Apa yang anda ketahui tentang pemikiran-pemikiran John Locke?

filsafat john locke

John Locke adalah filsuf dari Inggris dengan pandangan empirisme. Ia sering disebut sebagai tokoh yang memberikan titik terang dalam perkembangan psikologi. Teori yang sangat penting darinya adalah tentang gejala kejiwaan adalah bahwa jiwa itu pada saat mula-mula seseorang dilahirkan masih bersih bagaikan sebuah “tabula rasa”.

  • Locke adalah tokoh empiris.

  • Seorang empiris akan mendapatkan pengetahuan mengenai dunia dari apa yang dikatakan indra.

  • Locke sependapat dengan Aristoteles yaitu “tidak ada sesuatu dalam pikiran kecuali yang sebelumnya telah diserap oleh indera.”

  • Menurut Locke bahwa semua pikiran dan gagasan kita berasal dari sesuatu yang telah kita dapatkan melalui indra. Dengan cara ini muncul apa yang disebut Locke gagasan-gagasan indra yang sederhana.

  • Pikiran tidak hanya bersikap pasif menerima dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung di dalam pikiran pula. Gagasan-gagasan dari indra itu diolah dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai, dan meragukan, dan dengan demikian menimbulkan apa yang dinamakannya perenungan.

  • Jadi Locke membedakan antara ‘pengindraan’ dan ‘perenungan’.

  • Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah pengindraan sederhana.

  • Karya utama Locke adalah Esai Mengenai Pemahaman Manusia.

  • Locke berusaha menjelaskan dua masalah yaitu pertama, dari mana kita mendapatkan gagasan-gagasan kita, dan kedua, apakah kita dapat mempercayai apa yang dikatakan oleh indra-indra kita.

  • Locke membedakan antara apa yang dinamakannya kualitas ‘primer’ dan kualitas ‘sekunder’.

  • Kualitas primer adalah luas, berat, gerakan, dan jumlah, dan seterusnya.

  • Locke juga mengatakan bahwa ‘kualitas primer’ seperti kepadatan, gaya tarik, dan berat benar-benar dimiliki oleh realitas lahiriah di sekeliling kita.

  • Bahwa sesuatu itu manis atau asam, hijau atau merah, panas atau dingin, Locke menyebut semua itu kualitas sekunder.

  • Locke percaya – sebagaimana Descartes dan Spinoza – bahwa dunia material adalah realitas.

  • Sampai pada masalah realitas ‘yang diperluas’ Locke setuju dengan Descartes bahwa realitas itu tidak mempunyai kualitas-kualitas tertentu yang mungkin dipahami manusia dengan akalnya.

  • Locke juga mengakui apa yang dinamakan pengetahuan intuitif atau demonstratif, misalnya, dia berpendapat bahwa prinsip-prinsip, etika tertentu berlaku untuk semua orang.

  • Locke percaya pada gagasan mengenai hak alamiah, dan itu merupakan ciri rasionalis dari akalnya.

  • Ciri yang sama rasionalistiknya adalah bahwa Locke percaya akal manusia mampu mengetahui bahwa Tuhan itu ada.

  • Locke juga merupakan seorang filosof pertama yang tertarik pada peran pria dan wanita.

  • Locke adalah pelopor banyak gagasan liberar.

  • Dialah yang pertama-tama mendukung prinsip pembagian kekuasaan.

  • Locke menekankan bahwa kekuasaan legislatif dan eksekutif harus dipisahkan jika ingin menghindar dari kezaliman.

  • Menurut Locke, untuk menjamin berdirinya negara hukum, para wakil rakyat harus menciptakan undang-undang dan raja atau pemerintah harus menerapkannya.

Teori Pengetahuan – realisme representatif, empirisme Inggris.

