Apa yang Anda ketahui tentang Perlawanan Palembang?

image

Perlawanan rakyat palembang terhadap penjajahan Belanda (VOC) terjadi pada tahun 1819-1825, diawali dengan sikap tegas penolakan Sultan Badruddin atas kedatangan Belanda yang ingin kembali menguasai Palembang setelah Inggris meninggalkan Indonesia.

Apa yang Anda ketahui tentang Perlawanan Palembang?

Pada tahun 1804 Sultan Mohamad Baha’udin meninggal dunia setelah memerintah selama kurang lebih 27 tahun, lalu digantikan oleh putranya, Sultan Mahmud Badaruddin. Sultan baru memerintah secara depotis, punya kepribadian yang kuat dan berbakat sekali.

Dalam menghadapi lawannya, ia sangat trampil berdiplomasi dan mahir dalam strategi perang, organisator yang ulung, lagi pula mempunyai perhatian luas dalam pelbagai bidang, antara lain kepada sastra. Dia mengubah pantun dan menulis Syair Sinyaor Kista dan Syair Singor Nuri. Ia memiliki banyak buku sastra dalam perpustakaannya.
Akibat jatuhnya VOC, monopoli Belanda di Palembang tidak dapat dipertahankan, bahkan factorinya di tempat itu hampir lenyap. Krisis ekonomi yang dihadapi pemerintah Hindia Belanda di Palembang, mempercepat peralihan kekuasaan ke tangan Inggris.

Sebelum Jawa jatuh ke tangan Inggris sudah ada kontak antara mereka dengan Palembang. Raffles menulis surat kepada Sultan Mahmud Badaruddin agar menyingkirkan Belanda dan untuk keperluan itu Inggris akan memberi bantuan militernya.

Tanpa memberikan tanggapan terhadap tawaran itu, loji Belanda diserang oleh pasukan Sultan, dan orang-orang Belanda dibawa ke hilir untuk dibunuh (14 September 1811) . Kemudian loji diratakan dengan tanah untuk menghilangkan bekas-bekasnya. Untuk menghadapi segala kemungkinan di tempat-tempat strategis didirikan bangunan pertahanan, yang paling diperkuat adalah benteng Palembang yang dipasang ratusan meriam.

Walaupun pertahanan diperkuat sedemikian hebatnya, Palembang dengan tidak banyak perlawanan jatuh ke tangan ekspedisi Inggris di bawah pimpinan Gillespie pada tanggal 24 April 1812. Sultan sempat mengungsi ke pedalaman. Sedangkan pimpinan pertahanan kerajaan berada di tangan Pangeran Adipati Ahmad Najamudin, seorang saudara Sultan yang ternyata tidak menunjukkan loyalitasnya kepada kakaknya, bahkan kemudian bersedia berunding dengan Inggris.

Pada tanggal 17 Mei 1812 Pangeran Najamudin mengadakan perjanjian dengan Inggris yang menentukan bahwa Pangeran Adipati Ahmad Najamudin diangkat menjadi Sultan Palembang, sedang Inggris memperoleh Bangka dan Belitung sebagai daerah kekuasaannya.

Sementara itu Sultan Badaruddin membangun pertahanan kuat di hulu Sungai Musi, yaitu mula-mula di Buaya Langu. Setelah serangan ekspedisi Inggris terhadap kubu itu gagal, pertahanan dipindah lebih ke hulu lagi, yaitu di Muara Rawas. Oleh karena aksi militer tidak berdaya untuk menundukkan Sultan Badaruddin, kemudian Inggris menempuh jalan diplomasi dan mengirim Robinson untuk berunding.

Pada tanggal 29 Juni 1812 ditandatangani perjanjian yang menetapkan bahwa Sultan Badaruddin diakui sebagai Sultan Palembang, sedang Pangeran Adipati Ahmad Najamudin diturunkan dari tahta. Di samping itu diperkuat pengakuan kekuasaan Inggris atas Bangka dan Belitung; Sultan harus menanggung ongkos ekspedisi sebesar empat ratus ribu real Spanyol; mengganti kerusakan benteng Belanda sebesar dua puluh ribu real Spanyol, dan putra Sultan perlu diamankan di Jawa.

