Apa yang Anda ketahui tentang nyamuk Aedes aegypti?

Aedes aegypti

Aedes aegypti merupakan vektor pembawa penyakit Demam Berdarah Dengu. Apa yang Anda ketahui tentang nyamuk Aedes aegypti ?

Nyamuk Aedes adalah spesies nyamuk yang berendemik di daerah beriklim tropis dan subtropis di seluruh dunia. Nyamuk ini diperkirakan mencapai 950 spesies dan tersebar diseluruh dunia. Distribusi Aedes dibatasi dengan ketinggian wilayah kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut (WHO, 2004). Nama Aedes berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “tidak menyenangkan”, karena nyamuk ini menyebarkan beberapa penyakit berbahaya seperti demam berdarah dan demam kuning.

Dalam banyak kasus nyamuk ini menyebabkan gangguan gigitan yang serius terhadap manusia dan binatang, baik di daerah tropis dan daerah beriklim lebih dingin. Beberapa spesies Aedes yang khas dalam subgenus Stegomya memiliki peran penting dalam studi medik, termasuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus . Aedes aegypti yang tersebar luas di daerah tropik dan subtropik merupakan vektor penyakit demam kuning dan vektor utama virus dengue penyebab penyakit DBD, termasuk di kawasan Asia Tenggara. Aedes albopictus merupakan vektor sekunder yang juga dapat menjadi inang untuk mempertahankan keberadaan virus dalam beberapa kasus. Selain demam kuning dan demam berdarah, nyamuk Aedes sp. juga menularkan filariasis .

Sampai saat ini nyamuk yang berperan sebagai vektor utama dari penyakit DBD adalah spesies Aedes aegypti . Sangat sedikit ditemui kasus yang menunjukkan adanya penularan virus dengue dari spesies Aedes lainnya. Aedes aegypti sangat mudah dikenali karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam (hitam belang-belang putih diseluruh tubuh).

Nyamuk Aedes aegypti


Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito karena tubuhnya memiliki garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam (Achmadi, 2011). Di Indonesia, nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk- nyamuk rumah (Soegijanto, 2006). Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

  • Kingdom : Animalia
  • Phylum : Arthropoda
  • Sub phylum : Uniramia
  • Kelas : Insekta
  • Ordo : Diptera
  • Sub ordo : Nematosera
  • Familia : Culicidae
  • Sub family : Culicinae
  • Tribus : Culicini
  • Genus : Aedes
  • Spesies : Aedes aegypti (Djakaria, 2004)

Morfologi Aedes aegypti dewasa


Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa. Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk Culex quinquefasciatus , mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada bagian kakinya (Depkes RI, 2007).

Tubuh nyamuk dewasa terdiri dari 3 bagian, yaitu :

  • Kepala (caput)
  • Dada ( thorax )
  • Perut ( abdomen ).

Badan nyamuk berwarna hitam dan memiliki bercak dan garis-garis putih dan tampak sangat jelas pada bagian kaki. Tubuh nyamuk dewasa memiliki panjang 5 mm. Pada bagian kepala terpasang sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang palpi, antena berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Pada nyamuk betina, antena berbulu pendek dan jarang (tipe pilose ). Sedangkan pada nyamuk jantan, antena berbulu panjang dan lebat (tipe plumose ).

Thorax terdiri dari 3 ruas, yaitu prothorax, mesotorax, dan methatorax . Pada bagian thorax terdapat 3 pasang kaki dan pada mesothorax terdapat sepasang sayap. Abdomen terdiri dari 8 ruas dengan bercak putih keperakan pada setiap ruas. Pada ujung atau ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan hypogeum pada nyamuk jantan (Depkes RI, 2009).

Pada nyamuk betina, mulutnya berupa probosis panjang yang berfungsi untuk menembus kulit dan menghisap darah. Sedangkan pada nyamuk jantan, probosisnya berfungsi sebagai pengisap sari bunga atau tumbuhan yang mengandung gula merah (zat nektar).

