Apa yang anda ketahui tentang Raja Wisnuwardhana ?

Raja Wisnuwardhana, menurut Pararaton, merupakan raja ke empat kerajaan Singosari. Sedangkan menurut Nagarakretagama, Raja Wisnuwardhana merupakan raja ke tiga kerajaan Singosari.

Apa yang anda ketahui tentang Raja Wisnuwardhana ?

Raja Wisnuwardhana adalah raja Kerajaan Tumapel yang kemudian terkenal dengan nama Kerajaan Singhasari. Ia memerintah pada tahun 1248 - 1268 bergelar Sri Jayawisnuwarddhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhumardana Kamaleksana (menurut prasasti Maribong, 1248). Pada pemerintahan Raja Wisnuwardhana, nama Singosari diperkenalkan.

Asal Usul


Menurut Pararaton, nama asli Wisnuwardhana adalah Ranggawuni, putra Anusapati, putra Tunggul Ametung. Pada tahun 1249 Anusapati tewas oleh kudeta licik yang dilakukan adik tirinya, bernama Tohjaya putra Ken Arok dari selir. Nagarakretagama tidak menyebutkan siapa nama asli Wisnuwardhana. Nama Ranggawuni sendiri tidak pernah dijumpai dalam prasasti apa pun sehingga diduga merupakan nama ciptaan Pararaton.

Dalam prasasti Mula Malurung (1255) disebutkan kalau ayah dari Kertanagara bernama Seminingrat. Nama Seminingrat juga ditemukan dalam prasasti Maribong (1248) sebagai nama lain Wisnuwardhana. Selain itu prasasti Mula Malurung juga menyebutkan kalau ibu Kertanagara bernama Waning Hyun yang merupakan sepupu Seminingrat sendiri. Dalam Prasasti Wurare (1289), Kertanagara menyebut ibunya bernama Jayawardhani. Jadi, nama Jayawardhani merupakan gelar resmi dari Waning Hyun.

Berdasarkan bukti prasasti tersebut, dapat disimpulkan bahwa, nama asli Wisnuwardhana adalah Seminingrat, sedangkan Ranggawuni hanyalah nama ciptaan pengarang Pararaton.

Pemerintahan Raja Wisnuwardhana


Menurut prasasti Mula Malurung, Wisnuwardhana mempersatukan kembali Kerajaan Tumapel dengan Kadiri sepeninggal Tohjaya. Berita ini tidak pernah disinggung dalam Pararaton ataupun Nagarakretagama. Kemungkinan besar, sepeninggal Ken Arok sebagai raja Tumapel, terjadi perpecahan yang menyebabkan kerajaan Kadiri memisahkan diri dari kerajaan Tumapel.

Pada tahun 1248 M Wisnuwardhana dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Jayawisnuwardhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhumardana Kamaleksana (menurut prasasti Maribong 1248). Dalam menjalankan pemerintahannya dia dibantu oleh Mahisa Campaka. Hal ini merupakan penerapan dari adanya struktur birokrasi pemerintahan yang mana para kerabat kerajaan memegang jabatan tinggi pemerintahan baik dipusat maupun di daerah.

Mahisa Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng atau cucu Ken Arok.

Raja Wisnuwardhana mengangkat Mahisa Campaka sebagai Ratu Angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pengadaan jabatan Ratu Angabhaya sengaja dilakukan oleh raja Wisnuwardhana. Fungsi dari Ratu Angabhaya, ialah sebagai peniadaan bahaya. Hal ini didasari dari adanya keinginan raja Wisnuwardhana untuk mempersatukan kerajaan Kediri dan Tumapel. Dalam proses pemersatuan kedua kerajaan yang terpisah ini, maka dilakukan beberapa upaya. Adapun upaya yang dilakukan tidak hanya dibidang politik, namun juga di bidang religi keagamaan. Pada bidang politik dengan mengadakan jabatan Ratu Angabhaya beserta pengurus-pengurus pemerintahan kerajaan.

