Apa yang anda ketahui tentang penyakit Phthiriasis?

Apa yang dimaksud penyakit Phthiriasis?

Phthiriasis adalah penyakit akibat infeksi pinjal atau yang sering kita sebut sebgaai kutu loncat. Secara langsung atau tidak infestasi pinjal menyebabkan gangguan yang lebih besar secara dermatologic daripada agen etiologi lainnya. Hewan–hewan yang menjadi sasaran infestasi pinjal meliputi anjing, serigala, kucing, babi, kuda, sapi, unggas dan manusia (Subronto, 2010).

Etiologi

Phthiriasis merupakan penyakit kulit pada anjing yang disebabkan oleh infestasi pinjal. Pinjal merupakan insekta tanpa sayap, berbentuk pipih, memiliki kaki-kaki kuat untuk meloncat. Infestasi pinjal yang banyak merugikan pada anjing ada beberapa jenis, yaitu yang termasuk familia Pulicidae dan familia Sarcopsyllidae.

Spesies pinjal dari fam Pulicidae meliputi antara lain Pulex, Ctenocephalides, dan Septopsylla. Yang termasuk Sarcopsyllidae antara lain Echidnophaga. Spesies pinjal yang paling sering menyerang anjing dan kucing adalah Ctenocephalides canis dan Ct. felis, yang juga dapat menyerang berbagai hewan antara lain babi, kuda, serigala dan manusia (Subronto, 2010).

Patogenesis

Pinjal dapat bertindak sebagai vector berbagai agen penyakit. Sudah menjadi kenyataan bahwa aktivitas pinjal anjing-kucing sangat terkait dengan suhu lingkungan, dimana jika suhu lingkungan panas pinjal akan semakin aktif bergerak dan menghisap darah. Lain halnya dengan pinjal ayam, dimana pinjal akan membuat terowongan kedalam kulit yang jarang ditumbuhi bulu seperti sekitar mata.

Pada saat aktif bergerak atau saat menghisap darah menimbulkan iritasi dan rasa sakit , tempat gigitan terjadi reaksi alergi, karena air liurnya adalah hapten (antigen yang tidak lengkap) dan jika berikatan dengan kolagen kulit akan menjadi zat allergen, menyebabkan terjadi alergi tipe ringan yang memiliki tanda karakteristik ditemukan Ig E dan Eosinofilia, dengan gejala kegatalan. Anjing dan kucing memiliki kepekaan yang sangat berbeda terhadap gigitan pinjal. Pada yang peka akan terjadi alergi sehingga timbul kegatalan.

Gejala Klinis

Gejala klinis yang dapat timbul akibat penyakit ini antara lain menggosok, menggigit, menggaruk, tempat gigitan, akibat lainnya terjadi kerontokan rambut, dan kadang-kadang terjadi kelukaan kulit). Jika luka yang terjadi terinfeksi oleh bakteri sekunder (Staphylococcus sp) maka pada awalnya akan terbentuk papula kemudian melanjut terbentuk pustula, dan jika pecah terlihat eksudat atau nanah yang mengental dan mengering akhirnya ditemukan kerak atau keropeng. Pada kasus kronis terlihat kulit menebal, keriput.

Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan parasit dibawah mikroskop, dengan melihat bentukan morfologi dan pergerakan dari parasit tersebut. Dapat pula dengan mengamati rambut hewan. Rambut biasanya kotor, tinja pinjal berwarna hitam terdapat disela-sela rambut. Titik darah juga terlihat menempel di rambut, dimana darah tersebut merupakan makanan bagi larva pinjal (Subronto, 2010).

Phthiriasis merupakan penyakit kulit pada anjing yang disebabkan oleh infestasi pinjal. Pinjal merupakan insekta tanpa sayap, berbentuk pipih, memiliki kaki-kaki kuat untuk meloncat. Infestasi pinjal yang banyak merugikan pada anjing ada beberapa jenis, yaitu yang termasuk familia Pulicidae dan familia Sarcopsyllidae. Spesies pinjal dari fam Pulicidae meliputi antara lain Pulex, Ctenocephalides, dan Septopsylla. Yang termasuk Sarcopsyllidae antara lain Echidnophaga.

