Apa yang anda ketahui tentang Langur atau Lutung?

Langur-atau-Lutung-640x327

Lutung (atau dalam bahasa lain disebut langur) merupakan kelompok monyet Dunia Lama yang membentuk genus Trachypithecus. Secara garis besar, lutung tersebar di dua wilayah: Asia Tenggara (India barat daya, Tiongkok selatan, Kalimantan, dan Bali) dan India selatan berikut Sri Lanka.

Lutung berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas. Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Ukuran lutung berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya, surili.

Lutung hidup di hutan, terutama hutan hujan. Sehari-hari bergelayutan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, lutung termasuk hewan siang (hewan diurnal), dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20-an yang dipimpin oleh seekor jantan. Suara pejantan ini sangat nyaring, ditujukan terutaman untuk mengingatkan agar kelompok lain tidak memasuki wilayahnya.

Lutung termasuk herbivora yang terutama makan dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya.

Biasanya, lutung beranak satu, dengan masa hamil tujuh bulan. Salah satu hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan, dan dipelihara oleh seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur 4-5 tahun. Hewan ini bisa hidup hingga 20 tahun.

Lutung jawa, dalam bahasa latin disebut Trachypithecus auratus merupakan salah satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies lutung lainnya, lutung jawa yang bisa disebut juga lutung budeng mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm, dengan ekor yang panjangnya mencapai 80 cm.

Lutung jawa atau lutung budeng terdiri atas dua subspesies yaitu Trachypithecus auratus auratus dan Trachypithecus auratus mauritius. Subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled Langur Ebony) bisa didapati di Jawa Timur, Bali, Lombok, Palau Sempu dan Nusa Barung. Sedangkan subspesies yang kedua, Trachypithecus auratus mauritius (Jawa Barat Ebony Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan Banten.

Lutung jawa atau lutung budeng dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Javan Lutung, Ebony Leaf Monkey, Javan Langur. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin) lutung ini dikenal sebagai Trachypithecus auratus yang mempunyai beberapa nama sinonim seperti Trachypithecus kohlbruggei (Sody, 1931), Trachypithecus maurus (Horsfield, 1823), Trachypithecus pyrrhus (Horsfield, 1823), Trachypithecus sondaicus (Robinson & Kloss, 1919), dan Trachypithecus stresemanni Pocock, 1934.

Ciri Fisik dan Perilaku.

Lutung jawa mempunyai ukuran tubuh sekitar 55 cm dengan panjang ekor hampir dua kali lipat panjang tubuhnya mencapai 80 cm. Berat tubuhnya sekitar 6 kg.

Bulu lutung jawa (Trachypithecus auratus) berwarna hitam dan lutung betina memiliki bulu berwana keperakan di sekitar kelaminnya. Lutung jawa (lutung budeng) muda memiliki bulu yang berwarna oranye. Untuk subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled Langur Ebony) meliki ras yang mempunyai bulu seperti lutung jawa muda dengan warna bulu yang oranye sedikit gelap dengan ujung kuning.

Lutung jawa hidup secara berkelompok. Tiap kelompok terdiri sekitar 7 – 20 ekor lutung dengan seekor jantan sebagai pemimpin kelompok dan beberapa lutung betina dewasa. Lutung betina hanya melahirkan satu anak dalam setiap masa kehamilan. Beberapa induk betina dalam satu kelompok akan saling membantu dalam mengasuh anaknya, namun sering kali bersifat agresif terhadap induk dari kelompok lain.

Lutung jawa (lutung betung) merupakan satwa diurnal yang lebih banyak aktif di siang hari terutama di atas pohon. Makanan kegemaran satwa ini antara lain dedaunan, beberapa jenis buah-buahan dan bunga. Terkadang binatang ini juga memakan serangga dan kulit kayu.

Habitat dan Persebaran.

Lutung jawa (Trachypithecus auratus) merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya bisa dijumpai di pulau Jawa, Bali, Lombok, Palau Sempu dan Nusa Barung. Keberadaan lutung jawa di pulau Lombik diduga karena proses introduksi.

Habitat alami lutung jawa (lutung budeng) adalah kawasan hutan dengan berbagai variasi mulai hutan bakau di pesisir pantai, hutan rawa air tawar, hutan dataran rendah, hutan meranggas, hingga hutan dataran tinggi hingga ketinggian mencapai 3.500 mdp. Daerah jelajah lutung jawa mencapai seluas 15 ha.

Populasi, Konservasi, dan Ancaman.

