Apa yang anda ketahui tentang Rusa Sambar?

rusa sambar

Rusa sambar atau sambar india (Cervus unicolor syn. Cervus aristotelis) adalah jenis rusa besar yang umum berhabitat di Asia. Spesies yang umum memiliki ciri khas tubuh yang besar dengan warna bulu kecoklatan. Sambar dapat tumbuh setinggi 102 cm - 160 cm sampai bahu dengan berat sekitar 546 kg. Sambar umumnya berhabitat di hutan dan bergantung pada tanaman semak atau rerumputan. Mereka umumnya hidup dalam kelompok dengan anggota 5 - 6 anggota.

Rusa sambar mendiami sebagian besar Asia Selatan dengan batas sampai wilayah Himalaya. Selain itu dapat pula ditemukan di hutan tropis Burma, Thailand, Indocina, the Semenanjung Malaya), Tiongkok Selatan (termasuk Hainan), Taiwan, serta di pulau Sumatra dan Kalimantan di Indonesia.

Rusa sambar merupakan rusa terbesar di Indonesia. Rusa sambar atau dalam bahasa ilmiah (latin) disebut Cervus unicolor menjadi rusa paling besar diantara 3 rusa asli Indonesia lainnya seperti rusa timor (Cervus timorensis), rusa bawean (Axis kuhlii), dan kijang (Muntiacus muntjak).

Rusa sambar terdiri sedikitnya 13 subspesies. Subspesies rusa sambar yang asli berasal dari Indonesia dan menjadi rusa terbesar di Indonesia adalah Cervus unicolor
equinus. Supspesies ini selain terdapat di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) terdapat juga di semenanjung Malaysia dan Thailand.

Ciri dan Perilaku. Ciri khas rusa sambar adalah tubuh yang besar dengan warna bulu kecoklatan dan cenderung berwarna coklat ke abu-abuan atau ke merah-merahan, warna gelap sepanjang bagian atas.

Rusa sambar (Cervus unicolor) rusa terbesar di Indonesia. (gambar: wikipedia)

Rusa yang hidup di Sumatera Indonesia ini dapat tumbuh setinggi 102 cm – 160 cm dengan panjang tubuh sekitar 150 cm. Berat rusa dewasa sekitar 80-90 kg (betina) dan 90-125 kg (jantan). Tanduk rusa sambar juga tergolong panjang dan bisa mencapai hingga tinggi 1 meter.

Meskipun tidak memiliki musim kawin yang spesifik, umumnya rusa sambar (Cervus unicolor) melakukan perkawinan alami berkisar antara bulan Juli sampai September. Rusa betina akan bunting selama 7-8 bulan. Anak akan bersembunyi selama 1-2 minggu, kemudian bergabung dengan kelompok.

Tanduk rusa hanya dimiliki oleh rusa jantan yang tumbuh pada umur sekitar 14 bulan. Tanduk pertama hanya berbentuk lurus dan baru bercabang pada masa pertumbuhan tanduk berikutnya. Tanduk akan lepas pada umur 10-12 bulan setelah tumbuh, selanjutnya akan tumbuh kembali.

Rusa sambar merupakan binatang diurnal yang beraktifitas pada siang hari. Mereka hidup secara berkelompok dan mendiami daerah hutan tropis maupun subtropis hingga ketinggian mencapai 2000 meter dpl.

Persebaran dan Konservasi. Rusa sambar selain memiliki daerah penyebaran yang sangat luas di Asia. Persebarannya meliputi Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, China, India, Indonesia (Sumatera), Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.

Selain itu, rusa sambar (Cervus unicolor) juga telah diintroduksi ke Australia, New Zealand, Afrika Selatan, Amerika Serikat (California, Florida, Texas).

Di Indonesia, rusa sambar hidup secara alami di pulau Sumatera dan Kalimantan. Rusa sambar yang mendiami Indonesia merupakan anak jenis (subspesies) Cervus unicolor
equinus yang dapat dijumpai pula di semenanjung Malaysia dan Thailand.

Status konservasi rusa sambar oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam “Vulnerable” (VU; Resiko Rendah) sejak tahun 1996 meskipun sebelumnya pernah mendapatkan status “Endangered” (EN; Terancam Punah).

