Apa yang anda ketahui tentang Prasasti Pagaruyung II Sumatera Barat ?

Prasasti Pagaruyung II

Prasasti Pagaruyung II ditemukan di Bukit Gombak, kemudian dibawa ke Pagaruyung, Sumatera Barat.

Apa yang anda ketahui tentang Prasasti Pagaruyung II Sumatera Barat ?

Prasasti Parruyung II merupakan sebuah tulisan yang digoreskan pada batu pasir kwarsa warna coklat kekuningan. Batu artifisial ini berbentuk persegi dengan lengkung setegah lingkaran pada bagian atas. Ukuran batu tersebut mempunyai tinggi 2,5 m dan lebar 1,16 m serta tebal 18 cm. bentuk yang demikian mengingatkan pada bentuk sandaran pada arca. Kondisi batu ini sekarang pecah menjadi dua bagian, yaitu bagian atas atau batu I dan bagian bawah atau batu II. Pada batu I terdapat 9 bari tulisan yang deilengkapi dengan hiasan kala stiliran pada sisi tengah atas tulisan. Bagian ini jelas merupakan awal prasasti, tetapi saying bahwa pada huruf awal atau bagian pembuka (sisi kiri) telah terkikis atau aus. Baru pada huruf edua, ketiga dan keempat huruf mulai tampak samar terbaca.

Kerusakan atau keausan tulisan pada batu I ditemukan pada sisi kiri, sekalipun hanya beberapa hhuruf. Kerusakan yang agak parah terdapat pada sisi kanan dan bagian tengah akhir prasasti. Pada sisi kanan kerusakan disebabkan factor kausan batu, sedangkan pada tengah akhir prasasti disebabkan lubang-lubang buatan yang mengganggu bahkan menghilangkan tulisan. Di sampan itu, beberapa baris tulisan hilang disebabkan ada bagian batu yang lepas dan hilang, terutama pada sisi kiri. Hal ini tampak dari bentuk pecahan yang miring ke bawah pada sisi kanan, sehingga pada sisi ini muncul beberapa huruf, sebagai kelanjutan huruf sisi kiri yang hilang.

Adapun batu II yang merupakan pecahan dari batu I, ternyata tidak dapat disambung secara utuh. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bagian tulisan yang hilang. Hal ini mengakibatkan tulisan pada baris terakhir batu I tidak berlanjut pada bagian awal tulisan batu II. Akan tetapi, batu II mempunyai tulisan yang masih utuh dan relative bagus, kecuali pada bagian atas yang terputus.

Prasasti Pagarruyung II mempunyai tulisan yang indah dan rapi serta goresan yang cukup dalam. Hurufnya Jawa Kuna dengan Bahasa Sanskerta, tetapi menngingat keadaan tulisan yang aus dan rusak, maka pembacaan yang dilakukan tidak dapat menghasilkan kalimat yang utuh hanya pada bagian bawah batu II, yang memang tulisannya masih baik terbaca.

Isi yang terkandung dalam prasasti ini belum dapat dijelaskan secara lengkap, karena terjemahan yang dihasilkan meloncat-loncat. Ada beberapa kata yang cukup menarik di dalam prasasti di atas, yang jika diteliti lebih lanjut semakin dapat membuka sejarah Sumatera Barat pada masa Adittyawarman. Pada baris kedua terdapat kata nrpati yang dilanjutkan dengan kata maharaja dan wira serta dyang. Sebenarnya forulasi kalimat ini jelas menunjuk pada nama diri dan nama jabatan seseorang, tetapi saying bahwa huruf di depan wira dan dibelakang dyang yang merupakan keterangan nama diri seseorang, aus tidak terbaca. Pada baris ke-7 dijumpai kata saka yang mengindikasikan pertanggalan yang juga tidak lengkap. Hal ini deperparah dengan tidak lengkapnya pembacaan kata sebelum swasti dan sesudah swasti.

Kata swasti biasanya dipakai sebagai kata keterngan yang berhubungan dengan suatu peristiwa penting yang diperingati dalam prasasti maupun sebagai indikasi peranggala. Dengan tidak terbacanya kata penyertanya, menjadi suatu kerugian besar bagi kesejarahan Sumatera Barat masa Adittyawarman. Namun demikian, masalah pertanggalan dapat diketahui berdasarkan perkiraan atas pembacaan tulisan pada baris ke-8. Pada baris tersebut terbaca kata yakse dan dwara, suatu kata yang lazim dalam pertanggalan dengan meggunakan candra sengkala. Yakse berarti raksasa, bernilai 5, sedangkan dwara berarti gapura, bernilai 9. Jika dibaca dari belakang berarti 95.

Dengan berasumsi bahwa prasasti tersebut sezaman dengan prasasti-prasasti dari Adityawarmman lainnya yang beranka tahun, maka prasasti Pagarruyung II di atas mempunyai angka tahun 1295 Saka atau 1373 M. lebih lanjut, angka tahun ini dilengkapi dengan hitungan tanggal, yaitu tanggal 20 hari ke-4 dalam suasana yang sunyi. Dengan demikian, prasasti tersebut dikeluarkan kurang lebih 2 atau 3 tahun sebelum Adityawamman turun tahta. Kata llain yang menarik adalah sadaganyjanam. Kata ini terdiri dari sada-aga-jana atau sad-aga-jana yang dapat diartikan dengan “manusia dari gunung”.