Apa yang anda ketahui tentang Raja Kertanegara : Raja yang berani menantang kerajaan Mongol ?

Raja Kertanegara

Raja Kertanegara merupakan raja Kerajaan Singhasari terakhir yang mampu mengusung Kerajaan Singhasari menuju puncak kejayaannya. Ia dipandang sebagai raja Jawa pertama yang berambisi ingin menyatukan wilayah Nusantara dengan ekspedisi Pamalayu. Melalui ekspedisi tersebut, beberapa tempat yang berhasil ditaklukkan antara lain ; Bali, Kalimantan Barat Daya, Maluku, Sunda dan Pahang.

Apa yang anda ketahui tentang Raja Kertanegara ?

Sri Maharaja Kertanagara (meninggal tahun 1292), adalah raja terakhir yang memerintah kerajaan Singhasari pada tahun (1268 - 1292). Nama gelar raja yang dipakai adalah Sri Maharaja Sri Lokawijaya Purusottama Wira Asta Basudewadhipa Aniwariwiryanindita Parakrama Murddhaja Namottunggadewa. Sedangkan, berdasarkan Prasasti Padang Roco yang bertarikh 1286, Kertanagara bergelar śrī mahārājādhirāja kŗtanagara wikrama dharmmottunggadewa

Masa pemerintahan Kertanagara dikenal sebagai masa kejayaan Singhasari, dan ia dipandang sebagai penguasa Jawa pertama yang berambisi ingin menyatukan wilayah Nusantara. Menantunya Raden Wijaya, kemudian mendirikan kerajaan Majapahit sekitar tahun 1293 sebagai penerus dinasti Singhasari.

Asal Usul


Raja Kertanagara adalah putera raja Wisnuwardhana, raja Singhasari tahun 1248-1268. Ibunya bernama Waning Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun adalah putri dari Mahisa Wunga Teleng (putra sulung Ken Arok, pendiri Singhasari, dari Ken Dedes).

Istri Kertanagara bernama Sri Bajradewi. Dari perkawinan mereka lahir beberapa orang putri, yang dinikahkan antara lain dengan Raden Wijaya putra Lembu Tal, dan Ardharaja putra Jayakatwang. Nama empat orang putri Kertanagara yang dinikahi Raden Wijaya menurut Nagarakretagama adalah Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.

Pemerintahan Raja Kertanegara


Berdasarkan prasasti Mula Malurung, sebelum menjadi raja Singhasari, Kertanagara lebih dulu diangkat sebagai yuwaraja di Kadiri tahun 1254. Kertanagara naik takhta Singhasari tahun 1268 menggantikan ayahnya, Wisnuwardhana. Menurut Pararaton ia adalah satu-satunya raja Singhasari yang naik takhta secara damai. Kertanagara merupakan sosok raja Jawa pertama yang ingin memperluas kekuasaannya mencakup wilayah Nusantara. Namun diakhir hayatnya, Kertanagara terbunuh dalam pemberontakan Jayakatwang.

Untuk mewujudkan ambisinya, pada tahun 1275 Masehi, dilaksanakanlah ekspedisi Pamalayu (Pamalayu bermakna perang Malayu) yang bertujuan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sumatra sehingga dapat memperkuat pengaruhnya di selat Malaka yang merupakan jalur ekonomi dan politik penting. Ekspedisi ini juga bertujuan untuk menghadang pengaruh kekuasaan Mongol yang telah menguasai hampir seluruh daratan Asia.

Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Ekspedisi Pamalayu ini bertujuan untuk menjalin kekuatan untuk menghadapi orang Mongol dari Dinasti Yuan yang berkedudukan di Khanbalik (Beijing sekarang). Saat itu Dinasti Yuan atau dikenal sebagai Dinasti Mongol sedang melakukan ekspansi wilayah. Dua pertiga dunia telah dikuasai oleh Dinasti Cina Mongol mulai dari pesisir Pasifik sampai dengan pesisir Atlantik, antara lain dari Korea hingga Rusia (Kievan Rus), Timur-Tengah (menghancurkan dinasti Abbasiyah di Baghdad) dan Eropa Timur.

Dan pada tahun tahun itu, Dinasti Mongol berusaha mengadakan perluasan diantaranya ke Jepang dan Jawa. Jadi maksud ekspedisi ini adalah untuk menghadang langsung armada Mongol agar tidak masuk ke perairan Jawa.

Pengiriman pasukan ke Sumatera dilakukan pada tahun 1275 di bawah pimpinan Kebo Anabrang. Pada tahun 1286 Bhumi Malayu dapat ditundukkan. Kemudian Kertanagara mengirim kembali utusan yang dipimpin oleh rakryān mahā-mantri dyah adwayabrahma membawa arca Amoghapasa sebagai tanda persahabatan dan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Dharmasraya yang saat itu rajanya bernama śrī mahārāja śrīmat tribhuwanarāja mauliwarmmadewa.