Di Indonesia, rusa sambar, sebagaimana 3 jenis rusa lainnya yang dimiliki Indonesia termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.

Meskipun rusa sambar yang juga menjadi rusa terbesar di Indonesia ini masih berstatus “Resiko Rendah” (Vulnerable), namun kita tidak boleh lengah untuk senantiasa menjaga kelestarian rusa terbesar ini agar tidak punah dan tetap menjadi kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Upaordo: Ruminantia; Famili: Cervidae; Upafamili: Cervinae; Genus: Cervus; Spesies: Cervus unicolor.

Nama Latin (ilmiah): Cervus unicolor; (Kerr, 1792); Nama Indonesia: Rusa sambar.

Rusa Sambar ( Cervus unicolor ) merupakan populasi rusa terbesar untuk daerah tropik dengan sebaran di Indonesia mencakup pulau besar dan kecil yaitu pulau Sumatera, Kalimantan, Irian, Nusa Tenggara Timur dan Barat serta pulau kecil di sekitar Sumatera (Whitehead, 1994).

Klasifikasi rusa Sambar berdasarkan tata nama ilmiah menurut (Eco India, 2008) sebagai berikut :

  • Kingdom: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Class: Mamalia
  • Ordo: Artiodactyla
  • Sub ordo: Ruminantia
  • Famili: Cervidae
  • Sub famili: Cervinae
  • Genus: Cervus
  • Spesies: C. unicolor
  • Zoological name: Cervus unicolor.

Famili cervidae merupakan kelompok kompleks terbagi atas 57 spesies dan hampir 200 sub spesies. Rusa Sambar (sambur, sambhur, Tamil: Kadaththi man ) adalah nama umum untuk beberapa rusa Asia yang mempunyai ciri berwarna coklat gelap dan tinggi pundak mencapai 102-160 cm dengan bobot badan mencapai 546 kg (Nugent et al ., 2001). Tinggi badan pada rusa jantan dapat mencapai 160 cm dengan berat badan antara 136-320 kg, sedangkan rusa yang betina mencapai 115 cm dengan berat badan 135-225 kg. Ukuran ini bervariasi tergantung pada sub spesies. Ada kecenderungan sub spesies rusa sambar yang berasal dari India dan Sri Lanka merupakan yang terbesar (Awal et al., 19 92, Lewis et al. , 1990). Peternakan rusa di Australia mencatat, rusa Sambar betina dapat mencapai berat badan 228 kg (Anderson, 1984).

Warna bulu rusa sambar jantan umumnya coklat dengan variasi agak kehitaman (gelap) pada yang tua. Ekor rusa sambar agak pendek dan tertutup bulu yang lebih panjang dibandingkan bulu pada badan rusa. Bulu rusa Sambar kasar dan tidak terlalu rapat. Pada daerah leher bagian lateral, bulu membentuk suatu surai/malai ( mane ). Perubahan warna bulu dari coklat cerah menjadi lebih gelap, khususnya pada yang jantan dominan, sering terlihat bersamaan dengan masuknya pejantan ke masa aktif reproduksi (Semiadi, 2004 tidak dipublikasi).

Rusa mempunyai ranggah yang spesifik terdiri atas jaringan kartilago yang berbeda secara struktural dengan tanduk yang terdiri atas jaringan keratin. Bentuk dan struktur ranggah rusa spesifik untuk tiap spesies. Pada rusa sambar struktur ranggah terdiri atas cabang pertama yang letaknya paling bawah disebut brow tines , sedang cabang kedua dengan dua ujung masing-masing inner top tines yang terletak dibagian dalam dan outer top tines di bagian luar (Anderson, 1978).

Ranggah akan mengalami siklus pertumbuhan dan ranggah muda yang baru tumbuh tersusun oleh cartilago (Haigh dan Hudson, 1993). Pada masa pertumbuhan ranggah, mempunyai banyak pembuluh darah dan jaringan syaraf dan berwarna hitam (Gray et al., 1992), serta diselimuti kulit yang halus dengan bulu yang lembut (Wilson, 1989) dikenal dengan sebutan velvet antler . Berikutnya ranggah rusa yang telah berkembang maksimal akan berhenti pertumbuhannya dan mengalami kalsifikasi, yaitu pembuluh darah dan jaringan syaraf menjadi mati, jaringan cartilago mengalami pengerasan (tulang) dan fase ini disebut dengan tahap ranggah keras.