Pikiran semenjak lahir adalah tabula rasa (tabung kosong) yang kemudian mendapat pengaruh dari pengalaman (kesan) dan melahirkan ide-ide sederhana. Ide-ide sederhanan tersebut diikuti oleh refleksi untuk membentuk ide yang lebih kompleks. Bahkan ide-ide abstrak seperti sebab, substansi, atau implikasi logis direduksi menjadi ide sederhana. Tidak ada yang disebut ide-ide universal, kemestian, atau a priori yang terlepas dari pengalaman. Kualitas-kualitas tertentu – seperti eksistensi, bentuk, dst. – terdapat pada semua orang yang mengetahui sebagai kualitas utama yang objektif. Kualitas-kualitas ini dapat naik menjadi subjektif (kualitas kedua), seperti rasa, warna, dst.

2 Likes

Pada awalnya, kajian filsafat sering dihubungkan dengan berpikir rasional dan segala sesuatu yang bersifat abstrak sehingga telah melahiran aliran rasionalisme. Suatu benda dianggap tidak memiliki makna apa-apa apabila tidak mengandung sesuatu di dalamnya. Sesuatu yang bersifat abstrak yang terdapat pada suatu benda kongkrit dipandang sebagai inti atau ruh dari benda itu sendiri.

Karena itu, inti atau eksistensi dari suatu benda terletak pada ruhnya. Benda yang tidak memiliki ruh dipandang sebagai benda mati yang tak berguna. Begitu juga dengan manusia. Aliran ini memandang bahwa hakikat manusia terletak pada akalnya, sedangkan jasad dipandang sebagai sarana tempat bersarangnya akal dan hal-hal lain yang bersifat abstrak. Berbagai gagasan atau idea yang muncul di dalam diri manusia merupakan jelmaan atau bukti nyata adanya akal yang menguasai manusia itu. Pandangan seperti ini umumnya dianut oleh filsafat metafisika.

Ajaran rasionalisme sebagai suatu aliran Filsafat yang dipelopori oleh Rene Descartes, Spinoza dan Leipniz beranggapan bahwa akal merupakan sumber utama pengetahuan. Mereka meyakini bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berakal. Inilah yang dimaksud dengan Innate Idea , yaitu ide bawaan yang dimiliki sejak lahir. Menurut aliran rasionalisme, terdapat 3 (tiga) jenis ide bawaan yang dimiliki manusia, yaitu :

1. Cogitans

Setiap manusia telah memiliki kemampuan berpikir semenjak ia lahir. Inilah yang mendasari pemikiran Descartes tentang Cogito Ergo Sum saya berpikir maka saya ada).

2. Deus (Tuhan)

Secara fitrah manusia telah mengakui adanya wujud yang sempurna yaitu Tuhan.

3. Extencia

Ide bawaan manusia dimana materi memiliki keluasan di dalam ruang.

Ketiga bentuk ide bawaan yang diyakini dan dipelopori Descartes dan kawan- kawan memperlihatkan bahwa secara asasi manusia mengakui bahwa ia adalah makhluk yang berakal (berpikir).

Karena itu, hanya dengan aktivitas berpikir maka manusia mampu menemukan pengetahuan yang diinginkannya. Dengan akal yang dimilikinya, maka manusia menjadi berbeda dengan makhluk lainnya.

Pemikiran Descartes dan kawan-kawannya tentang ide bawaan yang menjadi cikal bakal lahirnya aliran rasionalisme mendapat kritikan tajam dari John Locke. Locke secara tegas menolak rasionalisme Descartes yang mengedepankan akal sebagai sumber pengetahuan. Ia menyebutkan akal tidak dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, karena di samping bersifat abstrak akal juga memiliki keterbatasan-keterbatasan.

Menurutnya, yang menjadi sumber pengetahuan adalah pengalaman dan kemampuan kita untuk belajar dan mengetahui tentang dunia melalui panca indera. Locke meyakini bahwa manusia saat dilahirkan berada dalam keadaan kosong. Berbagai ide yang ada dalam benak setiap orang sesungguhnya berasal dari pengalaman yang diperoleh melalui panca indera. Gagasan inilah yang kemudian dikenal dengan Teori Tabularasa.

