Silogisme adalah suatu proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan yang merupakan proposisi ketiga.
Cara berpikir silogisme terbagi atas silogisme kategorik, silogisme hipotetik, silogisme alternatif, dan entimem.
Sebelum menyusun silogisme kita terlebih dahulu mengetahui hukum-hukum dalam silogisme. Dengan menggunakan hukum silogisme susunannya tepat atau tidak, sahih atau tidak sahih dapat kita ketahui. Hukum silogisme itu sebagian mengenai unsur term dan sebagian lagi mengenai unsur proposisi dalam silogisme.
Berikut hukum-hukum silogisme :
Hukum silogisme mengenai term.
Silogisme memunyai tiga term, yakni term subjek (S), term predikat (P), dan term antara (M). Hukum silogisme yang pertama sebagai berikut.
-
Jumlah term dalam silogisme tidak boleh lebih dari tiga. S-M-P. Hukum ini rumusan operasional dari prinsip persamaan. Dalam silogisme term tengah adalah pembanding yang digunakan untuk mengetahui apakah subjek S sama dengan predikat P atau tidak. Hasil dari pembandingan itu adalah S = P atau S ≠ P. Inilah konklusi silogisme.
-
Term tengah (M) tidak boleh terdapat dalam konklusi. Hukum silogisme ini dapat pula dijelaskan dengan cara memperhatikan fungsi term tengah. Term tengah pada dasarnya berfungsi mengadakan perbandingan dengan term-term lainnya dalam kedua premis. Oleh karena itu term tengah hanya diperlukan dalam premis-premis saja, dan bukan dalam konklusi.
-
Term tengah (M) setidak-tidaknya satu kali harus berdistribusi. Silogisme itu suatu bentuk penalaran dan seperti semua penalaran, menyimpulkan suatu konklusi dari premisnya, yang berarti bahwa premis itu sudah terkandung dalam premisnya. Tidak mungkin konklusi mengadakan sesuatu yang secara implisit belum terdapat di dalam premis. Kesatuan berpikir seperti ini akan terjadi apabila term S atau P di dalam konklusi lebih luas daripada term S atau P dalam premis.
-
Term S dan P dalam konklusi tidak boleh lebih luas daripada dalam premis. Kesesatan yang melanggar hukum ini banyak terjadi dan dinamakan dalam bahasa latin dengan latius hos.
Hukum silogisme mengenai proposisi.
Hukum pertama mengenai proposisi dalam silogisme adalah rumus opersional dari prinsip persamaan. Prinsip ini terdiri dari tiga anggota, berupa tiga proposisi, dua proposisi afirmatif sebagai premis yaitu S = M dan M = P, dan yang ketiga sebagai konklusinya, yaitu S = P, yang juga sebuah proposisi afirmatif. Hukum silogisme itu adalah.
-
Apabila proposisi-proposisi dalam premis afirmatif, maka konklusinya harus afirmatif. Menurut prinsip perbedaan, tidak mungkin proposisi-proposisi dalam premis itu semuanya negatif, salah satu pasti harus afirmatif; S = M dan M ≠ P atau sebaliknya. Kalau kedua proposisi dalam premis itu negatif, tidak ada term yang berfungsi sebagai term tengah, tidak ada term yang menghubungkan term S dan term P. Kalau S ≠ M dan M ≠ P maka term M tidak berfungsi term tengah, artinya tidak menghubungkan term S dengan P.
-
Proposisi di dalam premis tidak boleh kedua-keduanya negatif. Menurut prinsip perbedaan pula, kecuali proposisi dalam premis itu harus yang satu afirmatif dan yang lainnya negatif, maka konklusinya pasti negatif. Proposisi afirmatif itu dipandang proposisi kuat, sedangkan proposisi negatif itu proposisi lemah.