Tahap ranggah keras ditandai dengan tingkah laku rusa yang mengasahkan ranggahnya pada benda keras sehingga kulitnya mengelupas. Pada akhir tahap ranggah keras, ranggah akan tanggal, berikutnya ranggah rusa yang baru akan tumbuh lagi. Peristiwa ini disebut dengan siklus pertumbuhan ranggah (Goss, 1983). Hasil penelitian (Handarini, 2006) siklus ranggah rusa timor terdiri atas 3 tahap yaitu ranggah velvet (rataan 148.8 ± 11.44 hari), tahap ranggah keras (208.8 ± 3.44 hari ) dan tahap casting (16 ± 0.80 hari).

Habitat, Upaya Penangkaran dan Sistem Peternakan Rusa Sambar


Habitat alami rusa terdiri atas beberapa tipe vegetasi seperti savana yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan dan vegetasi hutan yang tidak terlalu rapat untuk tempat bernaung (istirahat), kawin dan menghindarkan diri dari predator. Hutan sampai ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut dengan padang rumput merupakan habitat yang paling disukai oleh rusa terutama jenis Cervus timorensis , kecuali Cervus unicolor yang sebagian besar aktivitas hariannya dilakukan pada daerah payau (Garsetiasih, dan Mariana 2007). Daerah habitat asli rusa sambar berupa daerah payau atau berair, namun dengan berkembangnya wilayah perkebunan kelapa sawit di habitat rusa sambar, ternyata rusa mampu bertahan dan terbukti dapat berkembang dengan baik (Semiadi, 2004 pengamatan pribadi).

Habitat penangkaran berbeda dengan habitat alami. Berdasarkan ciri habitatnya, pada habitat penangkaran terdapat peningkatan nutrisi, bertambahnya persaingan intraspesifik untuk memperoleh makanan, berkurangnya pemangsaan oleh predator alami, berkurangnya penyakit dan parasit serta meningkatnya kontak dengan manusia (Grier dan Burk, 1992). Selain itu penangkaran juga dapat meningkatkan produktifitas dan reproduksi rusa sambar karena dengan penangkaran akan pengukuran-pengukuran terhadap nilai satuan produksi dan reproduksi satwa yang didomestikasi. Dari hasil-hasil penelitian yang telah banyak dilakukan ternyata rusa sambar mempunyai adaptasi yang tinggi dengan lingkungannya sehingga mudah untuk ditangkarkan. Rusa termasuk satwa yang produktif karena dapat bereproduksi setiap tahun dan mempunyai tingkat produksi yang tinggi dengan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan satwa lain.

Karakteristik Reproduksi Rusa Jantan dan Betina


Dilihat dari segi reproduksi, rusa termasuk satwa liar yang produktif, masa aktif reproduksi rusa dimulai dari umur 1,5 tahun- 12 tahun dan umur maksimum yang dapat dicapai sekitar 15-20 tahun (Garsetiasih dan Herlina, 2004). Di China rusa mampu beradaptasi pada habitat dengan iklim yang berubah-ubah (Li et al ., 2001). Di zona temperate, musim kawin rusa white-tailed ( Odocoileus virginianus ) sangat dipengaruhi oleh iklim, akan tetapi ruminansia ini dapat kawin sepanjang tahun jika hidup di kawasan tropis.