Populasi lutung jawa (Trachypithecus auratus) semakin mengalami penurunan. Karena itu bintang pada 2008 dikategorikan oleh IUCN Redlist dalam status konservasi Terancam (Vulnerable). CITES juga memasukkan spesies ini dalam Apendiks II.

Populasi lutung jawa masih dapat ditemukan dibeberapa cagar alam di Jawa seperti Taman Nasional Ujung Kulon, Cagara Alam Pangandaran, TN. Meru Betiri, TN. Bromo Tengger Semeru, Gunung Halimun, Gunung Dieng, Gunung Arjuno, Alas Purwo dll.

Ancaman utama terhadap lutung jawa disebabkan oleh berkurangnya habitat sebagai dampak deforestasi hutan dan perburuan yang dilakukan manusia.

Klasifikasi ilmiah. Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Primates; Famili: Cercopithecidae; Genus: Trachypithecus; Spesies: Trachypithecus auratus. Nama binomial (latin): Trachypithecus auratus. Nama Indonesia: Lutung jawa atau Lutung betung.

Klasifikasi Lutung


Lutung dalam bahasa lain disebut Langur tergolong ke dalam genus Trachypithecus . Lutung merupakan salah satu primata endemik pulau Jawa (Supriatna dan Wahyono, 2000). Klasifikasi Lutung Jawa menurut Grove (2001) adalah sebagai berikut :

  • Kingdom : Animalia

  • Kelas : Mammalia

  • Ordo : Primata

  • Famili : Cercopithecidae

  • Sub famili : Colobinae

  • Genus : Trachypithecus

  • Spesies : T. auratus (Geoffroy 1812)

Morfologi Lutung


Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) Lutung Jawa mempunyai panjang tubuh dari ujung kepala hingga tungging, jantan dan betina dewasa rata-rata 517 mm, dan panjang ekornya rata-rata 742 mm. Sedangkan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam, diselingi dengan warna keperak-perakan. Bagian ventral, berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul. Anak Lutung Jawa yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa warnanya berubah menjadi hitam kelabu.

Perbedaan antara Lutung Jawa jantan dan betina secara morfologi terletak pada perkembangan alat kelamin sekunder, sedangkan untuk kelompok umur pada Lutung Jawa dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan aktivitas hariannya. Pada jantan dewasa mempunyai ukuran tubuh relatif besar sedangkan pada betina dewasa memiliki ukuran tubuh lebih kecil atau hampir sama dengan ukuran jantan dewasa. Pada Lutung Jawa betina rambut bagian punggung lebih hitam dari pada warna punggung Lutung Jawa jantan (Nugraha, 2011).

Berdasarkan sumber: Ruhiyat (1983); Dewi (2005); Carissa (2014) ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya dapat dibedakan dalam empat kelas umur, yaitu :

image

Habitat Lutung


Pengertian umum habitat menurut Alikodra (1990), adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik maupun abiotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar, habitat suatu jenis satwa liar merupakan sistem yang terbentuk dari interaksi antar komponen fisik dan biotik serta dapat mengendalikan kehidupan satwa liar yang hidup di dalamnya untuk mendukung kehidupannya, karena habitat mempunyai fungsi menyediakan makanan, air dan pelindung.

Terdapat keragaman jenis dan struktur fisik hutan sebagai habitat, secara terpisah dan bersama-sama menyediakan berbagai relung ( niche ) yang potensial dalam sebaran satwa (Bismark, 1994). Struktur fisik hutan sebagai habitat yang terbentuk oleh adanya perbedaan tinggi pohon menurut jenis, umur, maupun sifat tumbuhnya membentuk statifikasi yang menciptakan relung ekologi tertentu seperti adanya perbedaan ketinggian makan primata pada pohon (Oates, 1977).

Pada lingkungan dengan kondisi fisik yang ekstrim, aktivitas biologi relatif kurang berkembang. Sedangkan pada lingkungan yang kondisi fisiknya sesuai, interaksi dalam ekosistem dan habitat secara efektif akan membatasi pertumbuhan populasi satwaliar. Suatu habitat yang digemari oleh suatu jenis satwa belum tentu sesuai untuk kehidupan jenis satwa yang lain karena pada dasarnya setiap jenis satwa memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda. Berkurangnya habitat disebabkan karena beberapa faktor. Ada tiga faktor utama yang dinilai sangat mempengaruhi terhadap perubahan habitat, yaitu :

  • Aktivitas manusia,
  • Satwa liar
  • Bencana alam seperti gunung meletus (Irwanto 2006).

