Apa yang anda ketahui tentang perang nahrawan?

Apa yang anda ketahui tentang perang nahrawan?

Sebab Peperangan

Abu Mikhnaf meriwayatkan dari Abdul Malik bin Abi Hurrah bahwa ketika Ali ra. mengirim Abu Musa untuk bertahkim (berunding), kaum Khawarij berkumpul di rumah Abdullah bin Wahab ar-Rasibi. la menyampaikan pidato yang berapi-api, mengajak mereka zuhud di dunia dan mengejar akhirat dan surga. La juga mendorong mereka untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Kemudian ia berkata,

“Keluarkanlah saudara-saudara kita dari negeri yang zhalim penduduknya ke balik gunung ini di puncak-puncaknya atau di beberapa negeri lainnya, demi mengingkari tahkim (perundingan) yang zhalim ini.”

Kemudian bangkitlah Hurqush bin Zuhair, setelah mengucapkan puja dan puji ia berkata,

“Sesungguhnya kesenangan dunia ini sedikit, perpisahan dengannya sudah di ambang pintu, janganlah keindahan dan perhiasannya menahan kalian di atas dunia ini, janganlah hal itu menghalangi kalian dari mencari kebenaran dan mengingkari kezhaliman, sesungguhnya Allah SWT. berfirman: ‘Sesungguhnya Allah SWT. beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat kebaikan.’ (An-Nahl: 128).”

Lalu giliran Sinan bin Hamzah al-Asadi berorasi, ia berkata, “Wahai kaum, sungguh sangat tepat pendapat kalian ini, sungguh kebenaran adalah yang kalian sebutkan tadi. Angkatlah seseorang menjadi pemimpin kalian, karena urusan ini harus diatur oleh seorang pemimpin dan harus ada panji yang menaungi kalian dan menjadi rujukan kalian.”

Mereka mengutus seseorang untuk menemui Zaid bin Hushainath-Tha’i, ia termasuk salah seorang tokoh mereka lalu mereka menawarkan kepemimpinan kepadanya namun ia menolak. Kemudian mereka menawar-kannya kepada Hurqush bin Zuhair, namun ia pun menolak. Kemudian mereka menawarkannya kepada Hamzah bin Sinan, namun ia juga menolak. Kemudian mereka menawarkannya kepada Syuraih bin Aufa al-‘Ibsi, namun ia juga menolaknya. Kemudian mereka menawarkannya kepada Abdullah bin Wahab ar-Rasibi, iapun menerimanya. Ia berkata, “Demi Allah SWT., aku menerimanya bukan karena mengharapkan dunia dan tidak pula aku menolaknya karena takut mati.”

Lalu mereka berkumpul di rumah Zaid bin Hushain ath-Tha’i as-Simbasi, ia menyampaikan orasinya dan mendorong mereka untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, ia membacakan ayat-ayat al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah SWT.:

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT…” (Shad: 26).

Dan firman Allah SWT.:

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah SWT. maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir.” (Al-Ma’idah: 44).

Kemudian dua ayat setelahnya (yakni surat al-Maidah ayat 45 dan 47).

Kemudian ia berkata,

“Saksikanlah wahai orang-orang yang mendengar seruan kami dari kalangan ahli kiblat bahwa mereka (Ali dan orang-orang yang bersama beliau) telah mengikuti hawa nafsu dan telah membuang hukum Allah SWT. Mereka telah berbuat zhalim dalam perkataan dan perbuatan. Berjihad melawan mereka adalah kewajiban kaum mukminin.”

Mendengar orasinya itu menangislah seorang lelaki bernama Abdullah bin Syajarah as-Sulami. Kemudian ia mengajak mereka untuk memberontak. Dalam orasinya ia berkata, “Pukullah wajah dan dahi mereka dengan pedang hingga hanya Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang sajalah yang ditaati. Jika kalian menang, aku akan mentaati Allah SWT. sebagaimana yang kalian kehendaki. Allah SWT. akan memberi kalian pahala orang-orang yang taat dan orang-orang yang melaksanakan perintahnya. Dan jika kalian terbunuh maka adakah lagi yang lebih utama daripada sabar dan menuju kepada Allah SWT. Dan keridhaan dan surgaNya’

Ibnu Katsir berkata,

“Mereka ini adalah golongan manusia yang paling aneh bentuknya. Mahasuci Allah SWT. yang telah menciptakan keragaman bentuk makhluk-makhlukNya seperti yang Dia kehendaki dan ketentuanNya telah mendahului segala sesuatu. Alangkah indah perkataan sejumlah ulama salaf berkaitan dengan Khawarij, bahwa merekalah yang dimaksud dalam firman Allah SWT.:

‘Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalanamalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.’ (Al-Kahfi: 103-105).