Pada tahun 1284 Kertanagara juga berhasil menaklukkan Bali, dan membawa rajanya sebagai tawanan menghadap ke Singhasari.

Pandangan politik luar negeri raja Kertanegara adalah wawasan “cakramandala”, dimana raja Kertanegara mengembangkan perluasan wilayah kekuasaan dengan merangkul kerajaan-kerajaan di pantai Asia Tenggara dan Cina Selatan sebagai mitra sejati.

Raja Kertanegara juga menjalin persahabatan dengan negeri Campa, Hal tersebut dikisahkan dalam prasasti Po Sah dekat Phanrang yang berangka tahun 1306 M yang memberi informasi bahwa Raja Campa Jaya Simihawamana III mempunyai salah seorang permaisuri yang bernama Tapasi.


Gambar Wilayah Kekuasaan Kerajaan Singasari pada masa Raja Kertanegara

Pada tahun 1289 datang utusan Kubilai Khan yang bernama Meng Khi, meminta agar Kertanagara tunduk kepada kekuasaan Mongol dan menyerahkan upeti setiap tahunnya. Kertanagara menolak permintaan itu, bahkan melukai wajah Meng Khi. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Kertanegara bahkan sampai memotong salah-satu telinga Meng Khi.

Untuk membalas hal itu, beberapa tahun kemudian Kubilai Khan mengirim pasukan yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Singhasari. Pasukan tersebut mendarat di Jawa tahun 1293 di mana saat itu Kertanagara telah lebih dulu meninggal akibat pemberontakan Jayakatwang.

Karakteristik Raja Kertanegara


Beberapa sifat raja Kertanegara, berdasarkan beberapa kisah yang diceritakan, antara lain :

  1. Optimis dan ambisius, dalam hal ini Kertanegara mempunyai semangat yang tinggi dalam upayanya untuk mencapai cita-cita. Terlihat dari usahanya memiliki ide menyatukan negeri nusantara, dan meluaskan wilayah Kerajaan Singhasari.

  2. Mempunyai pandangan dan wawasan yang luas, artinya raja Kertanegara memiliki wawasan yang luas, karena warisan dari pemikiran dari ayahnya serta ia gemar mengikuti ayahnya ketika memerintah kerajaan Singhasari sebelumnya.

  3. Cakap dan bersikap tegas, hal ini terkait dalam bidang pemerintahan. Sikap tegas Kertanegara dapat ditunjukkan ketika Ia menolak ultimatum Kaisar Kublai Khan yang menyuruhnya untuk tunduk di bawah kekuasaan Kaisar Cina itu. Penolakan itu dilakukan Kertanegara dengan cara melukai wajah (memotong telinga) Men Khi utusan Kaisar Kublai Khan. Hal ini merupakan penghinaan besar bagi kaisar khan agung.

  4. Seorang ahli tata negara dan pemerintahan yang ulung, Ia mengatur struktur pemerintahan yang sistematis, pembagian wilayah kekuasaan serta kerja-kerja pemerintahan dibagi sesuai dengan kebutuhan pembangunan kerajaan kala itu.

  5. Mempunyai pengetahuan yang tinggi terutama di bidang agama, dalam hal ini Ia menulis sebuah buku Rajapatigundala. Ia beragama budha, dan ahli dalam agama Buddha serta Hindu. Oleh karenannya ia membuat sekte tersendiri yakn Tantrayana Siwa-Buddha. Beberapa perpaduan corak dua agama yakni Hindu-Budda bisa dipadukan olehnya.

  6. Toleransi dan Plural. Ia sebagai pemimpin yang menghormati kebebasan beragama, tidak memaksakan untuk satu kerajaan satu agama, namun ia memberikan toleransi pada masyarakatnya untuk memeluk agama yang mereka percaya, dan berkehidupan dengan rukun dan damai.

Perkembangan Agama


Dalam bidang agama, Kertanagara memperkenalkan penyatuan agama Hindu aliran Syiwa dengan agama Buddha aliran Tantrayana. Oleh karena itu dalam Pararaton. Kertanagara sering juga disebut Bhatara Siwa Buda.

Menurut Nagarakretagama, Kertanagara telah menguasai semua ajaran agama Hindu dan Buddha, Itu sebabnya Kertanagara dikisahkan pula dalam naskah-naskah kidung sebagai seorang yang bebas dari segala dosa.