Penggunaan habitat oleh primata tergantung kepada banyaknya pakan yang tersedia, penyebaran sumber pakan, dan interval musim, jumlah pakan yang tersedia berpengaruh secara langsung terhadap besarnya kelompok (Fitriani, 2006). Pada habitat alaminya, Lutung mumpunyai jalur-jalur tertentu dalam menempuh perjalanan harian, mencari makan dan tempat tidurnya. Pemilihan habitat dan distribusi suatu individu cenderung dipengaruhi oleh perilaku individu tersebut (Krebs, 1985). Lutung mulai tersebar dari rendah hingga daratan tinggi, baik hutan primer maupun sekunder, daerah perkebunan, pesisir maupun hutan mangrove (Supriatna dan Wahyono., 2000).

Aktivitas Harian


Aktivitas harian menggambarkan suatu pola penggunaan waktu dan ruang dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, sosial, reproduksi, dan istirahat mulai dari pagi hingga sore hari. Primata memiliki variasi interspesifik yang luas dalam aktivitas hariannya (Stanford, 1991). Lutung Jawa memulai aktivitasnya sejak dari bangun tidur yaitu sekitar pukul 05:30 WIB, kemudian berpindah untuk makan di pohon sumber pakan di sekitar pohon tempat tidur. Akhir dari aktivitas harian ditandai dengan adanya aktivitas berpindah memasuki pohon tempat tidur, untuk memasuki pohon tempat tidurnya yaitu sekitar pukul 18.00 WIB (Andriansyah, 2007).

Lutung Jawa mempunyai jalur-jalur tertentu dalam menempuh perjalanan harian, mencari makan dan tempat tidurnya, tiga strata pohon secara vertikal untuk tempat tidurnya yaitu bagian pucuk kanopi, ditengah-tengah pohon dan di bawah pohon, sedangkan untuk aktivitas perjalanan harian dan mencari makan, ruang habitat secara vertikal dibagi empat strata yaitu puncak kanopi, tengah- tengah pohon, dibawah pohon dan di lantai hutan (Nugraha, 2011).
Lutung merupakan satwa arboreal yang aktif pada siang hari (Hendratmoko, 2009). Aktivitas Lutung dimulai pada pukul 05.30 WIB – 17.30 WIB dengan presentase 49% istirahat, 23% makan, 22% berjalan, 10% tidur dan 3% bersuara (Ambarwati, 1999). Tingginya aktivitas pada pagi hari sangat terkait dengan stimulasi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang penting adalah kebutuhan energi dan pengaturan suhu tubuh. Pemenuhan kebutuhan energi diperoleh dari asupan pakan yang nantinya dirubah menjadi energi (kalori) melalui proses pencernaan. Faktor eksternal yang berpengaruh adalah suhu dan kelembaban. Nadler., dkk (2002) menyatakan bahwa pada suhu 10-30oC Lutung Jawa cenderung untuk berkumpul dan makan. Prayogo (2006) menyatakan bahwa kegiatan istirahat pada primata termasuk Lutung umumnya dipengaruhi oleh tingkat suhu dan kelembaban. Suhu yang relatif tinggi pada siang hari menyebabkan Lutung Jawa banyak beristirahat dengan cara berteduh di bawah kerimbunan tajuk pohon.

Organisasi Sosial Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)


Bangsa Primata merupakan salah satu Bangsa dalam Kelas Mammalia yang hidup dalam suatu kelompok sosial. Hidup bersosial memberikan beberapa keuntungan untuk akses terhadap pakan, proteksi terhadap predator, akses untuk kawin, dan mempermudah dalam pemencaran keturunan (Collinge, 1993). Suatu Kelompok Sosial tersusun dari satwa-satwa yang berinteraksi pada suatu basis reguler. Primata mampu mengenal satu dengan yang lain dan menggunakan lebih banyak waktu dengan anggota kelompoknya. Struktur Sosial menunjukkan bentuk fisik kelompok berkaitan dengan kelompok umur dan jenis kelamin, serta hubungan interaksi satu dengan lainnya. Organisasi Sosial merupakan ekspresi yang lebih inklusif yang secara umum digunakan untuk mendeskripsikan beberapa aspek kelompok sosial, yang meliputi distribusi spasial, komposisi kelompok, serta hubungan sosial dan fisik di dalam kelompok. Perbedaan utama struktur sosial dan organisasi sosial, bahwa organisasi sosial juga mencakup komponen tingkah laku.

2 Likes