Karakteristik reproduksi rusa jantan mempunyai korelasi dengan tahap pertumbuhan ranggah. English (1992) mengemukakan bahwa pertumbuhan rangggah rusa jantan yang hidup di daerah tropis sama dengan rusa jantan di daerah empat musim yang melewati empat tahap pertumbuhan ranggah yaitu: pedicle, velvet , ranggah keras dan lepas ranggah ( casting ). Beberapa peneliti juga mengemukakan bahwa aktivitas reproduksi rusa jantan di daerah empat musim mempunyai siklus yang berhubungan dengan tahap pertumbuhan ranggah (Brown et al. 1983; Mylrea 1992) dan panjang hari (Bubenik et al. 1987). Sedangkan siklus reproduksi rusa tropis diyakini tidak dipengaruhi oleh panjang hari. Nalley et al., (2005) mengemukakan adanya perbedaan aktivitas reproduksi pada tahap ranggah keras dan velvet pada rusa timor. Dimana aktivitas reproduksi tertinggi terjadi pada tahap ranggah keras. Diperkuat oleh hasil penelitian Handarini et al., (2005) bahwa kualitas semen rusa timor lebih tinggi pada tahap ranggah keras dibandingkan ranggah velvet . Dapat dikatakan untuk rusa tropis aktivitas reproduksi erat kaitannya dengan pertumbuhan ranggah.

Fungsi ranggah selain sebagai penanda aktifitas reproduksi dengan cara menggaruk-garukkan ranggah pada batang pohon, membuat tanda teritori yang tidak boleh dijamah pejantan lain, juga digunakan sebagai alat perlindungan diri pada saat perkelahian untuk memperebutkan rusa betina.

Pada kelompok rusa ketika memasuki musim kawin, pejantan akan berkompetisi dengan pejantan lain untuk dapat menguasai kelompok betina yang dapat dikawininya. Sifat kompetisi ini akan membentuk suatu susunan kekuatan penguasaan yang disebut hierarki, pejantan yang dapat menguasai kelompok betina disebut pejantan dominan. Sedangkan sifat mengumpulkan beberapa ekor betina oleh seekor pejantan disebut pengumpulan harem (Semiadi dan Nugraha, 2004). Beberapa penelitian melaporkan bahwa pada beberapa spesies rusa tropis pada saat musim kawin mengeluarkan suara yang khas, lebih ganas, berguling dan berendam dalam lumpur, seperti pada rusa sambar (Schroder, 1976) dan rusa totol (Hadi, 1984).

Penelitian pada kondisi kandang yang berbeda menunjukkan perbedaan tingkah laku reproduksi rusa jantan. Tingkah laku yang umum tampak di habitat alaminya pada masa aktif reproduksi rusa jantan akan menunjukkan: rutting (mengasah tanduk), menandai daerah teritori dengan cara urinasi ( urine spray ), wallowing (berkubang) bila ada kubangan, membuat lubang di tanah dengan tanduk, berguling-guling membalut semua badan dengan lumpur, membuat mahkota diatas ranggah dengan rumput atau serpihan tanaman tahunan (Asher et al., 1996). Bila dikandangkan dengan fasilitas kubangan dan lantai semen maka beberapa tingkah laku akan menghilang menyesuaikan dengan kondisi kandang. Rusa jantan tidak dapat membuat lubang dan mengasah tanduk dilakukan pada kayu kandang (Toelihere et al., 2005).

Tingkah laku seksual pada berbagai musim kawin rusa telah diteliti Gastal et al. (1996) dengan penampakan tingkah laku reproduksi: flehmen, mounting tanpa ereksi dan gerakan kopulasi dari pelvis. Karakteristik dari tingkah laku seksual lain yang diamati adalah mencium daerah genital betina, menggigit dan mengeluarkan suara khas untuk aktivitas reproduksi ( vocalization ). Tingkah laku seksual pada hewan jantan dipisahkan menjadi motivasi seksual dan kemampuan kopulasi (Becker et al., 1992). Sedangkan menurut Bearden dan Fuguay (1997) tingkah laku seksual pada hewan jantan lebih, mengarah pada tingkah laku kawin yaitu keinginan untuk mencari pasangan dan kemampuan untuk kawin (kopulasi).

Tingkah laku reproduksi pada jantan menurut Becker et al. (1992) ada dua yaitu tingkah laku pre - copulation dan tingkah laku kopulasi. Tingkah laku pre- copulation penting untuk terjadinya kopulasi dan biasanya disebut dengan tingkah laku courtship (percumbuan) dengan tidak hanya menerima hewan jantan secara seksual tapi juga menghasilkan bau yang khas (pheromon), suara dan stimulasi fisik yang menandakan betina tersebut dalam kondisi estrus. Tingkah laku kopulasi ditandai dengan penerimaan jantan secara seksual. Performa yang tampak adalah lordosis yang ditandai dengan dengan tidak bergeraknya tubuh betina, posisi membungkuk dengan kaki depan direndahkan, kemudian badan membentuk lengkungan.