-
Konklusi mengikuti proposisi yang lemah dalam premis. Hukum ini harus diartikan bahwa kalau di dalam premis ada proposisi partikular, maka konklusinya pun harus partikular. Sebab penilaian kuat atau lemah itu juga mengenai kuantitas proposisi. Dalam hal ini, proposisi universal adalah proposisi kuat, sedangkan proposisi partikular adalah lemah. Bahwa konklusinya harus mengikuti proposisi partikular yang terdapat di dalam premis adalah jelas. Jika tidak demikian akan terjadi kesesatan Latius Hos, term S di dalam konklusi akan lebih luas daripada di dalam premis.
-
Proposisi dalam premis tidak boleh kedua-duanya partikular, setidak-tidaknya salah satu harus universal. Hukum ini sebenarnya hanya merupakan pelaksanaan hukum ketiga atau keempat di atas mengenai term. Pelanggaran terhadap hukum tiga atau empat, tergantung bentuk silogismenya. Dua proposisi yang partikular dalam premis itu kedua-duanya proposisi afirmatif atau salah satu diantaranya adalah proposisi negatif.
Silogisme Kategorik
Silogisme adalah suatu bentuk formal deduksi yang terdiri dari proposisi- proposisi kategori. Konklusi dalam silogisme ditarik dari proposisi I dengan bantuan proposisi II. Tanpa adanya proposisi II tidak dapat ditarik sebuah konklusi. Jadi, kedua proposisi itu merupakan dasar bagi penarikan sebuah konklusi.
Silogisme kategorik merupakan struktur suatu deduksi berupa suatu proses logis yang terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagiannya berupa pernyataan kategoris atau pernyataan tanpa syarat.
Contoh 1
Proposisi I : Semua sarjana adalah tamatan S1.
Proposisi II : Daniel adalah sarjana.
Konklusi : Daniel tamatan S1.
Contoh 2
Proposisi I : Semua tanaman membutuhkan air.
Proposisi II : Akasia adalah tanaman.
Konklusi : Akasia membutuhkan air.
Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotesis. Silogisme ini bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis, dan premis minornya mengandung pernyataan apakah kondisi pertama terjadi atau tidak. Rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah jika P maka Q.
Jenis-jenis silogisme hipotetik sebagai berikut.
-
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden, seperti:
Premis Mayor : Jika hujan, saya naik becak.
Premis Minor : Sekarang hujan.
Kesimpulan : Jadi, saya naik becak.
-
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti:
Premis Mayor : Bila hujan, bumi akan basah.
Premis Minor : Sekarang bumi telah basah.
Kesimpulan : Jadi, hujan telah turun.
-
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden, seperti:
Premis Mayor :Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Premis Minor : Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Kesimpulan : Jadi, kegelisahan tidak akan timbul.
-
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Premis Mayor : Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Premis Minor : Pihak penguasa tidak gelisah.
Kesimpulan : Jadi, mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Bila anteseden kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B maka, hukum silogisme hipotetik adalah sebagai berikut.
-
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
-
Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
-
Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
-
Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif merupakan silogisme yang proposisi mayornya mengandung kemungkinan atau pilihan. Proposisi minornya menerima atau menolak salah satu alternatif itu. Konklusinya bergantung pada premis minor. Jika premis minor menolak satu alternatif, maka alternatif lain diterima.
Silogisme alternatif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan alternatif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Rumus Silogisme Alternatif
Premis Mayor : A atau B
Premis Minor : Bukan A atau bukan B
Kesimpulan : Jadi B (atau) A
Contoh 1
Premis Mayor : Andi mencintai saya atau membenci saya.
Premis Minor : Andi tidak mencintai saya
Kesimpulan : Maka, Andi membenci saya.
Contoh 2
Premis Mayor : Hasan di rumah atau di pasar.
Premis Minor : Hasan tidak di rumah.
Kesimpulan : Jadi, Hasan di pasar
Hukum-hukum silogisme alternatif dapat dijelaskan sebagai berikut.
-
Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).
Contoh: Budi menjadi guru atau pelaut. Budi adalah guru. Maka Budi bukan pelaut.
-
Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah).
Contoh: Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya. Ternyata tidak lari ke Yogya. Maka dia lari ke Solo.
Konklusi ini salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.