama kali Presiden Soekarno bertemu dengan Yurike Sanger pada tahun 1963. Kala itu Yurike masih yang masih berstatus pelajar menjadi salah satu anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika pada acara Kenegaraan.

Pertemuan itu rupanya langsung menarik perhatian Sang Putera Fajar. Perhatian ekstra diberikan sang presiden kepada gadis bau kencur itu, mulai dari diajak bicara, duduk berdampingan sampai diantar pulang ke rumah.

Rupanya, benih-benih cinta sudah mulai di antara keduanya. Singkat waktu, Bung Karno menyatakan perasaannya dan menyampaikan ingin menikah dengan sang pujaan hati. Seutai kalung pun diberikan ke Yurika.

Akhirnya, Bung Karno menemui orangtua Yurike. Pada 6 Agustus 1964, dua anak manusia yang tengah dimabuk cinta itu menikah secara islam di rumah Yurike. Berjalannya waktu, ternyata pernikahan ketujuh Sang Proklamator berjalan singkat.

Kondisi Bung Karno pada 1967 yang secara de facto di makzulkan sebagai presiden, berdampak pada kehidupan pribadi. Didasari rasa cinta yang luar biasa, Bung Karno yang menjadi tahanan rumah di Wisma Yoso menyarankan agar Yurike meminta cerai. Akhirnya perceraian itu terjadi, meski keduanya masih saling cinta.

8. Kartini Manoppo

Sosok wanita ini merupakan salah satu istri yang paling dicintai oleh Soekarno. Menikah dengan Kartini Manoppo, Bung Karno dikarunia anak Totok Suryawan Sukarno pada 1967. Keduanya menikah pada 1959.

Awal mula Bung Karno jatuh hati pada wanita yang pernah jadi pramugari Garuda Indonesia itu saat melihat lukisan karya Basuki Abdullah. Sejak saat itu, Kartini tak pernah absen tiap kali Bung Karno pergi ke luar negeri.

Kartini merupakan wanita asal Bolaang Mongondow, Sulawesi. Dia terlahir dari keluarga terhormat, sehingga Kartini menutup rapat-rapat pernikahannya dengan Bung Karno. Sejarah mencatat, Kartini merupakan istri kedelapan Sang Putera Fajar.

9. Heldy Djafar

Istri kesembilan Presiden Soekarno yang juga merupakan istri terakhirnya bernama Heldy Djafar. Pernihakan terjadi pada tahun 1966. Saat itu usia Soekarno sudah senja yakni 65 ternyata masih mampu meluluhkan Heldy, gadis asal Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur yang masih berusia 18 tahun itu.

image

Sayangnya pernihakan ini hanya berlangsung dua tahun. Kondisi perpolitikkan saat itu memanas dan menyebabkan keduanya jarang berkomunikasi. Terlebih Soekarno saat itu menjadi tahanan di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto. Heldy sempat mengucap ingin berpisah, tetapi Soekarno bertahan. Soekarno hanya ingin dipisahkan oleh maut.

Akhirnya saat usia Heldy 21 tahun tepatnya pada 19 Juni 1968 Ia menikah lagi dengan Gusti Suriansyah Noor. Saat Heldy hamil tua, ternyata Ia mendengar berita tentang kematian Sang Presiden pada Gusti Suriansyah Noor.

Menurut Ajudan Soekarno, tuannya ini mempunyai sifat hangat dengan para wanita. Ia juga sangat perhatian serta sering memberikan pujian-pujian. Hal ini lah yang kemudian membuat banyak wanita begitu jatuh hati kepadanya. Semoga informasi ini bermanfaat dan terimakasih sudah membaca.

Pergerakan Soekarno di Masa Pra Kemerdekaan


Soekarno, dilahirkan di Surabaya tahun 1901, sesudah menyelesaikan SMA di kota yang sama, ia pindah ke Bandung untuk belajar teknik (THS). Selama masa studinya di Surabaya, Soekarno tinggal di rumah tokoh terkemuka saat itu, H.O.S. Tjokroaminoto dari Sarekat Islam. Dari tokoh ini Soekarno banyak belajar tentang Islam dan masalah yang dihadapi pergerakan nasional ketika itu, yakni pertentangan di antara kaum Nasionalis, Islam, dan Komunis. Ia dikenal karena memiliki bakat unik untuk menciptakan sintesis antara konsep Barat dan Islam dengan pemikiran yang berasal yang berakar pada aliran mistik Jawa yang dipengaruhi semangat Hindhu-Budha” (Kahin, 1952).

Tidaklah mengherankan kalau pada saat di Bandung dan bergabung dengan Studi Klub Bandung yang didirikan Iskaq Tjokrohadisuryo yang baru kembali dari Belanda, ia menulis makalah yang terkenal berjudul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, yang menganjurkan perlunya kerja sama antara ketiga ideologi utama tersebut, sebuah pemikiran yang ternyata kemudian membentuk garis-garis besar pemikiran Soekarno (Dahm, 1971).

Ambisi untuk mempersatukan seluruh pergerakan nasional berhasil, meskipun hanya untuk waktu yang singkat, dengan didirikannya federasi yang dikenal dengan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) yang terdiri dari semua partai dan persatuan politik seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Studi Klub Dr. Sutomo, kaum Sumatra, kaum Sunda, dan kaum Betawi, dan juga partainya sendiri, PNI. Meskipun akhirnya gagal menjadi kekuatan perjuangan, mengutip kata-kata Dahm (1971), federasi tersebut masih merupakan sebuah nama dan simbol yang berhasil mengubah “Indonesia dari konsep yang dimiliki beberapa orang intelektual menjadi ide yang hidup dan dipegang oleh seluruh rakyat”.

Soekarno merupakan pimpinan karismatik yang percaya pada gerakan politik massa dan usaha untuk mempersatukan semua unsur masyarakat (marhaen) yaitu :wong cilik seperti buruh, petani, pengrajin, nelayan, pedagang, pengusaha industri kecil, dan pemilik tanah yang dieksploitasi oleh kolonialisme dan imperialisme (Dahm, 1971).

Pada tanggal 4 juni 1927, Soekarno bersama dengan anggota-anggota lain “Studi Klub Bandung”, membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan mencapai kemerdekaan penuh bagi Indonesia atas dasar aksi massa dan tidak bekerja sama dengan Belanda (Kahin, 1952).

Pada tanggal 24 Desember 1929, ia dan beberapa anggota partainya ditangkap dan Soekarno dijatuhi hukuman penjara empat tahun pada tanggal 3 September 1930. Sesudah dibebaskan pada tanggal 31 desember 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo yang dibentuk oleh Sartono beberapa bulan sebelumnya, yang tidak lama kemudian menjadi ketuanya dan melanjutkan garis perjuangan dengan semangat nasionalisme yang kuat dan radikal. Terkejut dengan perkembangan partai ini yang begitu cepat, Belanda sekali lagi menangkapnya pada bulan Agustus 1933, yang tanpa diadili, kemudian diasingkan ke Flores dan dipindahkan kemudian ke Bengkulu, Sumatra Selatan (Kahin, 1952).