Setelah perjanjian ditandatangani, pada tanggal 13 Juli 1812 Sultan Badaruddin tiba di Palembang dan bersemayam di kraton besar, sedang Najamudin pindah ke kraton lama. Dengan campur tangan Inggris, pertentangan menjadi-jadi dan situasi politik tetap tegang. Keunggulan masing-masing pihak mengalami pasang-surut, pendudukan singgasana silih berganti. Yang jelas permainan politik Inggris semakin mengurangi kekuasaan Sultan dan kondisi-kondisi kontrak semakin diperberat.

Pada tanggal 4 Agustus 1813 Raffles mengeluarkan proklamasi yang berisi tentang restorasi kedudukan Ahmad Najamudin sebagai Sultan. Meskipun Badaruddin tidak menduduki tahta lagi tetapi tetap berwibawa serta besar pengaruhnya di kalangan rakyat.

Kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia tahun tahun 1816, politiknya langsung membalik situasi seperti yang diciptakan oleh Inggris. Sultan Ahmad Najamudin adalah penguasa yang lemah, sedangkan sultan Badaruddin menguasai keadaan politik. Eksploitasi feodalistis di kalangan keluarga Sultan merajalela, banyak terjadi perampokan dalam kekosongan kekuasaan di daerah, akhirnya situasi mirip dengan anarkhi.

Pada saat itu tokoh yang dipercaya Belanda untuk mengatur Palembang adalah Muntinghe. Ia bertekad menanamkan kekuasaan yang kuat di Palembang. Untuk itu, ia menyodorkan kontrak dengan Badaruddin maupun Najamudin pada 20-24 Juni 1818. Meskipun kesultanan tidak dihapus, namun maksud Muntinghe lambat laun mengurangi kekuasaan Sultan.

Berdasarkan kontrak tersebut, Sultan Badaruddin direstorasi sebagai Sultan Palembang, sedang Najamudin diturunkan dari tahta. Walaupun demikian, masing-masing mempunyai daerah kekuasaan yang dapat dipungut hasilnya sebagai sarana penghidupannya, sedangkan sebagian besar daerah Palembang jatuh ke tangan Belanda.

Pangeran Najamudin yang disingkirkan oleh pemerintah Belanda, berusaha memperoleh bantuan Inggris. Usaha Raffles untuk memberi bantuan yang diharapkan itu gagal, sehingga akhirnya Najamudin sebagai faktor yang membahayakan pemerintah Belanda diamankan di Batavia.

Karena adanya kevakuman kekuasaan di daerah pedalaman, maka terus terjadi pergolakan. Orang-orang Minangkabau dan Melayu yang menjadi pengikut Badaruddin sewaktu dia mengungsi ke hulu Sungai Musi melakukan perlawanan terhadap ekspedisi Belanda, sehingga ekspedisi tersebut gagal.

Mengingat kaum perlawanan itu adalah pengikut Badaruddin, Belanda mencurigai Badaruddin berada di belakang perlawanan tersebut. Karena itu Sultan Badaruddin dtuntut untuk memadamkan gerakan tersebut, dan segera menyerahkan putranya untuk dipindah ke Batavia.

Karena tuntutan tersebut sebagai paksaan, maka Sultan menolak, sehingga perundingan mengalami jalan buntu. Kapal-kapal Belanda yang ada di Palembang ditembaki oleh pasukan sultan. Setelah terjadi pertempuran tiga hari, Muntinghe beserta kapal-kapalnya terpaksa meninggalkan Palembang mengundurkan diri ke Bangka.

Kemennangan Sultan Badaruddin tersebut menggugah daerah- daerah lain untuk melawan Belanda, sehingga pertempuran menjalar ke Bangka, Lingga, dan Riau. Untuk menghadapi serangan Belanda, Sultan Badaruddin membangun pertahanan yang kuat di sepanjang Sungai Musi.

Sebelum mengirim tentara ke Palembang, Belanda mengangkat Pangeran Prabu Anom (putra Najamudin) sebagai Sultan Palembang. Dengan dukungan Sultan baru itu, Belanda mulai menyerang pertahanan di Plaju, tetapi dipukul mundur oleh pasukan Badaruddin. Dalam serangan yang kedua, Plaju direbut sehingga jalan ke Palembang terbuka bagi angkatan perang Belanda.

Dalam menghadapi situasi ini, Sultan Badaruddin mencoba berunding dan tidak lagi melakukan perlawanan. Pada tanggal 1 Juli 1821 kraton diduduki oleh Belanda. Sultan Badaruddin mengungsi ke hulu Sungai Musi untuk melanjutkan perlawanan. Setelah bertahan selama delapan bulan, ia ditangkap dan diasingkan ke Menado, sehingga pada tahun 1822 berakhirlah perlawanan Palembang.