Spesies pinjal yang paling sering menyerang anjing dan kucing adalah Ctenocephalides canis dan Ct. felis, yang juga dapat menyerang berbagai hewan antara lain babi, kuda, serigala dan manusia (Subronto, 2010).

Patogenesis

Pinjal dapat bertindak sebagai vector berbagai agen penyakit. Sudah menjadi kenyataan bahwa aktivitas pinjal anjing-kucing sangat terkait dengan suhu lingkungan, dimana jika suhu lingkungan panas pinjal akan semakin aktif bergerak dan menghisap darah. Lain halnya dengan pinjal ayam, dimana pinjal akan membuat terowongan kedalam kulit yang jarang ditumbuhi bulu seperti sekitar mata. Pada saat aktif bergerak atau saat menghisap darah menimbulkan iritasi dan rasa sakit , tempat gigitan terjadi reaksi alergi, karena air liurnya adalah hapten (antigen yang tidak lengkap) dan jika berikatan dengan kolagen kulit akan menjadi zat allergen, menyebabkan terjadi alergi tipe ringan yang memiliki tanda karakteristik ditemukan Ig E dan Eosinofilia, dengan gejala kegatalan. Anjing dan kucing memiliki kepekaan yang sangat berbeda terhadap gigitan pinjal. Pada yang peka akan terjadi alergi sehingga timbul kegatalan.

Gejala Klinis

Gejala klinis yang dapat timbul akibat penyakit ini antara lain menggosok, menggigit, menggaruk, tempat gigitan, akibat lainnya terjadi kerontokan rambut, dan kadang-kadang terjadi kelukaan kulit). Jika luka yang terjadi terinfeksi oleh bakteri sekunder ( Staphylococcus sp ) maka pada awalnya akan terbentuk papula kemudian melanjut terbentuk pustula, dan jika pecah terlihat eksudat atau nanah yang mengental dan mengering akhirnya ditemukan kerak atau keropeng. Pada kasus kronis terlihat kulit menebal, keriput.

Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan parasit dibawah mikroskop, dengan melihat bentukan morfologi dan pergerakan dari parasit tersebut. Dapat pula dengan mengamati rambut hewan. Rambut biasanya kotor, tinja pinjal berwarna hitam terdapat disela-sela rambut. Titik darah juga terlihat menempel di rambut, dimana darah tersebut merupakan makanan bagi larva pinjal (Subronto, 2010).

Diferensial Diagnosis

Diferensial diagnosa dari infestasi pinjal ini meliputi pediculosis, ringworm, scabies dan babesiosis .

Prognosis

Prognosis dari penyakit ini adalah fausta. Artinya persentase kesembuhan diatas 50%.

Terapi

Terapi pengobatan yang utama adalah untuk menghilangkan pinjal dari tubuh hewan. Obat-obat dapat berupa serbuk atau cairan untuk disemprotkan atau dimandikan. Obat berupa serbuk dapat mengandung Rotenon 1%, Malathion 2%, Sevin (Carvaryl) 5%, Maldison 2%, Piperonyl-Butoxide 2%. Dalam bentuk aerosol dapat berupa Carbaryl 0,4-1%, Maldison 0,06%. Obat untuk memandikan dapat berupa Deltametrin 50EC dibuat dalam larutan 12,5 ppm atau 18,5 ppm, Fipronil 50EC buat larutan 1 : 1000.secara sistemik dapat diberikan Fenchlorphos dengan dosis 200mg/kg, diberikan per os tiap 3-4 hari sampai populasi pinjal terkendali. Selain itu dapat diberikan dichlorphos yang diimpregnasikan ke dalam kalung anjing, namun hathati karena terkadang dijumpai anjing yang tidak tahan terhadap dichlorphos (Subronto, 2010).