Simakobu memiliki klasifikasi sebagai berikut :
- Kingdom : Animalia
- Filum : Chordata
- Subfilum : Vertebrata
- Kelas : Mamalia
- Ordo : Primata
- Famili : Cercopithecidae
- Subfamili : Colobinae
- Genus : Simias
- Spesies : Simias concolor
- Subspesies : Simias concolor siberu (Groves 2001).
Simakobu sangat berbeda dengan Colobinae lainnya. Hal tersebut disebabkan ekornya yang pendek menyerupai ekor babi, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya (80-130 mm), dan badannya yang gemuk-pendek, serta anggota-anggota badan yang sama panjang. Panjang tubuh simakobu berkisar antara 45-52,5 cm, dengan berat badan lebih kurang 6-9 kg (WWF 1980; Supriatna & Wahyono 2000).
Simakobu tidak mempunyai perbedaan warna di antara jenis kelaminnya, baik jantan maupun betinanya yang berwarna kelabu tua ataupun keemasan. Simakobu yang berwarna kelabu tua lebih sering dijumpai dibandingkan dengan yang berwarna keemasan, akan tetapi persentase jumlahnya berbeda antara daerah-daerah di Siberut. Ciri-ciri lainnya adalah warna rambut pada jambul kepala dan bahu lebih gelap, kaki dan tangannya berwarna kehitam-hitaman, wajah hitam dengan hidung pesek, bentuk tubuh mirip dengan beruk ( Macaca nemestrina ), serta ischial callosity (bantalan pantat) besar dan berwarna hitam. Ischial callosity tersebut tidak terpisah pada simakobu jantan, sedangkan pada betina terpisah oleh suatu celah yang sempit. Jantan dewasa memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari betina dewasa, dan memiliki gigi taring yang lebih panjang dari gigi taring betina dewasa (Gambar 2) (WWF 1980: 44; Supriatna & Wahyono 2000 ; Tenaza & Fuentes 1995).
Status konservasi simakobu
Keberadaan simakobu di alam sangat terancam dan rentan terhadap kepunahan. Status simakobu ditetapkan berstatus kritis ( critically endangered ) oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) tahun 2009. Simakobu juga terdaftar dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered of Wild Species of Fauna and Flora (CITES). Hal tersebut berarti simakobu dilindungi dari segala bentuk perdagangan internasional secara komersial. Simakobu di Indonesia, telah dilindungi secara hukum melalui peraturan perlindungan binatang liar no. 266 Th. 1931, SK MenHut 10 Juni 1991 no.301/Kpts-II/1991 (Supriatna & Wahyono 2000: Indrawan dkk . 2007; Whittaker & Mittermeier 2008).
Distribusi dan habitat simakobu
Distribusi simakobu tersebar luas di kepulauan Mentawai, terutama di pulau-pulau utama seperti Siberut, Pagai Utara, Pagai Selatan dan Sipora. Selain itu, simakobu juga terdapat di pulau-pulau kecil yaitu Simalegu, Simatapi, dan Sinakak (Tenaza & Fuentes 1995). Chasen & Kloss (1927) menyatakan bahwa terdapat dua subspesies simakobu di kepulauan Mentawai, yaitu Simias concolor siberu yang tersebar di pulau Siberut, dan Simias concolor concolor yang tersebar di Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan lihat Tenaza & Fuentes (1995).
Habitat alamiah simakobu adalah hutan rawa air tawar ( fresh water swamp forest ), hutan payau dan hutan dataran rendah. Simakobu juga dapat hidup di hutan tebangan, hutan terganggu dekat pemukiman dan ladang. Simakobu yang hidup di hutan primer sebanyak 50,02%, hutan sekunder 33,35%, dan hutan campuran 8,31%. Strata yang sering digunakan oleh jenis tersebut yaitu pada ketinggian 15-50 m (dengan rerata 35 m) (Supriatna & Wahyono 2000).
Pakan Simakobu
Simakobu merupakan primata pemakan daun ( leaf monkeys ), tapi juga mengonsumsi buah-buahan. Simakobu makan daun-daun muda dari pohon yang tumbuh di sekitar habitatnya (Primata 2007). Berdasarkan Curtin & Chivers (1979), makanan yang terdiri dari daun-daun muda banyak mengandung selulosa. Selulosa tersebut dapat difermentasikan oleh bakteri-bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan monyet tersebut menjadi asam-asam lemak yang mudah menguap, seperti pada sistem pencernaan Ruminansia. Sistem pencernaan tersebut terdapat pada primata tingkat tinggi, terutama jenis dari subfamili Colobinae di Asia lihat Irwanto (2006).
