Apa yang anda ketahui tentang penyakit Mastitis pada hewan?

Apa yang dimaksud penyakit Mastitis?

Mastitis adalah suatu peradangan pada ambing yang bersifat akut, subakut atau kronis/menahun dan terjadi pada semua jenis mamalia. Pada sapi penyakit ini sering dijumpai pada sapi perah dan disebabkan oleh berbagai jenis bakteri atau mikoplasma.

1 Like

EPIDEMIOLOGI
** 1. Spesies Rentan**
Mastitis atau radang ambing dapat menyerang semua hewan mamalia seperti sapi, kambing, domba, anjing, kucing dan lain-lain. Mastitis sangat merugikan terutama pada industri peternakan sapi atau kambing perah.

2. Pengaruh Lingkungan
Bakteri penyebab mastitis banyak terdapat di ingkungan sekitar hewan dipelihara. Bakteri penyebab mastitis dapat hidup di kulit, lantai kandang, atau alat-alat yang telah tercemar. Higiene pemerahan dan kebersihan lingkungan yang buruk menyebabkan bakteri dapat bertahan hidup, bila bakteri masuk ke lubang puting maka akan terjadi infeksi ambing.
Kesalahan dalam perawatan mesin perah dan kesalahan manajemen kebersihan akan memudahkan terjadinya mastitis pada sapi perah.

3. Sifat Penyakit
Mastitis adalah peradangan pada ambing karena suatu penyakit atau proses infeksi yang secara signifi kan dapat mengurangi produksi susu terutama pada industri sapi perah. Penyakit dapat bersifat sub akut, akut, atau kronis. Mastitis akut yang tidak ditangani sampai tuntas, dapat berlanjut menjadi mastistis kronis yang berakibat jaringan ambing dapat tergantikandengan jaringan ikat sehingga alveoli tidak dapat memproduksi susu.
Berdasarkan gejala klinisnya, mastitis dibedakan menjadi mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis bila terdapat perubahan fi sik susu seperti susu pecah, bercampur nanah, atau ambing yang membengkak asimetris, berdarah, berjonjot, bila dipegang panas dan menunjukkan adanya respon rasa sakit bila dipegang. Disebut mastitis subklinis bila secara fi sik tidak ditemukan adanya perubahan dari susu, tetapi bila dilakukan uji mastitis (misalnya CMT, California Mastitis Test) maka akan terlihat penjendalan (artinya apa?) yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel darah putih dalam susu.

4. Cara Penularan
Mayoritas mastitis disebakan oleh adanya infeksi bakteri ke dalam ambing melalui lubang puting. Cara penularan mastitis dapat terjadi melalui tangan pemerah, peralatan yang digunakan untuk membersihkan ambing yang telah tercemar oleh bakteri. Ambing pada sapi perah terdiri dari empat kwartir yang secara anatomis terpisah antara satu dan lainnya. Mastitis dapat terjadi pada salah satu ambing, kemudian tersebar ke ambing lainnya melalui Manual Penyakit Hewan Mamalia 223
tangan pemerah, maupun mesin perah bila sapi diperah menggunakan mesin perah. Penularan mastitis juga dapat terjadi melalui pancaran susu pertama yang langsung dibuang ke lantai, lantai kandang yang basah dan lembab akan mendukung pertumbuhan bakteri, dan bila sapi berbaring akan memungkinkan bakteri masuk melalui lubang puting.

5. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya mastitis pada sapi perah antara lain adalah higiene pemerahan dan kebersihan lingkungan yang buruk, kesalahan mesin perah, kesalahan manajemen atau adanya luka pada puting yang menyebabkan bakteri dapat masuk ke ambing. Jarak antar sapi yang terlalu dekat atau populasi yang padat akan mempermudah terjadinya penularan mastitis.

6. Distribusi Penyakit
Mastitis banyak ditemukan terutama pada sapi perah yang dikelola dengan tidak memperhatikan kesehatan lingkungan dan manajemen pemerahan yang baik

PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala klinis
Sapi penderita mastitis dapat diketahui dengan adanya pembengkakan pada ambing dan puting yang terjadi pada satu kwartir atau Iebih. Rasa sakit timbul sewaktu diperah dan diikuti oleh penurunan produksi yang bervariasi mulai dari ringan sampai berat bahkan tidak keluar susu sama sekali.
Infeksi bakteri dapat menyebabkan susu berubah warna menjadi merah karena bercampur dengan nanah. Banyak kejadian mastitis subklinis yang mengakibatkan penurunan produksi susu. Pengaruh mastitis pada ambing dapat menyebabkan infeksi, jumlah sel darah putih meningkat, penurunan produksi susu, hilangnya kwartir (tidak berfungsi), perubahan bentuk ambing, dan akibat mastitis ke depan dapat menyebabkan produksi susu tidak mampu mencapai maksimal.