Rakyat Palembang 1811-1822

Perlawanan Rakyat Palembang 1811-1822

Pada tahun 1804 Sultan Mohamad Baha’udin meninggal dunia setelah memerintah selama kurang lebih 27 tahun, lalu digantikan oleh putranya, Sultan Mahmud Badaruddin. Sultan baru memerintah secara depotis, punya kepribadian yang kuat dan berbakat sekali.Dalam menghadapi lawannya, ia sangat trampil berdiplomasi dan mahir dalam strategi perang, organisator yang ulung, lagi pula mempunyai perhatian luas dalam pelbagai bidang, antara lain kepada sastra. Dia mengubah pantun dan menulis Syair Sinyaor Kista dan Syair Singor Nuri. Ia memiliki banyak buku sastra dalam perpustakaannya. Akibat jatuhnya VOC, monopoli Belanda di Palembang tidak dapat dipertahankan, bahkan factorinya di tempat itu hampir lenyap. Krisis ekonomi yang dihadapi pemerintah Hindia Belanda di Palembang, mempercepat peralihan kekuasaan ke tangan Inggris.

Sebelum Jawa jatuh ke tangan Inggris sudah ada kontak antara mereka dengan Palembang. Raffles menulis surat kepada Sultan Mahmud Badaruddin agar menyingkirkan Belanda dan untuk keperluan itu Inggris akan memberi bantuan militernya.Tanpa memberikan tanggapan terhadap tawaran itu, loji Belanda diserang oleh pasukan Sultan, dan orang-orang Belanda dibawa ke hilir untuk dibunuh (14 September 1811). Kemudian loji diratakan dengantanah untuk menghilangkan bekas-bekasnya. Untuk menghadapi segala kemungkinan di tempat-tempat strategis didirikan bangunan pertahanan, yang paling diperkuat adalah benteng Palembang yang dipasang ratusan meriam.
Walaupun pertahanan diperkuat sedemikian hebatnya, Palembang dengan tidak banyak perlawanan jatuh ke tangan ekspedisi Inggris di bawah pimpinan Gillespie pada tanggal 24 April 1812. Sultans empat mengungsi ke pedalaman. Sedangkan pimpinan pertahanan kerajaan berada di tangan Pangeran Adipati Ahmad Najamudin, seorang saudara Sultan yang ternyata tidak menunjukkan loyalitasnya kepada kakaknya, bahkan kemudian bersedia berunding dengan Inggris.

Pada tanggal 17 Mei 1812 Pangeran Najamudin mengadakan perjanjian dengan Inggris yang menentukan bahwa Pangeran Adipati Ahmad Najamudin diangkat menjadi Sultan Palembang, sedang Inggrismemperoleh Bangka dan Belitung sebagai daerah kekuasaannya.Sementara itu Sultan Badaruddin membangun pertahanan kuat di hulu Sungai Musi, yaitu mula-mula di Buaya Langu. Setelah serangan ekspedisi Inggris terhadap kubu itu gagal, pertahanan dipindah lebih kehulu lagi, yaitu di Muara Rawas. Oleh karena aksi militer tidak berdaya untuk menundukkan Sultan Badaruddin, kemudian Inggris menempuh jalan diplomasi dan mengirim Robinson untuk berunding.
Pada tanggal 29 Juni 1812 ditandatangani perjanjian yang menetapkan bahwa Sultan Badaruddin diakui sebagai SultanPalembang, sedang Pangeran Adipati Ahmad Najamudin diturunkan dari tahta.