Simakobu yang terdapat di pulau Simalegu biasanya sering memakan daun dari spesies Oncosperma (nibung). Simakobu memakan bagian dari tumbuhan seperti pucuk daun, bunga, buah dan beberapa jenis serangga kecil. Komposisi pakan monyet tersebut antara lain 60% mengkonsumsi daun, buah 25%, sisanya bagian dari tumbuhan lain, dan beberapa jenis serangga (Supriatna & Wahyono 2000).
Perilaku simakobu
Simakobu merupakan primata yang aktif pada siang hari (diurnal) dan bersifat arboreal . Satu kelompok simakobu terdiri dari 5-15 individu, dengan satu ekor jantan dewasa, dan lima ekor atau lebih betina dewasa, serta anak-anak ( poligamous ). Luas wilayah yang dimiliki satu kelompok berkisar antara 7-50 Ha (hektar). Simakobu merupakan primata pendiam dan jarang bergerak (Tenaza & Fuentes 1995). Simakobu jantan biasanya mengeluarkan loud call yang terdiri dari rangkaian suara keras yang terdengar hingga 500 meter jauhnya. Hal tersebut terjadi sebagai respon terhadap loud call simakobu jantan lainnya.
Simakobu jantan mengeluarkan loud call pada pagi hari dan sore hari (Tenaza 1989). Simakobu betina adalah satu-satunya Asia Colobinae yang mempunyai pembengkakan seksual ( sexual swelling ) yang menonjol. Sexual swelling ditandai dengan membengkaknya perineum anterior pada simakobu betina dan berubah warna menjadi pink . Hal tersebut disebabkan sekresi hormon estrogen selama masa estrus. Fungsi dari sexual swelling adalah untuk menarik perhatian jantan. Simakobu betina melahirkan satu anak pada setiap kelahiran ( single birth ) (Tenaza 1989). Periode kelahiran simakobu di Siberut biasanya terjadi dari bulan Juni hingga Juli (Napier & Napier 1985).
Aktivitas harian merupakan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh simakobu sejak meninggalkan pohon tidurnya pada pagi hari hingga kembali ke pohon tidur pada sore hari. Waktu yang digunakan untuk beraktivitas pada setiap individu bervariasi, terkait dengan kelimpahan sumber pakan, kondisi sosial, dan status reproduksi. Aktivitas harian primata dari subfamili Colobinae dapat dibedakan menjadikan aktivitas makan ( feeding ), istirahat ( resting ), bergerak ( moving ), dan aktivitas sosial lainnya (Bennett & Davies 1994). Berdasarkan Paciulli (2002), simakobu menghabiskan waktunya untuk makan (44%), istirahat (46%), bergerak (7%), dan aktivitas sosial lainnya (3%).
Aktivitas makan merupakan segala sesuatu aktivitas yang meliputi kegiatan mulai dari menggapai, mengambil, memasukkan makanan ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan makanan (Stier 2000: 169). Aktivitas simakobu ketika berada di pohon pakannya adalah mencari tempat yang rimbun dan makan diam-diam. Simakobu biasanya mempergunakan salah satu tangannya untuk berpegang pada cabang atau ranting bagian atas, sedangkan tangan yang lain untuk meraih makanan. Selain itu, simakobu juga mempunyai preferensi makan dengan menggunakan tangan kanan. Aktivitas makan simakobu banyak terjadi pada pagi hari dan sore hari (Primata 2007). Aktivitas bergerak adalah salah satu aktivitas yang dilakukan oleh simakobu. Pergerakan yang dilakukan adalah meloncat, atau menggunakan keempat anggota badannya ( quadrupedal ) saat berjalan di dahan atau tanah. Luas daerah jelajah tiap kelompok simakobu sekitar 20-30 hektar, dan pergerakan hariannya dapat mencapai 2 kilometer (Supriatna & Wahyono 2000).
Aktivitas istirahat merupakan suatu keadaan individu relatif tidak aktif meliputi berbaring, duduk, atau berpegang pada dahan tanpa melakukan perpindahan (Zhou dkk . 2007). Umumnya simakobu tidur pada pohon yang rimbun, dan berkelompok dengan anggotanya, serta tidak membuat sarang (Supriatna & Wahyono 2000). Menurut Tenaza & Tilson (1985), ciri- ciri pohon tidur yang disenangi simakobu adalah pohon dengan ketinggian 35–55 meter, dengan diameter 50-150 cm. Aktivitas sosial adalah hubungan timbal balik antar individu yang dapat terjadi karena kesamaan pemenuhan kebutuhan ataupun pendekatan psikis. Salah satu contoh aktivitas sosial adalah bermain ( playing ). Aktivitas bermain digolongkan menjadi bermain objek ( object play ), pergerakan ( locomotion ), dan sosial yaitu bermain bersama teman ( social play ) (Thompson 1996).