2. Patologi
Perubahan fi sik ambing yang mengalami mastitis dapat terlihat adanya bentuk yang tidak simetris antara kwartir ambing kanan dan kiri.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya keradangan yang menyebabkan pembengkakan ambing, disamping adanya warna kemerahan, dan adanya respon rasa sakit bila dipalpasi, serta produksi susu yang menurun. Mastitis kronis dapat menyebabkan terjadinya ganggren yang disertai dengan pernanahan dengan infeksi berbagai macam bakteri.

3. Diagnosa
Secara klinis dapat diamati adanya peradangan pada ambing dan puting serta adanya perubahan warna dari susu yang dihasilkan. Uji lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan California Mastitis Test (CMT), yaitu suatu reagen khusus untuk pengujian adanya mastitis subklinis sebelum dilakukan isolasi dan identifi kasi bakteri penyebab di laboratorium. Spesimen yang diperlukan adalah susu yang diperah dari kwartir yang dicurigai dengan memberikan kode dari setiap kwartir. Susu dimasukkan ke dalam tabung steril dan dikirimkan dalam keadaan segar dingin.

4. Diagnosa Banding
Mastitis dapat dikelirukan dengan pembesaran ambing karena tumor.

5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan mengambil susu secara langsung dari setiap kwartir dengan cara aseptis. Pancaran susu dimasukkan ke dalam tabung steril, ditutup, kemudian dimasukkan dalam termos es untuk segera dibawa ke laboratorium veteriner.

Referensi

http://wiki.isikhnas.com/images/b/b9/Manual_Penyakit_Hewan_Mamalia.pdf

Mastitis adalah peradangan payudara pada satu segmen atau lebih yang dapat disertai infeksi ataupun tidak. Mastitis biasanya terjadi pada primipara (ibu pertama kali melahirkan), hal ini terjadi karena ibu belum memiliki kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri Staphilococcus Aureus . Kasus mastitis diperkirakan terjadi dalam 12 minggu pertama, namun dapat pula terjadi pula sampai tahun kedua menyusui (Maretta Nur Indahsari & Chusnul Chotimah, 2017). Mastitis perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan luka sehingga terjadi mastitis infeksi.

Mastitis adalah masalah umum yang signifikan pada ibu menyusui yang dapat berkontribusi pada penyapihan menjadi masalah yang paling banyak dilaporkan(Rsud, Margono, & Purwokerto, n.d.). Pada mastitis terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu, mastitis biasanya dapat menurunkan produksi ASI sehingga ibu akan berhenti menyusui. Kemudian, mastitis juga berpotensi menyebabkan beberapa penyakit (Nurhafni, 2018).

Ada dua jenis mastitis yaitu, mastitis non infeksi dan mastitis infeksi. Mastitis non infeksi yang biasanya disebabkan oleh stasis susu (susu diproduksi, tetapi tetap di payudara). Ibu yang mengalami mastitis non infeksi biasanya merasakan payudara terasa nyeri, bengkak dan ketidaknyaman (Chiu et al., 2010) . Stasis susu mungkin memiliki sebab-sebab antara lain : Bayi tidak menempelkan payudara secara efektif saat menyusui. Bayi mengalami kesulitan mengisap ASI dari payudara. Bayi jarang mendapat ASI. Saluran susu dapat tersumbat karena tekanan pada payudara seperti pakaian ketat. Apapun yang menghentikan ASI tidak diekspresikan dengan benar biasanya akan menghasilkan stasis susu, yang sering menyebabkan penyumbatan saluran susu jika dibiarkan akan timbul luka sehingga mangakibatkan infeksi, sedangkan mastitis infeksi disebabkan oleh bakteri yang umumnya tidak berkembang dalam saluran susu. tetapi, jika saluran susu berhenti kemungkinan infeksi akan tumbuh tumbuh. Para ahli percaya bahwa bakteri yang ada di permukaan kulit payudara masuk ke payudara melalui retakan kecil atau pecah di kulit. Mereka juga menyarankan bahwa bakteri di mulut bayi bisa masuk ke payudara ibu saat menyusui (Walker, 2009). Diagnosis mastitis biasanya klinis, dengan pasien yang mengalami nyeri tekan dalam satu payudara (Jeanne & Spencer, 2008).