Arca Jina Mahakshobhya atau Joko Dolog
Gambar Arca Jina Mahakshobhya atau yang biasa dikenal sebagai Joko Dolog

Gelar keagamaan Kertanagara dalam Nagarakretagama adalah Sri Jnanabajreswara, sedangkan dalam prasasti Tumpang ia bergelar Sri Jnaneswarabajra. Kertanagara diwujudkan dalam sebuah patung Jina Mahakshobhya (Buddha) yang kini terdapat di Taman Apsari, Surabaya. Patung yang merupakan simbol penyatuan Syiwa-Buddha itu sebelumnya berasal dari situs Kandang Gajak, Trowulan, yang pada tahun 1817 dipindahkan ke Surabaya oleh Residen Baron A.M. Th. de Salis. Oleh masyarakat patung tersebut dikenal dengan nama Joko Dolog.

Catatan Khusus :

Banyak masyarakat Indonesia yang mempunyai pandangan negatif tentang ajaran agama Hindu-Budha Tantrayana yang dianut oleh raja kertanegara. Digambarkan bahwa raja Kertanegara ketika melakukan ritual agamanya, dilakukan dengan cara melakukan maksiat, seperti mabuk dan berzina. Bahkan wikipedia pun menuliskannya seperti itu. Saya sangat tidak sependapat dengan hal tersebut. Saya sepakat dengan tulisan Rinagunawan disini.

Pemberontakan pada masa Raja Kertanegara


Dalam Pararaton dikisahkan, Kertanagara memecat para pejabat yang berani menentang cita-citanya. Antara lain Mpu Raganata diturunkan dari jabatan rakryan patih menjadi ramadhyaksa. Penggantinya bernama Kebo Anengah dan Panji Angragani. Sedangkan Arya Wiraraja dimutasi dari jabatan rakryan demung menjadi bupati Sumenep.

Menurut Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama perombakan susunan kabinet tersebut mengundang ketidakpuasan antara lain dari Kalana Bhayangkara yang memberontak pada tahun 1270 (dalam Nagarakretagama ia disebut dengan nama Cayaraja). Selain itu Nagarakretagama juga menyebutkan adanya pemberontakan Mahisa Rangkah tahun 1280. Disebutkan kalau Mahisa Rangkah adalah tokoh yang dibenci penduduk Singhasari.

Kedua pemberontakan tersebut dapat dipadamkan. Namun pemberontak yang paling berbahaya adalah Jayakatwang bupati Gelang-Gelang (Kediri) yang menewaskan Kertanagara pada tahun 1292.

Sebetulnya, Raja Kertanagara telah mengambil langkah untuk menjaga hubungan politik yang baik dengan Jayakatwang, dengan cara halus mangambil anak yang bernama Ardharaja sebagai menantunya. Saudara perempuan Raja Kertanagara yang bernama Turukbali juga menjadi istri raja Jayakatwang.

Diceritakan Jayakatwang bertekad akan membalas dendam kematian leluhurnya oleh leluhur raja Kertanagara. Dibakarnya semangat dendam Jayakatwang oleh patihnya, untuk menghapus aib yang diderita oleh leluhurnya yang atas penaklukan kedaulatan Kerajaan Kediri. Hal itu yang kemudian menyebabkan semangat Jayakatwang untuk memberontak semakin tinggi.

Akhir Hayat


Raja Kertanagara tewas akibat pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besannya sendiri. Jayakatwang merupakan keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri yang dikalahkan Ken Arok leluhur Kertanagara tahun 1222. Sedangkan Arya Wiraraja adalah mantan pejabat Singhasari yang sakit hati karena telah dimutasi ke Sumenep.

Pasukan Jayakatwang dipimpin Jaran Guyang bergerak menyerang Singhasari dari utara. Kertanagara mengirim kedua menantunya, yaitu Raden Wijaya putra Lembu Tal dan Ardharaja putra Jayakatwang untuk melawan. Tetapi Ardharaja kemudian bergabung ke dalam pasukan ayahnya.

Pasukan Jaran Guyang hanyalah pancingan supaya pertahanan ibu kota kosong. Pasukan kedua Jayakatwang menyerang dari selatan dipimpin Patih Kebo Mundarang. Saat itu Kertanagara sedang mengadakan ritual agamanya. Ia lalu keluar menghadapi serangan musuh. Kertanagara akhirnya tewas dibunuh tentara pemberontak bersama Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji Angragani, dan Wirakreti.

Menurut Nagarakretagama, Kertanagara dicandikan bersama istrinya di Sagala (Candi Jawi) sebagai Wairocana dan Locana, dengan lambang arca tunggal Ardhanareswari. Kertanegara juga disanjung sebagai titisan Budha Agung Mahakshobya oleh para keturunannya, yaitu dalam prasasti Wurare yang ditemukan di Trowulan, Mojokerto.

Sumber :