Maksudnya, mereka adalah orang-orang jahil lagi sesat, yang celaka dalam perkataan dan perbuatan. Mereka sepakat untuk menyempal dari kaum muslimin lainnya. Dan sepakat mengasingkan diri ke al-Madain guna menguasainya dan menggalang kekuatan di dalamnya kemudian mengirim utusan untuk mengajak rekan-rekan mereka dan orang-orang yang sepaham dengan mereka dari kalangan penduduk Bashrah dan kota-kota lain. Lalu menggiring mereka ke al-Madain kemudian berkumpul di sana. Zaid bin Hushain ath-Tha’i berkata kepada mereka, “Sesungguhnya kalian tidak akan mampu menaklukkan kota-kota besar, karena dijaga oleh pasukan yang tidak dapat kalian lawan dan mereka mempertahankannya dari kalian. Namun arahkanlah rekan-rekan kalian itu ke jembatan sungai Jukha.1094 Janganlah keluar dari kota Kufah berkelompokkelompok, akan tetapi keluarlah satu demi satu agar orang-orang tidak mencurigai kalian.”

Mereka pun mengirim pesan umum kepada orang-orang yang sejalan dengan mereka dari kalangan penduduk Bashrah dan lainnya. Mereka mengirim utusan kepada penduduk Bashrah dengan membawa pesan agar semuanya berkumpul di sungai Jukha. Agar mereka menjadi satu barisan dalam menghadapi musuh. Kemudian mereka pun keluar secara berangsur satu demi satu supaya orang lain tidak mengetahui rencana mereka sehingga melarang mereka keluar. Maka merekapun keluar meninggalkan ayah dan ibu, meninggalkan paman dan bibi mereka. Mereka meninggalkan seluruh handai taulan.

Karena kejahilan dan dangkalnya ilmu dan akal mereka mengira perbuatan tersebut mendatangkan keridhaan Rabb pemilik langit dan bumi. Mereka tidak tahu bahwa yang mereka lakukan itu adalah dosa besar, pelanggaran dan kesalahan yang besar. Perbuatan yang dibisiki oleh Iblis kepada mereka dan dibisiki oleh jiwa mereka yang selalu mendorong kepada kejahatan. Sejumlah orang tua memergoki anak-anak, kerabat atau rekan-rekan mereka, lalu mencela dan mengembalikan orang-orang yang tertipu itu ke jalan yang benar. Sebagian dari mereka sadar dan istiqamah di atas jalan yang benar.

Dan sebagian lainnya lari dan bergabung bersama kaum Kha-warij. Seluruh kaum Khawarij berkumpul di Nahrawan. Akhirnya mereka memiliki kekuasaan dan kekuatan. Mereka menggalang pasukan independen, di dalamnya terdapat para jagoan, orang-orang pemberani, teguh dan sabar. Menurut mereka, apa yang mereka lakukan itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka adalah kaum yang tidak menghangatkan badan dengan nyala api dan tidak ada seorang pun yang berhasrat menuntut balas terhadap mereka.

Ketika Ali tengah mempersiapkan pasukan untuk memerangi pasukan Syam, sampailah berita kepada beliau bahwa kaum Khawarij berbuat ke-kacauan di atas muka bumi. Mereka menumpahkan darah, menyabot jalan dan menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan. Di antara korban yang mereka bunuh adalah Abdullah bin Khabbab,1095 salah seorang sahabat nabi Mereka menawan Abdullah bin Khabbab beserta istrinya yang sedang hamil. Mereka berkata kepadanya, “Siapakah anda?” Beliau menjawab, “.Aku adalah Abdullah bin Khabbab, sahabat Rasulullah saw. kalian telah membuat aku takut.” Mereka berkata, “Tidak mengapa, sampaikanlah kepada kami apa yang engkau dengar dari ayahmu.”