Teori Tabularasa Locke diyakini sebagai cikal bakal lahirnya aliran empirisme dalam sejarah perkembangan filsafat. Para ahli filsafat mengakui bahwa di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan orientasi. Jika pada masa Descartes pengetahuan yang paling berharga bersumber dari akal, maka Locke memandang bahwa pengalamanlah yang menjadi dasar segala pengetahuan.

Sudarsono mengemukakan sekilas pandangan para pengikut aliran empirisme yang menyebutkan bahwa akal tidak dapat melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dengan pengetahuan akali. Satu-satunya obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan yang ditimbulkan oleh pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah.

Pernyataan ini memperlihatkan bahwa meskipun John Locke menolak logika Descartes yang menempatkan akal sebagai sumber pengetahuan, namun aliran empirismenya masih dapat menerima keberadaan akal dalam proses menemukan pengetahuan. Akal dipandang sebagai alat atau media untuk menganalisis setiap rangsangan yang diberikan oleh indera.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa keberadaan akal menjadi bagian tak terpisahkan dari proses terjadinya pengetahuan. Artinya, bila pengalaman yang didasarkan pada ketajaman inderawi (empiris) menjadi sumber utama pengetahaun, maka akal (ratio) dapat diposisikan sebagai sumber kedua setelah indera.

Mengingat begitu pentingnya pengalaman empiris dalam menemukan pengetahuan, maka aliran empirisme ini sangat menekankan metode eksperimen sebagai suatu cara dalam proses pencapaian pengetahuan manusia. Untuk itu inductive–verificative methode merupakan metode yang ditawarkan oleh aliran empirisme dalam melakukan pengujian tentang keabsahan suatu pengetahuan manusia.13 Sehubungan dengan itu maka berbagai fenomena yang terdapat dalam kehidupan sosial akan dijadikan objek telaahan secara kritis dan mendalam sehingga mampu menemukan berbagai pengetahuan ilmiyah yang berguna bagi kelangsungan hidup bermasyarakat.

Di samping ajaran tentang filsafat pengetahuan, ajaran Locke tentang etika juga menarik untuk ditelusuri, terutama berkaitan dengan teori-teori bagaimana sesungguhnya manusia itu bersikap dan berperilaku. Di mata Locke, manusia selalu digerakkan oleh keinginan untuk memperoleh kesenangan.

Dalam ajarannya tentang etika, John Locke sangat menekankan agar kehidupan manusia selalu dibimbing oleh kepentingan jangka panjang. Yang dimaksud dengan kepentingan jangka panjang adalah “kebijaksanaan”, yaitu kebaikan yang selalu disebarkan, karena setiap penyimpangan dari kebaikan adalah gagalnya kebijaksanaan itu. Pernyataan di atas menunjukkan betapa Locke sangat memperhatikan persoalan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Ia menginginkan kebijaksanaan dalam berbagai bentuknya dapat terwujud dalam kehidupan sosial, sehingga manusia dapat melangsungkan kehidupannya secara wajar, normal dengan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan kemanusiaan.

Dalam pandangan Locke, potensi tidak normal dan kekacauan dapat saja terjadi dalam suatu masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai etika. Etika dapat dibentuk melalui organisasi kemasyarakatan dan para pemimpin organisasi yang senantiasa dapat mengatur dan mengawasi setiap tindakan masyarakat. Organisasi yang dimaksudkan Locke tidak terbatas oleh organisasi kecil, akan tetapi juga organisasi besar (negara) yang memiliki peran bagi pembinaan etika.

Dari sinilah Locke mencetuskan teori Kontrak Sosial dalam hidup bernegara, dimana kekuasaan negara (penguasa) tidak bersifat mutlak, akan tetapi terbatas sesuai dengan perjanjian-perjanjian (kontrak sosial) yang terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa Locke termasuk tokoh yang memiliki pengetahuan yang luas (multi disipliner), tidak saja dalam ilmu filsafat, akan tetapi juga dalam bidang politik dan hukum, sehingga pengaruhnya begitu besar di berbagai belahan dunia.