Siklus hidup


Aedes aegypti dan juga jenis nyamuk lainnya memiliki siklus hidup sempurna ( holometabola ). Siklus hidup terdiri dari empat stadium, yaitu telur - larva - pupa - dewasa. Stadium telur hingga pupa berada di lingkungan air, sedangkan stadium dewasa berada di lingkungan udara. Dalam kondisi lingkungan yang optimum, seluruh siklus hidup ditempuh dalam waktu sekitar 7 - 9 hari, dengan perincian 1 - 2 hari stadium telur, 3 - 4 hari stadium larva, 2 hari stadium pupa (Silva, 2003).

Siklus gonotropik dimulai sejak menghisap darah untuk perkembangan telur hingga meletakkan telur di tempat perindukan. Siklus gonotropik adalah siklus reproduksi dari menghisap darah, mencerna darah, pematangan telur dan perilaku bertelur. Siklus hidup Aedes aegypti dari telur hingga dewasa dapat berlangsung cepat, kira-kira 7 hari, tetapi pada umumnya 10 - 12 hari. Di daerah beriklim sedang, siklus hidup dapat mencapai beberapa minggu atau bulan (Soeroso, 2002).

Umur setiap Aedes aegypti dewasa bervariasi dan dapat berbeda-beda tergantung iklim tempat hidupnya. Pada umumnya, umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Sembel, 2000). Posisi telur diletakkan soliter sedikit di atas garis pemukaan air, baik tandon temporer maupun habitat lain yang permukaan airnya naik turun. Telur dapat bertahan beberapa bulan dan menetas bila tergenang air. Semua spesies yang berada di daerah dingin mempertahan hidup pada periode ini dalam stadium telur. Aedes aegypti khususnya, berkembang biak pada lingkungan domestik.

Persebaran


Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, terutama di perkotaan. Penyebarannya ke daerah pedesaan dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air bersih dan perbaikan sarana transportasi. Aedes aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan/penampungan air. Negara- negara dengan curah hujan lebih dari 200 cm per tahun, populasi Aedes aegypti lebih stabil, dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan pedesaan. Kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar, dan Thailand, menyebabkan kepadatan nyamuk lebih tinggi di pinggiran kota daripada di perkotaan. Urbanisasi juga meningkatkan jumlah habitat yang sesuai untuk Aedes aegypti . Kota-kota yang banyak ditumbuhi tanaman, baik Aedes aegypti maupun Aedes albopictus banyak ditemukan (WHO, 2004).

Aedes aegypti dapat terbang di udara dengan kecepatan 5,4 kilometer per jam. Tetapi bila berlawanan angin kecepatannya turun mendekati nol. Jarak terbang Aedes aegypti berkisar antara 40 - 100 meter dari tempat perindukannya. Penyebaran nyamuk betina dewasa dipengaruhi oleh faktor ketersediaan tempat bertelur dan darah. Jarak terbang hanya 100 m dari tempat kemunculan, namun dalam kondisi tempat bertelur yang jauh, dapat mencapai 400 m. Penyebaran pasif dialami telur dan larva dalam wadah penampung air (Foster, 2002).

Aedes aegypti dapat ditemukan pada ketinggian antara 0 - 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian yang rendah (< 500m) memiliki tingkat kepadatan populasi yang sedang sampai berat, sedangkan di daerah pegunungan (>500m) kepadatan populasi rendah. Batas ketinggian penyebaran Aedes aegypti di kawasan Asia Tenggara berkisar 1000 - 1500 m, sedangkan di Kolombia mencapai 2200 m di atas permukaan laut (WHO, 2004).

Habitat dan tempat perkembangbiakan


Tempat perkembangbiakan utama Aedes aegypti ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Depkes RI, 2009).

Jenis tempat perkembangbiakan Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :

  • Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/WC, dan ember.

  • Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

  • Tempat penampungan air alamiah, seperti lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu. (Depkes RI, 2009).

2 Likes