Di samping itu diperkuat pengakuan kekuasaan Inggris atas Bangka dan Belitung; Sultan harus menanggung ongkos ekspedisi sebesar empat ratus ribu real Spanyol; mengganti kerusakan benteng Belanda sebesar dua puluh ribu real Spanyol, dan putra Sultan perlu diamankan di Jawa. Setelah perjanjian ditandatangani, pada tanggal 13 Juli 1812Sultan Badaruddin tiba di Palembang dan bersemayam di kraton besar, sedang Najamudin pindah ke kraton lama. Dengan campur tangan Inggris, pertentangan menjadi-jadi dan situasi politik tetap tegang. Keunggulan masing-masing pihak mengalami pasang-surut, pendudukan singgasana silih berganti. Yang jelas permainan politik Inggris semakin mengurangi kekuasaan Sultan dan kondisi-kondisi kontrak semakin diperberat. Pada tanggal 4 Agustus 1813 Raffles mengeluarkan proklamasi yang berisi tentang restorasi kedudukan Ahmad Najamudin sebagai Sultan. Meskipun Badaruddin tidak menduduki tahta lagi tetapi tetap berwibawa serta besar pengaruhnya di kalangan rakyat.Kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia tahun tahun 1816, politiknya langsung membalik situasi seperti yang diciptakan oleh Inggris. Sultan Ahmad Najamudin adalah penguasa yang lemah, sedangkan sultan Badaruddin menguasai keadaan politik.

Eksploitasi feodalistis di kalangan keluarga Sultan merajalela, banyak terjadi perampokan dalam kekosongan kekuasaan di daerah, akhirnya situasi mirip dengan anarkhi.Pada saat itu tokoh yang dipercaya Belanda untuk mengatur Palembang adalah Muntinghe. Ia bertekad menanamkan kekuasaan yang kuat di Palembang. Untuk itu, ia menyodorkan kontrak dengan Badaruddin maupun Najamudin pada 20-24 Juni 1818. Meskipun kesultanan tidak dihapus, namun maksud Muntinghe lambat laun mengurangi kekuasaan Sultan. Berdasarkan kontrak tersebut, Sultan Badaruddin direstorasi sebagai Sultan Palembang, sedang Najamudin diturunkan dari tahta.Walaupun demikian, masing-masing mempunyai daerah kekuasaan yang dapat dipungut hasilnya sebagai sarana penghidupannya, sedangkan sebagian besar daerah Palembang jatuh ke tangan Belanda.
Pangeran Najamudin yang disingkirkan oleh pemerintah Belanda, berusaha memperoleh bantuan Inggris. Usaha Raffles untukmemberi bantuan yang diharapkan itu gagal, sehingga akhirnya Najamudin sebagai faktor yang membahayakan pemerintah Belanda diamankan di Batavia.Karena adanya kevakuman kekuasaan di daerah pedalaman, maka terus terjadi pergolakan. Orang-orang Minangkabau dan Melayuyang menjadi pengikut Badaruddin sewaktu dia mengungsi ke hulu Sungai Musi melakukan perlawanan terhadap ekspedisi Belanda, sehingga ekspedisi tersebut gagal.

Mengingat kaum perlawanan itu adalah pengikut Badaruddin, Belanda mencurigai Badaruddin berada di belakang perlawanan tersebut. Karena itu Sultan Badaruddin dtuntut untuk memadamkan gerakan tersebut, dan segera menyerahkan putranya untuk dipindah ke Batavia. Karena tuntutan tersebut sebagai paksaan, maka Sultan menolak, sehingga perundingan mengalami jalan buntu. Kapal-kapal Belanda yang ada di Palembang ditembaki oleh pasukan sultan. Setelah terjadi pertempuran tiga hari, Muntinghe beserta kapal-kapalnya terpaksa meninggalkan Palembang mengundurkan diri ke Bangka.Kemennangan Sultan Badaruddin tersebut menggugah daerah-daerah lain untuk melawan Belanda, sehingga pertempuran menjalar keBangka, Lingga, dan Riau. Untuk menghadapi serangan Belanda, Sultan Badaruddin membangun pertahanan yang kuat di sepanjang Sungai Musi.

Sebelum mengirim tentara ke Palembang, Belanda mengangkat Pangeran Prabu Anom (putra Najamudin) sebagai Sultan Palembang. Dengan dukungan Sultan baru itu, Belanda mulai menyerang pertahanan di Plaju, tetapi dipukul mundur oleh pasukan Badaruddin. Dalam serangan yang kedua, Plaju direbut sehingga jalan ke Palembang terbuka bagi angkatan perang Belanda.Dalam menghadapi situasi ini, Sultan Badaruddin mencoba berunding dan tidak lagi melakukan perlawanan. Pada tanggal 1 Juli1821 kraton diduduki oleh Belanda. Sultan Badaruddin mengungsi kehulu Sungai Musi untuk melanjutkan perlawanan. Setelah bertahan selama delapan bulan, ia ditangkap dan diasingkan ke Menado,sehingga pada tahun 1822 berakhirlah perlawanan Palembang.