Angka kebuntingan tertinggi pada rusa betina dicapai saat pejantan menunjukkan tingkah laku rutting dan berada pada tahap keras. Lincoln (1992) mengemukakan bahwa pada rusa merah perkawinan atau introduksi rusa jantan pada kelompok rusa betina dilakukan selama musim panas (bulan September sampai Februari), pada tahap ini velvet sudah mulai digantikan dengan ranggah keras. Pejantan sangat agresif untuk memperebutkan betina dan perhatian secara khusus diberikan pejantan terutama pada betina yang sedang estrus. Di Scotlandia mayoritas kebuntingan rusa betina terjadi pada bulan Oktober dan kelahiran pada bulan Mei tahun berikutnya. Maka dapat diasumsikan bahwa pola reproduksi berkorelasi dengan tahap pertumbuhan ranggah.

Terdapat berbagai kemungkinan penyebab rendahnya produktivitas rusa sambar, antara lain rusa sambar betina bersifat non seasonal polioestrus artinya dapat birahi kapan saja sepanjang tahun dan bila tidak bunting akan birahi pada siklus berikutnya, sehingga dapat melahirkan sepanjang tahun (Semiadi, 2001). Bila rusa melahirkan pada musim dimana ketersediaan pakan terbatas, maka induk mempunyai beban yang sangat berat (English, 1992) yaitu terbatasnya produksi air susu, lambatnya pengembalian kondisi tubuhnya setelah melahirkan dan kembali birahi yang lambat yang menyebabkan postpartum anestrus yang panjang. Dampak pada anak yang dilahirkan yaitu pertumbuhan lambat, kematian anak tinggi karena air susu tidak mencukupi kebutuhan anak (Nelson dan Wolf, 1987; English dan Mulley, 1992). Penyebab rendahnya reprodukstivitas rusa yang kedua adalah karena rusa jantan mempunyai siklus reproduksi, yaitu pada saat ranggah luruh dan atau ranggah sedang tumbuh produksi spermatozoa minimal yang kemungkinan infertil

(Haigh and Hudson , 1993; Dradjat, 2000; 2001; 2002; Handarini et al., 2004; 2005). Handarini (2006) melaporkan bahwa pada tahap ranggah velvet abnormalitas sperma secara individu pada rusa timor mencapai 96%.

Untuk mencapai kesuburan yang tinggi, pada betina birahi diperlukan rusa jantan yang berada pada fase ranggah keras, pada periode ini rusa jantan menghasilkan spermatozoa yang berkualitas baik dengan kesuburan tinggi. Seperti hewan jantan lain, rusa memiliki beberapa pola perkawinan yang bervariasi. Puncak musim kawin pada rusa sambar dihabitat asli (seperti di Indonesia) belum diketahui secara jelas. Rusa sambar yang dipelihara di Australia mengalami puncak musim kawin pada bulan Mei sampai Juni dan September sampai November. Di New Zealand musim kawin terjadi pada bulan Mei atau awal Juni (Semiadi et al. 1994; Semiadi, 1995). Hasil penelitian Imelda (2004) memperlihatkan bahwa tingkah laku kawin rusa sambar muncul antara bulan Juni hingga Agustus.

Tingkah laku lain adalah dengan membentuk mahkota. Ranggah merupakan pertanda dominasi seekor rusa jantan dalam suatu kelompok. Sifat jantan yang akan mengawini betina dan keberhasilan perkawinan tergantung pada tingkat dominasi jantan (agresivitas), daya tarik antara jantan dan betina yang sedang estrus, tahapan interaksi tingkah laku (kesiapan untuk mating) dan reaksi jantan untuk menaiki betina (Anonimous, 1995).