Beliau berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Akan terjadi fitnah, orang yang duduk dalam fitnah tersebut lebih baik daripada orang ‘yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan. Orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari. ‘ Lalu mereka pun mengikat tangan beliau. Ketika beliau berjalan bersama mereka, salah seorang dari mereka berpapasan dengan seekor babi milik kafir dzimmi. la menebas babi itu dengan pedangnya lalu membelah kulitnya. Temannya yang lain berkata, “Mengapa engkau lakukan itu? Bukankah babi itu milik kafir dzimmi?” Lalu ia mendatangi si kafir pemilik babi lalu meminta halal darinya dan membuat si kafir itu ridha.

Ketika beliau bersama mereka tiba-tiba jatuhlah sebuah kurma dari batangnya, lalu salah seorang dari mereka memakannya. Rekannya yang lain berkata, “Apakah engkau memakannya tanpa izin dan tanpa membayarnya?” Spontan saja orang itu memuntahkan kurma tersebut dari mulutnya. Namun demikian, mereka tega membunuh Abdullah bin Khabbab dan menyembelihnya. Lalu mereka mendatangi istri beliau. Istri beliau berkata, “Aku adalah wanita yang sedang hamil, tidakkah kalian takut kepada Allah SWT. ?”

Namun mereka tetap menyembelihnya dan membelah perutnya lalu mengeluarkan janinnya. Ketika sampai ke telinga penduduk Kufah tentang perbuatan kaum Khawarij ini, mereka jadi khawatir berangkat ke Syam. Mereka sibuk berperang lalu meninggalkan kampung halaman dan keluarga mereka di bawah intaian kaum Khawarij yang setiap waktu bisa saja melakukan perbuatan serupa terhadap keluarga mereka. Mereka khawatir serangan mendadak dari kaum Khawarij. Lalu sebagian orang menyarankan kepada Ali agar terlebih dulu membereskan mereka. Setelah itu baru berangkat menuju Syam dalam kondisi penduduk telah aman dari kejahatan kaum Khawarij ini. Saran ini pun disepakati. Keputusan itu membawa kebaikan yang sangat besar bagi mereka dan bagi penduduk Syam juga. Sebab kalaulah kaum Khawarij ini bertambah kuat maka mereka akan berbuat kerusakan di mana-mana, baik di Iraq maupun di Syam.

Mereka tidak akan membiarkan anak-anak maupun orang dewasa, laki-laki ataupun perempuan. Karena dalam pandangan kaum Khawarij semua orang telah berbuat kerusakan dan tidak ada yang dapat memperbaiki mereka kecuali dihabisi seluruhnya.

Ali mengutus al-Harits bin Murrah al-Abdi kepada mereka. Ali ber-pesan kepadanya, “Bawalah kepadaku informasi tentang keadaan mereka, bawalah keterangan kepadaku tentang kondisi mereka dan tuliskanlah semua itu dengan jelas kepadaku.” Ketika al-Harits datang menemui mereka, mereka langsung membunuhnya tanpa basa-basi lagi. Ketika berita itu sampai kepada Ali, beliau langsung mengerahkan pasukan untuk menghadapi mereka dan menunda keberangkatan beliau bersama pasukan ke Syam. Al-Hafizh Ibnu Katsir memasukkan peristiwa ini dalam tahun 37 H

Berdasarkan penukilan dari Abu Mikhnaf, mengikuti apa yang dikutip oleh Imam ath-Thabari. Akan tetapi beliau juga menukil perkataan Ibnu Jarir, “Mayoritas ahli sejarah mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun 38 H.” Dan pendapat ini dibenarkan oleh Ibnu Katsir. Kemudian beliau ber-kata (10/647), “Inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, seperti yang akan kami sebutkan dalam deretan peristiwa tahun 38 H insya Allah.”

Ibnu Katsir berkata, “Ali berjalan lewat wilayah al-Anbar. Beliau mengutus satu detasemen ke depan yang dipimpin oleh Qais bin Sa’ad. Beliau memerintahkan agar mendatangi al-Madain dan bertemu dengan wakil beliau di sana yaitu Sa’ad bin Mas’ud ats-Tsaqafi dan bergabung bersama pasukan alMadain. Orang-orang bergabung bersama Ali di sana. Kemudian beliau mengirim seorang utusan kepada kaum Khawarij, ‘Serahkan para pembunuh rekan-rekan kami untuk diqishash. Bila itu kalian laksanakan maka kami akan membiarkan kalian dan kami akan berangkat ke Syam meninggalkan kalian. Mudah-mudahan Allah SWT. memperbaiki hati kalian dan mengembalikan kalian kepada kebaikan yang dahulu kalian berada di atasnya.’ Lalu mereka mengirim utusan kepada Ali untuk menyampaikan, ‘Bahwa kami semua yang telah membunuh rekan kalian.

