Apa yang anda ketahui tentang Patung Lembu Suro dan Jotho Suro ?

Jotho Suro

Terdapat beragam versi cerita tentang Lembu Sura yang berakhir dengan kutukan dan menjadi sejarah lisan kehadiran Gunung Kelud ini. Meski demikian, semua bertutur tentang cara seorang perempuan cantik menolak lamaran Lembu Sura.

Satu versi, adalah cerita dengan perempuan cantik Dewi Kilisuci yang adalah anak Jenggolo Manik. Versi lain, ini adalah kisah tentang Dyah Ayu Pusparani, putri dari Raja Brawijaya, penguasa tahta Majapahit. Ada versi-versi lain tetapi inti cerita sama.

Kisah ini bermula dari kecantikan yang tersohor, mendatangkan para pelamar, sayangnya yang datang tak sesuai harapan. Tak enak menolak, maka cara sulit diterapkan. Tak beda dengan kisah Rorojonggrang dan legenda candi Prambanan. Namun, dalam legenda Gunung Kelud, pelamar sang putri ini masih pula bukan manusia. Dia makhluk berkepala lembu. Itulah Lembu Sura. Untuk menolak lamaran Lembu Sura, dibuatlah syarat pembuatan sumur sangat dalam hanya dalam waktu semalam. Tak dinyana, Lembu Sura ini punya kekuatan dan kemampuan untuk mewujudkan syarat itu. Melihat perkembangan tak menggembirakan, sang putri pun menangis.

Ayahnya, dalam versi kisah yang mana pun, kemudian memerintahkan para prajurit untuk menimbun Lembu Sura yang masih terus menggali di sumur persyaratan itu. Batu demi batu dimasukkan ke lubang sumur, menjadi sebentuk bukit menyembul karena ada Lembu Sura di dalamnya. Saat batu dilemparkan, Lembu Sura masih memohon untuk tak ditimbun. Begitu menyadari bahwa permohonannya akan sia-sia, keluarlah “sepatan” sebagai berikut,

“Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping, yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung” ~Lembu Sura~

Sejak saat itulah legenda Gunung Kelud dan kedahsyatan letusan maupun dampaknya mengemuka.

Apa yang anda ketahui tentang Patung Lembu Suro dan Jotho Suro ?

Legenda Gunung Kelud

Dikisahkan, pada waktu itu di kerajaan Majapahit ada seorang Prabu bernama Prabu Brawijaya, ia mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Diah Ayu Pusparini. Karena kecantikannya itu sehingga sangat banyak pemuda dan pangeran dari kerajaan lain yang ingin melamar Puteri Brawijaya itu. Tidak ingin mengecewakan pangeran dari kerajaan lain itu. Prabu Brawijaya menggelar Sayembara, Siapa yang mampu mengangkat Gong Kiai Sekar Delima dan merentang busur sakti Kyai Garudayeksa, maka Sang Prabu mengijinkan dia mempersunting Puteri Diah Ayu Pusparini.

Hari Sayembarapun dimulai, para pangeran dari berbagai kerajaan berdatangan dan mencoba mengikuti sayembara itu. Satu persatu mencoba mengangkat Busur dan Gong, namun setelah semua pangeran yang datang itu mencoba tidak satupun dari yang dapat mengangkat Busur dan Gong tersebut. Ketika Sayembara mau ditutup, datanglah seorang pemuda berkepala Lembu (sapi) yang ingin mencoba untuk menarik busur Kyai Garudayeksa dan Gong Kyai Sekar Delima.

Pada awalnya Prabu tidak mengijinkan pemuda itu, tetapi karena seyembara itu diperuntukkan untuk umum, maka Sang Prabu Brawijaya mengizinkan pemuda itu. Prabu beranggapan tidak mungkin pemuda buruk rupa itu mampu mengangkat dan menarik busur itu. Prabu meninggalkan tempat sayembara. Tiba-tiba, suara riuh terdengar. Ternyata pemuda yang bernama Lembu Suro itu mampu menarik busur Kyai Garudayeksa dan mengangkat Gong Kyae Sekar Delima yang diikuti tepuk tangan penonton. Namun prabu Brawijaya dan puteri merasa resah karena mereka tidak ingin memiliki menantu yang memiliki wajah seperti lembu. Tetapi janjinya tidak dapat diingkari, Prabu Brawijaya mengumumkan pemenang seyembara itu.

Permintaan Puteri Dyah Ayu

Pernikahanpun tidak dapat dihindari, Kerenanya menjelang hari pernikahan Puteri Dyah Ayu Pusparani meminta satu lagi permintaan sebelum Lembu Suro menikahinya. Puteri Dyah Ayu meminta dibuatkan sumur di puncak gunung kelud untuk mereka mandi setelah menikah nanti, namun waktu membuat itu hanya satu malam. Lembu Suro menyanggupinya.

Pada malamnya Lembu Suro segera pergi ke gunung kelud. Ia menuruti permintaan calon istrinya dengan membuatkan sumur di puncak gunung kelud. Prabu Brawijaya dan Puteri Dyah Ayu Pusparani mengikuti Lembu Suro di puncak gunung kelud, di ikuti oleh beberapa orang prajurit. Mulai petang itu Lembu Suro menggali puncak gunung kelud dengan kedua tanduk dikepalanya. Dengan sangat cepat lembu suro menggali lubang itu, yang lama – kelamaan terlihat semakin dalam. Prabu Brawijaya dan Puteri Dyah Ayu menjadi cemas karena melihat Lembu suro akan berhasil membuat sumur itu. Ketika lubang yang digali itu sudah semakin dalam dan Lembu Suro berada di dalamnya. Sang Prabu memerintahkan prajurit untuk mengubur Lembu Suro didalam sumur yang digalinya.

Lembu Suro menjerit dan minta tolong agar tidak dikubur namun prajurit terus menimbun Lubang sumur itu dengan batu besar dan tanah galian sumur itu. Di akhir menjelang kematiannya Lembu Suro bersumpah atas kekejian sang Puteri dan Raja kepadanya :

“Dengarkan Sumpahku, Kediri mbesok bakal pethuk piwalesku, yaitu : kediri bakal dadi kali, Blitar bakal dadi latar, Tulung agung bakal dadi Kendung”

Atas sumpah itu, Raja pun ketakutan sehingga untuk mencegahnya dibuatkanlah tanggul besar yang sekarang menjadi gunung pegat. dan menyelenggarakan Larung Saji di puncak gunung kelud di setiap bulan Suro. kemudian setiap terjadi gunung meletus warga pun beranggapan bila Arwah Lembu Suro sedang mengamuk akibat kekejian ratu Dyah Ayu Pusparini dan Raja Brawijaya.