Salah satu cara yang ditempuh oleh kedua pemimpin yang diprakarsai oleh Ken Dedes yaitu menyatukan kedua keturunan dari satu ibu yang berbeda ayah. Bisa dikatakan dengan pernikahan politik, yakni dengan menikahkan dua cucu keturunannya. Adapun cucu dari Ken Dedes adalah Wisnuwardhana (putra dari Anusapati) dan Waning Hyun (putri dari Mahisa Wonga Teleng). Pada tahun 1254 Wisnuwardhana meresmikan Singasari sebagai ibukota kerajaan Tumapel, yang sebelumnya nama ibukotanya adalah Kutaraja. Namun seiring berjalannya waktu nama kerajaan Singasari lebih terkenal dibandingkan dengan nama kerajaan Tumapel. Pada tahun yang sama Raja Wisnuwardhana menobatkan puteranya Sri Kertanegara sebagai Yuwaraja.

Pada tahun 1252, Raja Wisnuwardhana menghancurkan pemberontakan Linggapati di Mahibit.

Pemerintahan Wisnuwardhana berakhir tahun 1268, hal ini berdasarkan analisis bukti prasasti, dimana raja Kertanagara sudah menjadi raja penuh sekitar tahun 1268.

Keagamaan dalam Pemerintahan Raja Wisnuwardhana


Pada jaman kerajaan Singasari kehidupan masyarakatnya dikenal taat beragama, terlihat mereka sebagai penganut agama Hindhu Syiwa. Para penganut agama Syiwa menyembah dewa Syiwa, karena mereka percaya bahwa dewa Syiwa perkembangan selanjutnya agama pada masa Singasari mengalami kemajuan.

Pada masa Wisnuwardhana, kehidupan beragama masyarakat Singasari mulai tertata, setelah ibukota kerajaan Tumapel berganti nama menjadi Singasari. Menurut Kitab Negarakertagama dalam pupuh 41 gatra ke-4 dijelaskan, bahwa raja Wisnuwardhana yang memerintah Singasari menganut agama Syiwa Budha, yaitu suatu aliran keagamaan yang merupakan perpaduan antara ajaran Hindhu dan ajaran Budha. Aliran tersebut berkembang selama masa pemerintahan kerajaan Singasari.

Kekuatan gaib dari Mpu Bharadah masih sangat berpengaruh, meskipun dia telah meninggal. Bahkan ketika masa pemerintahan raja Wisnuwardhana, kekuatan gaib yang telah berlangsung beberapa abad yang lalu. Hal ini membuktikan, bahwa pulau Jawa yang sudah dengan susah payah disatukan oleh raja Wisnuwardhana masih terancam bahaya. Dikarenakan sewaktu-waktu bisa saja terjadi perpecahan lagi.

Untuk menolak bahaya ini, Wisnuwardhana lebih mengutamakan kegiatan keagamaannya. Menurut kaum buddhis untuk mengetahui kesukaran-kesukaran yang melekat pada suatu pemerintahan dalam zaman kali (dunia), maka Wisnuwardhana menjalankan pertapaan. Kegiatan yang dilakukan Wisnuwardhana ini dilaksanakan secara terus menerus, bahkan ketika pemerintahan Kertanegara.

Akhir Hayat


Menurut kitab Negarakertagama raja Wisnuwardhana meninggal pada tahun 1192 Saka atau 1270 Masehi, sedangkan menurut menurut Pararaton adalah 1272. Ketika Jayawisnuwardhana meninggal, abunya dibagi menjadi dua dan disimpan didua candi yaitu dicandi Jago dan Waleri. Wisnuwardhana dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, sedangkan dicandi Jago berlambang arca Budha. Pendharmaan di Waleri sampai saat ini belum dapat diketahui lokasinya, akan tetapi di candi Jago masih dapat diidentifikasi yaitu sebagai Budha Amoghapasa yang terletak didesa Tumpang Malang.

Pembuatan patung perwujudan Wisnuwardhana sebagai Amoghapasa mempunyai tujuan yang disesuaikan aturan agama. Apabila ditaruh di tempat yang sama yakni tempat Mpu Bharadah bertapa, maka dapat menangkis dan menetralisir kekuatan gaib tersebut. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan gaib atau spiritual yang dimiliki raja, dirangsang dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang sakral sehingga menjadi dapat menjelma Syiwa Mahadewa.

Penganut agama Hindhu Syiwa di Singasari sebagian besar berada diwilayah Kediri, namun setelah ditklukkan oleh Ken Arok penganut agama Hindhu Syiwa di Kediri menjadi wilayah kekuasaan Singasari. Pada lebih kuat untuk melindungi kerajaan dan membinasakan bahaya.