Etiologi

Ada beberapa penyebab terjadinya mastitis antara lain sebagai berikut:

Stasis ASI dan infeksi yang berasal dari bakteri. Faktor predisposisi yang menyebabkan mastitis diantaranya adalah umur, stress dan kelelahan, pekerjaan di luar rumah (Inch dan Xylander, 2012). Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan efisen dari payudara. Hal ini dapat terjadi apabila ASI terbendung pada payudara yang disebabkan oleh kenyutan bayi tidak efektif atau teknik menyusui yang tidak benar. Stasis ASI merupakan penyebab primer dan jika dibiarkan akan berkembang timbul infeksi. Menyusui yang efesien akan mencegah terjadi stasis ASI (Rsud et al., n.d.). Infeksi disebabkan oleh bakteri yang bernama Staphylococcus Aureus.

Bakteri ini berasal dari mulut bayi memalui saluran puting, sehingga teknik menyusui yang salah akan menyebabkan puting menjadi lecet. Hal ini akan memudahkan bakteri masuk pada payudara dan mengakibatkan penyumbatan ASI payudara menjadi besar, terasa nyeri tekan dan terasa panas. Penyumbatan yang diakibatkan oleh infeksi dapat mengakibatkan terjadi mastitis, karena menyusui yang tidak adekuat(Anasari & Sumarni, 2014).

Umur juga dapat menyebabkan terjadi mastitis. Umur merupakan individu yang dihitung mulai dia lahir sampai berulang tahun, semakin berumur semakin cukup tingkat kematangan dan seseorang akan lebih matang befikir(Herry Rosyati, 2016). Wanita yang berumur 21-35 lebih rentang menderita mastitis dari pada wanita dibawah 21 tahun dan diatas 35 tahun. Umur sangat menentukan kesehatan maternal dan kondisi ibu saat hamil, persalinan dan menyusui. Diperkirakan alat reproduksi yang belum matang, sedangkan jika umur lebih dari 35 akan rentang sekali terjadi pendarahan. Hal tersebut memicu terjadinya mastitis (Herry Rosyati,
2016).

Stres merupakan faktor psikologis dengan menciptakan suasa pikiran tenang dan nyaman. Stress dan kelelahan maternal sering dikaitkan dengan mastitis, biasanya dialami pada ibu primipara (Nurhafni, 2018). Kondisi ibu yang stres dan cemas akan mempengaruhi kelancaran ASI (Amalia, 2018). Semakin tinggi ibu mengalami gangguan emosi maka semakin sedikit rangsangan hormon prolaktin yang diberikan sebagai produksi ASI.

Pekerjaan merupakan kegiatan formal yang dilakukan setiap hari (Nurhafni, 2018). Pekerjaan juga berhubungan dengan penurunan frekuensi menyusui untuk mengosongkan payudara. Pengosongan payudara yang tidak adekuat akan mengakibatkan pembengkakan payudara dan saluran susu tersumbat sehingga akan mengakibatkan mastitis(Hasanah, 2017).

Patofisiologi

Pada umumnya porte de entry menyebabkan puting menjadi luka dan lecet, kemudian bakteri menjalar pada duktus-duktus yang berkembang biak sehinggaterjadi pus. Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi (Novyaningtias, 2016).

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui Duktus Laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus Aureus, Escherecia Coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1% (IDAI,
2011).

Manifestasi Klinis dari Mastitis

Manisfestasi klinis mastitis yang umum adalah area payudara yang terasasakit dan keras. Ibu menyusui yang mengalami mastitis mengalami nyeri, bengkak sehingga ibu merasa tidak nyaman akibat tersumbatnya saluran ASI pada payudara.

Berdasarkan jenisnya mastitis dibedakan menjadi dua, mastitis infeksi dan mastitis non-infeksi. Gejala yang timbul dari mastiti infeksi biasanya ditandai adanya respon inflamasi dan rusaknya jaringan puting puting menjadi pecah-pecah sehingga dengan mudah bakteri untuk masuk, sedangkan tanda dan gejala mastitis non-infeksi payudara mengalami pembengkakan yang upnormal payudara yang mengeras, terasasakit apabila disentuh dan terasa tegang dikarenakan kurangnya waktu menyusui untuk bayi (Walker,2009).

image

Epidemiologi

Insiden mastitis puerperalis sangat bervariasi. menurut penelitian, mastitis tampaknya mempengaruhi sekitar sepuluh persen dari semua ibu yang menyusui. Namun, hasil studi telah bervariasi secara signifikan, beberapa menunjukkan hanya tiga persen sementara yang lain mengatakan tiga puluh tiga persen wanita terpengaruh. Hal ini paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga postpartum dengan sebagian besar laporan yang menunjukkan bahwa tujuh puluh empat persen hingga sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada 12 minggu pertama. Namun, dapat terjadi pada setiap tahap laktasi.