Hewan yang tidak dalam masa birahi akan menolak untuk kawin. Pada hewan yang tidak bunting, periode birahi dimulai sejak dari permulaan birahi sampai ke permulaan periode berikutnya (Akoso, 1996). Gejala kebuntingan sapi setelah pelaksanaan perkawinan, sangat penting diketahui. Namun dalam praktek bukan berarti bahwa tidak timbulnya birahi sapi betina menyatakan adanya kebuntingan. Hal yang harus dicatat adalah bila sapi betina sudah dikawinkan mempunyai gejala berat tubuhnya meningkat, pertambahan besar dari dinding perut terlihat. Sapi betina menjadi lebih tenang, pada sapi betina yang baru pertama kali bunting terlihat adanya perkembangan ambing, terlihat adanya gerakan pada perut sebelah bawah, sisi kanan, dan belakang. Maka gejala kebuntingan positif (Murtidjo, 1990).

Pada rusa timor betina pada umur satu sampai dua tahun sudah dapat bereproduksi dengan lama bunting antara 7.5 bulan sampai 8.3 bulan. Bila ditangani secara intensif satu bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bunting lagi terutama bila dilakukan penyapihan dini pada anak yang dilahirkan. Setiap tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya satu ekor. Untuk Penangkaran rusa , jumlah betina lebih banyak dibandingkan jumlah jantan karena satu ekor rusa jantan dapat mengawini beberapa betina dan pada rusa timor Ratio seks jantan: betina yaitu 1:2 (Takandjandji, 1993) dan menurut Garsetiasih dan Takandjandji (2007) bahwa rusa jantan dalam penangkaran dapat mengawini empat ekor rusa betina.

Pola Kopulasi Rusa Sambar


Pola kopulasi terjadi secara berurutan sehingga mudah dibedakan dengan aktifitas prekopulatori. Dimulai dengan percumbuan ( courtship ) , pada periode ini biasanya pejantan memisahkan betina estrus dengan kelompok betina lain bahkan mengusir pejantan-pejantan sub ordinat (secara hirarki lebih rendah tingkatan sosialnya) yang mencoba mendekati betina. Pamer seksual juga ditunjukkan dengan cara menciumi daerah perineal betina dan roaring ( vocalization ). Flehmen (nyengir atau lip curl ) juga merupakan komponen percumbuan yang khas pada Artiodactyla. Rusa mengambil posisi kepala tegak pada mulut ke arah atas dan bibir atas terangkat. Stimulus flehmen dapat berupa urine betina atau genital betina. Setelah mencium urine atau genital betina estrus, rusa jantan akan flehmen (Toelihere, 1983).

Mounting (penunggangan) biasanya belum berhasil sampai beberapa kali pada saat betina masih pada fase proestrus (belum bersedia menerima pejantan). Setelah betina estrus (cukup reseptif menerima pejantan) maka penunggangan akan diikuti dengan kopulasi. Pejantan meletakkan dagunya pada bagian belakang betina dan betina memberikan respon dengan memberi tekanan dengan menggunakan punggungnya ke arah atas. Bila sudah demikian, maka pejantan akan memfiksir kaki depan pada pinggul betina dan mendorong pelvis ke arah depan. Selama proses penunggangan organ kopulatori ereksi secara partial dan keluar dari preputium. Bila ada cairan yang keluar dari organ kopulatori merupakan eksresi dari kelenjar Cowper bukan semen.

Intromisi terjadi karena adanya kontraksi musculus rectus abdominalis. Setelah semua organ kopulatori keluar dari preputium, intromisi baru terjadi. Lama waktu intromisi yang bervariasi antar jenis ternak. Ejakulasi t erjadi setelah intromisi sempurna sehingga semen dapat dideposisikan pada tempat yang sesuai dengan anatomi organ reproduksi betina. Rusa jantan deposisi semen mendekati mulut serviks. Ejakulasi aborsif dapat terjadi apabila betina menolak intromisi organ kopulatori pejantan. Refraktori adalah masa istirahat sementara dari aktivitas reproduksi. Menurut Toelihere et al . (2005) frekuensi kopulasi berbeda menurut iklim, jenis, bangsa, individu, sex ratio, luas atau kandang, periode istirahat kelamin dan rangsangan seksual. Bila kondisi iklim memungkinkan untuk kopulasi maka kopulasi dapat terjadi pada waktu siang atau malam hari.

1 Like