Kami menghalalkan darah mereka dan darah kalian!.’ Lalu majulah Qais bin Sa’ad bin Ubadah, beliau menasihati mereka bahwa yang mereka lakukan itu adalah dosa besar dan kesalahan yang fatal. Namun nasihat itu tidak bermanfaat bagi mereka. Hal yang sama dilakukan oleh Abu Ayyub al-Anshari, beliau mengingatkan dan mencela mereka namun peringatan beliau itu juga tidak berguna bagi mereka. Lalu majulah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau menasihati, mengancam, memperingatkan dan memberi ultimatum kepada mereka. Namun tidak ada jawaban melainkan teriakan, ‘Janganlah berdialog dan berbicara dengan mereka! Bersiaplah menghadap Allah SWT. marilah bersegera menuju surga!’

Mereka maju dan mengatur barisan untuk berperang dan bersiap menghadapi pertempuran. Di sebelah kanan pasukan mereka berdiri Zaid bin Hushain ath-Tha’I as-Simbisi, di sebelah kiri berdiri Syuraih bin Aufa, pasukan berkuda dipimpin oleh Hamzah bin Sinan dan pasukan infanteri dipimpin oleh Hurqush bin Zuhair as-Sa’di. Mereka berdiri menghadang Ali dan pasukan beliau. Sementara itu Ali menunjuk Hujr bin Adi memimpin sebelah kanan pasukan dan Syabats bin Rib’i atau Ma’qal bin Qais ar-Riyahi di sebelah kiri, pasukan berkuda dipimpin oleh Abu Ayyub al-Anshari dan pasukan infan-teri dipimpin oleh Abu Qatadah al-Anshari, pasukan Madinah yang pada saat itu berjumlah tujuh ratus orang dipimpin oleh Qais bin Sa’ad bin Ubadah.

Ali bin Abi Thalib ra. Menawarkan Keamanan bagi Pasukan Khawarij

Ali memerintahkan Abu Ayyub al-Anshari mengibarkan bendera tanda aman bagi pasukan Khawarij. Ali menawarkan kepada mereka, “Barangsiapa bernaung di bawah bendera ini maka ia aman, barangsiapa kembali ke Kufah dan ke al- Madain maka ia aman, kami tidak ingin menumpahkan darah kalian kecuali orang-orang yang telah membunuh rekan kami.” Sebagian besar dari mereka memilih kembali, jumlah mereka sekitar empat ribu orang. Hanya tersisa seribu orang saja atau kurang dari itu bersama Abdullah bin Wahab ar-Rasibi.

Situasi Pertempuran

Mereka maju menyerbu ke arah pasukan Ali. Ali memerintahkan pasukan berkuda untuk maju ke depan, lalu memerintahkan agar pasukan pemanah mengambil tempat di belakang pasukan berkuda. Kemudian menempatkan pasukan infanteri di belakang pasukan berkuda. Beliau berkata kepada pasukan, “Tahanlah, hingga merekalah yang memulainya!” Pasukan Khawarij maju seraya meneriakkan kata-kata, “Tidak ada hukum melainkan milik Allah SWT., marilah bersegera menuju surga!” Mereka menyerang pasukan berkuda yang dimajukan oleh Ali. Mereka membelah pasukan berkuda hingga sebagian dari pasukan berkuda menyingkir ke kanan dan sebagian lagi menyingkir ke kiri. Lalu mereka disambut oleh pasukan pemanah dengan panah-panah mereka.

Pasukan pemanah memanahi wajah-wajah mereka kemudian pasukan berkuda mengurung mereka dari kanan dan dari kiri. Lalu pasukan infanteri menyerbu mereka dengan tombak dan pedang. Mereka menghabisi pasukan Khawarij sehingga korban yang gugur terinjak-injak oleh kaki kuda. Turut tewas pula pada peperangan itu pemimpin mereka, Abdullah bin Wahab, Hurqush bin Zuhair, Syuraih bin Aufa dan Abdullah bin Syajarah as-Sulami. Sementara dari pasukan Ali hanya terbunuh tujuh orangsaja.