Penatalaksanaan

Dilakukan penatalaksanaan mastitis dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi lanjut. Penatalaksanaan bisa berupa medis dan non-medis, dimana medis melibatkan obat antibiotik dan analgesik sedangkan non-medis berupa tindakan suportif.

1. Penatalaksanaan Medis

Antibiotik diberikan jika dalam 12-24 jam tidak ada perubahan atautidak ada perubahan, antibiotik yamg diberikan berupa penicillin resistan-penisilinase . Jika ibu alegi terhadap penisilinase dapat diberikan Eritromisin. Terapi yang paling umum adalah adalah Dikloksasilin . Berikut antibiotik yang efektif terhadap infeksi Staphylococcus aureus.

Tabel Dosis Antibiotik
image

Pemberian antibiotik dikonsulkan oleh dokter supaya mendapat antibiotik yang tepat dan aman untuk ibu menyusui. Selain itu, bila badan terasa panas sebaiknya diberikan obat penurun panas. Namun jika infeksi tidak hilang maka dilakukan kultur asi (Prasetyo, 2010).

Selanjutnya pemberian Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri menjadi penghambat hormon oksitosin yang berperan dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik yang diberikan berupa ibuprofen dengan dosis 1,6gram per hari karena lebih efektif dalam menurunkan peradangan dibandingkan dengan paracetamol dan asetaminofen. Sehingga direkomendasikan pada ibu menyusui yang mengalami mastitis (Novyaningtias, 2016). Selain analgesik, untuk mengatasi nyeri dan payudara terasa keras bisa diberikan kompres kentang.

2. Penatalaksanaan non-medis

Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan berupa tindakan suportif untuk mencegah mastitis semakin buruk. Tindakan suportif yang diberikan yaitu guna untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan (Novyaningtias, 2016) meliputi : Sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan sedikit lalu oleskan pada daerah payudara dan puting. Cara ini bertujuan untuk menjada kelembapan puting susu (Soetjiningsih, 2013). Kemudian bayi diletakkan menghadap payudara ibu. Posisi ibu bisa dudukatau berbaring dengan santai, bila bu memilih posisi duduk sebaiknya menggunakan kursi yang lebih rendah supaya kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu bisa bersandar. Selanjutnya bayi dipegang pada belakang bahu dengan menggunakan satu le n gan, dengan posisi kepala bayi terletak di lengkung siku ibu (kepala bayi tidak boleh menengadah dan bokong bayi disangga dengan telapak tangan). Tangan bayi diletakan dibelakan badan ibu dan tangan satu didepan, perut bayu ditempelkan pada badan ibu dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya menengokkan kepala bayi). Payudara dipegang dengan jari jempol diatas dan jari lainnya menopang payudara, seperti huruf C (Reinata, 2016).

image

Bayi diberi rangsangan supaya bayi ingin membuka mulut atau disebut dengan rooting reflex yaitu menyentuhkan pipi bayi pada puting susu atau menyuntuhkan sisi mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut, kepala bayi didekatkan pada payudara dan puting dimasukan pada mulut bayi. Usahakan areola payudara masuk ke mulut bayi sehingga lidah bayi akan menekan ASI. Posisi yang salah apabila bayi hanya menghisap bagian puting ibu saja. Hal ini akan mengakibatkan ASI tidak keluar secara adekuat (Monika, 2015).

Selain pengosongan payudara penatalaksanaan lainya berupa pemberian kompre hangat dengan menggunakan shower hangat atau lap yang sudah dibasahi air hangat. Penilitian Eman Mohammed Abd Elhakam and Somaya Ouda Abd Elmoniem dalam jurnalnya untuk mengatasi mastitis dapat diberikan kompres kentang dengan menggunakan irisan kentang yang suda direndam pada air kemudian menempelkan atau mengkompreskan pada payudara (Crepinsek et al, 2012)

Mengubah posisi menyusui (posisi tidur, duduk atau posisi memegang bola ( foot ball position). Memakai baju atau bra yang longgar dapat mengurangi penekanan berlebihan pada payudara. Bra yang ketat dapat menyebabkan segmental enggorgement jika tidak disusui dengan adekut (Murniati, 2018).

Selanjutnya mengedukasi ibu atau memberi pengetahuan tentang dan pencegahan dan penanganan mastitis. Sehingga ibu bisa mewaspadai sebelum terjadi mastitis.Dengan cara tersebut biasanya mastitis akan menghilang setelah 48 jam. Tetapi jika dengan cara-cara tersebut tidak ada perubahan, maka akan diberikan antibiotika 5-10 hari dan analgesik(Soetjiningsih, 2013).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan kultur ASI. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menjunjang diagnosis. WHO menganjurkaan untuk melakukan uji sensitivitas dan kultur. Bahan kultur diambil dari ASI yang diperah menggunakan tangan dan ditampung menggunakan penampung urin steril. Sebelum dilakukan pemeriksaan dipastikan puting dibersihkan terlebih dahulu dan bibir tempat menampung tidak bersentuhan dengan puting supaya tidak terkontiminasi dengan kuman-kuman pada kulit sehingga mendapatkan hasil yang positif (Novyaningtias, 2016).

Komplikasi

Komplikasi pada mastitis disebabkan karena meluasnya peradangan payudara (Nurhafni, 2018). Beberapa komplikasi jika mastitis tidak segera ditangani dapat terjadi penghentian menyusui dini, abses payudara, mastitis berulang atau kronis, dan juga infeksi jamur (Chotimah, 2017). Penghentian menyusui dini merupakan gejala yang dapat membuat ibu untuk memutuskan tidak menyusui. Penghentian secara mendadak dapat menyebabkan resiko abses payudara. selain itu ibu juga meragukan obat yang dikonsumsi tidak aman bagi bayinya. Sehingga informasi dari tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk hal ini (Chotimah, 2017 (Amin, I, & W, 2014)).

Abses payudara merupakan meluasnya peradangan dalam payudara tersebut. Gejala dari abses payudara adalah ibu tampak lebih parah merasakan sakit, payudara terlihat lebih merah dan mengkilap, benjolan terasa lunak karena berisi nanah. Sehingga perlu dilakukan insisi payudara untuk menguarkan nanah tersebut. Pada abses payudara perlu diberikan antibiotik dan analgesik dengan dosis tertentu. Sementara untuk bayi harus menyusu hanya pada payudara yang sehat, sedangkan ASI dari payudara yang sakit ketika diperas sementara tidak disusukan.

Mastitis berulang atau kronis disebabkan karena pengobatan yang terlambat. Dalam mastitis kronis ibu dianjurkan lebih banyak untuk beristirahat, banyak minum air putih dan makan dengan gizi seimbang. Untuk infeksinya diberikan antibiotik dosis rendah yaitu eritromisin 500mg sekali sehari selama masa menyusui.

Infeksi jamur merupakan komplikasi sekunder yang disebabkan oleh jamur Candida Albicans. keadaan infeksi jamur terasa terbakar yang menjalar sampai saluran ASI. Sementara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal, namun puting tidak terlihat adanya kelainan. Pada komplikasi ini bayi mendapatkan pengobatan berupa nistatin krim yang mengandung kortison dengan dioleskan pada puting setelah menyusui dan bayi mendapatkan nistatin oral pada waktu yang sama (Novyaningtias, 2016).

Mastitis merupakan kondisi radang akut yang nyeri, biasanya terjadi pada minggu pertama setelah persalinan dengan Staphylococcus aureus sebagai penyebab terbanyak. Mastitis dapat digolongkan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi dan bukan infeksi. Berdasarkan sifat radang, dapat dibedakan menjadi radang granulomatosa spesifik dan tidak spesifik. Mastitis tidak spesifik dapat bersifat akut yang apabila tidak tersembuhkan akan masuk ke tahap kronik membentuk radang granulomatosa dengan atau tanpa sarang abses mikro. Mastitis tidak spesifik akut paling sering ditemukan saat laktasi akibat fisura puting oleh trauma yang disebabkan isapan bayi atau karena hygiene yang buruk. Terdapat beberapa contoh jenis radang misalnya mastitis tuberkulosa, mastitis sifilika, dan mastitis mikotik yang biasanya berjalan kronik dengan tanda–tanda radang tidak nyata seperti tidak nyeri, bertukak, dan ada indurasi keras sehingga sering merupakan diagnosis banding karsinoma payudara (Underwood & Cross, 2010; Soetrisno, 2010).