Ali berjalan di antara korban-korban yang tewas sembari berkata, “Celakalah kalian, kalian telah dibinasakan oleh yang menipu kalian!” Orang-orang berkata, “Wahai Amirul Mulamnin, siapakah yang telah menipu mereka?” Ali menjawab, “Setan dan jiwa yang selalu menyuruh berbuat jahat. Mereka telah ditipu oleh angan-angan dan terlihat indah oleh mereka perbuatan maksiat dan membisiki mereka seolah mereka telah menang!” Kemudian Ali memerintahkan untuk mengumpulkan orang-orang yang terluka dari mereka, ternyata jumlahnya empat ratus orang. Ali menyerahkan mereka kepada kabilah-kabilah mereka untuk diobati.

Lalu membagikan senjata dan barang yang dirampas kepada mereka. Al-Haitsam bin Adi berkata, “Ali tidak membagi-bagikan harta rampasan perang yang dirampas dari kaum Khawarij pada peperangan Nahrawan. Namun beliau mengembalikan seluruhnya kepada keluarga-keluarga mereka. Sampai-sampai sebuah periuk beliau menolaknya dan mengembalikan kepada keluarga si empunya.1097
Al-Haitsam bin Adi berkata, “Ismail bin Abi Khalid telah menyampaikan kepada kami dari Hakim bin Jabir, ia berkata, ‘Ali ditanya tentang pasukan Khawarij dalam perang Nahrawan, apakah mereka termasuk kaum musyrikin?’ Ali menjawab, ‘Justru mereka menghindar dari kemusyrikan.’ Ada lagi yang bertanya, ‘Apakah mereka termasuk kaum munafikin?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya kaum munafikin tidak mengingat Allah SWT. kecuali sedikit’ Kemudian ada yang bertanya, ‘Lalu bagaimanakah kedudukan mereka wahai Amirul Mukminin?’ Ali menjawab, ‘Mereka adalah saudara-saudara kita yang membangkang terhadap kita. Kita memerangi mereka karena pembangkangan mereka itu’.”1098

Kondisi Kaum Khawarij Pasca Peperangan Nahrawan

Ibnu Katsir berkata (10/643), “Al-Haitsam bin Adi menyebutkan bahwa setelah Ali memerangi kaum Khawarij membangkang pula seorang lelaki penduduk Bashrah dari Bani Najiyah bernama al-Harits bin Rasyid1099. Lalu ia diikuti oleh sebagian besar kaumnya dari Bani Najiyah dan suku-suku lain-nya. Mereka mengasingkan diri di sebuah tempat. Lalu Ali mengirim pasukan besar yang dipimpin oleh Ma’qil bin Qais ar-Riyahi. Pasukan mi berhasil menumpas habis mereka.

Al-Haitsam mengatakan, seperti yang dinukil dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah (10/646), “Kemudian membangkang pula seorang lelaki dari penduduk Bashrah namun berhasil ditumpas. Mereka mengangkat al-Asyras bin Auf sebagai pemimpin mereka, namun ia dan pengikutnya berhasil ditumpas. Kemudian membangkang pula al-Asyhab bin Bisyr al-Bajali al-‘Urni yang berasal dari Kufah. Ia dan pengikutnya juga berhasil ditumpas. Kemudian membangkang pula Sa’id bin Qafl at-Taimi Taim Tsa’labah yang juga berasal dari Kufah. Ia dan pengikutnya berhasil ditumpas di jem-batan Dirzijan dekat al-Madain.

Asy-Sya’bi berkata, “Setelah Ali bin Abi Thalib ra. memerangi kaum Khawarij di Nahrawan, sejumlah kaum menentang kebijaksanaan beliau. Penentangan marak di mana-mana. Bani Najiyah menentang kebijakan beliau, penduduk gunung juga berusaha memisahkan diri. Petugas pemungut pajak di wilayah Persia juga berusaha melepaskan diri. Mereka mengusir Sahal bin Hunaif, wakil yang dikirim oleh Ali ke Persia. Kemudian Abdullah bin Abbas menyarankan kepada beliau agar menunjuk Ziyad bin Abihi sebagai wakil wilayah Persia. Ali menerima usul tersebut, ia mengirim Ziyad. Ziyad datang dengari pasukan yang besar ke negeri Persia pada tahun 39 H. Beliau berhasil menundukkan mereka hingga mereka bersedia kembali membayar pajak dan kembali kepada ketaatan kepada Amirul Mukminin.