Apa yang anda ketahui tentang Kesultanan Tidore ?

Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau Halmahera. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api, bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku, yang mereka namakan gunung “Kie Marijang”. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi.

Nama Tidore berasal dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’.

Apa yang anda ketahui tentang Kesultanan Tidore ?

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaan Kesultanan Tidore (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.

Sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.

Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.

Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.

Kesultanan Tidore mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Nuku alias Sultan Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah alias Kaicil Paparangan yang oleh kawula Tidore dikenal dengan sebutan Jou Barakati. Pada masa kekuasaannya 1797 – 1805), wilayah Kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Tanah Papua.

Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram Timur. Menurut beberapa tulisan di berbagai situs internet, dituliskan bahwa kekuasaan Tidore sampai ke beberapa kepulauan di pasifik selatan, diantaranya; Mikronesia, Melanesia, kepulauan Solomon, kepulauan Marianas, kepulauan Marshal, Ngulu, Fiji, Vanuatu dan kepulauan Kapita Gamrange. Disebutkan pula bahwa hingga hari ini beberapa pulau atau kota masih menggunakan identitas nama daerah dengan embel-embel Nuku, antara lain; kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Alova, Nuku Fetau, Nuku Haifa, Nuku Maboro, Nuku Wange, Nuku Nau, Nuku Oro dan Nuku Nono.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas tidaklah mudah. Perlu penelitian tersendiri. Hal ini juga dibantah oleh salah satu Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastera Universitas Khairun Ternate yang tidak mau menyebutkan namanya. Lebih lanjut dikatakan bahwa “agak mustahil” kekuasaan Sultan Nuku bisa sampai ke ke kawasan pasific.

Kerajaan Tidore dipimpin oleh Muhammad Naqil (Kohlano Syahjati) pada tahun 1081 dan setelah habisnya pemerintahan Muhammad Naqil, Tidore akhirnya mempunyai masa kejayaanya sehingga Kerajaan Tidore merupakan kerajaan yang paling merdeka di Maluku dengan dibawah pimpinan Raja Tidore ke-22 Sultan Saifuddin. Sejarah Kerajaan Tidore juga merupakan kerajaan yang mempunyai sejarah melakukan perlawanan terhadap belanda pada saat penjajahan Indonesia oleh Belanda,

Kerajaan Tidore telah menolak penguasaan wilayah yang akan dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan tujuan memonopoli SDA Indonesia dan Tidore merdeka hingga abad ke-18. Disamping hal Tidore juga mempunyai saingan yaitu Ternate yang merupakan Kerajaan Tetangga kedua kerajaan ini saling bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kedua kerajaan ini merupakan kerajaan penghasil rempah-rempah yang berlimpah sehingga daerah ini sering dijadikan pusat perdagangan sehingga tak segan bangsa asing ingin merebut wilayah kerajaan ini.

Persaingan di antara kedua kerajaan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dari persekutuan tersebut .

  1. Uli-Lima (Persekutan lima bersaudara)

    Uli-Lima (Persekutan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan,Seram,Obi, dan Ambon. Di masa Sultan Babullah,Ternate mencapai titik aman keemasan dan disebutkan bahwa kekuasaan meluas hingga ke filipina.

  2. Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan bersaudara)

    Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo hingga ke Papua . Dan Kerajaan Tidore juga merupakan salah satu Kerajaan Islam di Indonesia selain dari Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah bagian timur Sumbawa, Siak Sri Indrapura yang didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.

Pada awal abad ke-15 agama islam masuk ke Kerajaan Tidore dikarenakan Raja Tidore yang ke-11, Sultan Ciriliyati atau yang sering dipanggil Sultan Djamaluddin menyukai dakwah seorang pedakwah dari Arab yaitu Syekh Mansur, dan setelah itu Agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan Tidore.

Kehidupan Masyarakat Tidore pada Masa Sekarang

Kehidupan masyarakat Kepuluan Tidore pada jaman sekarang sama seperti masyarakat biasanya, akan tetapi di Tidore banyak juga bangunan yang bersejarah yang patut dikunjungi . Tidore mempunyai makanan khas tersendiri yaitu antara lain Lapis Tidore, Kue Bilolo, Kue Kale – kale , Kue Abu dan juga mam raha serta popeda. Ada juga tela gule dan uge akem dan makanan adat Ngam Saro.

Ras Tidore

Ras asli masyarakat Tidore adalah Melanesia (Berkulit coklat) yang masih berkerabat dengan Kepulauan Fiji, Tonga dan beberapa kepulauan yang tersebar luas di Samudra Pasifik. Ras asli di Kepulauan Tidore sekarang kian hari kian menipis dikarenakan banyak kaum pendatang dari beberapa negara seperti (Arab,Cina, Malaysia, dsb) yang telah membaur dan menetap di Kepulauan Tidore tersebut.

Suku Tidore

Suku Tidore berasal dari Pulau Tidore , pesisir pantai Halmahera bagian barat,Pulau Mare, Pesisir Moti , dan Maitara. Suku Tidore bermata pencaharian sebagai nelayan karena tempatnya yang di pesisir pantai, dan selain itu ada yang mempunyai pekerjaan sebagai petani. Profesi masyarakat Tidore menyesuaikan tempat dimana masyarat itu tinggal dan sistim kepemimpinan pribumi Tidore masih menggunakan Kepemimpinan kelompok yang dipimpin oleh yang terkuat. Dan orang yang paling terkuat tersebut sering diberi julukan “Momole”.

Agama Tidore

Berdasarkan sejarah yang mengatakan bahwa Kepulauan Tidore dahulu mempunyai Kerajaan Islam Tidore, mayoritas agama dari penduduk setempat beragama Islam. Tidore juga salah satu pusat pengembangan Agama Islam di Maluku, Setiap desa mempunyai masjid masing-masing dan tidak kalahnya menjumpai seorang ustadz/ustadzah atau ulama .

Sosial Budaya

Masyarakat Tidore mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Tidore,disamping itu juga bisa menggunakan bahasa Ternate dan Bahasa Indonesia. Daerah kebudayaan telah dibagi menjadi beberapa bagian daerah yaitu Daerah Kebudayaan Ternate,Daerah kebudayaan Bacan , dan Daerah Kebudayaan Tidore. Daerah Kebudayaan Tidore juga mencakup Kepulauan Tidore, dan Kepulauan Halmahera Tengah dan Timur.

Dalam hal kekerabatan terhadap suku-sukunya atau orang luar , mereka menarik garis keturunan berdasarkan prinsip patrilineal. Salah satu kelompompok kekerabatan yang mereka sebut soa. Perkawinan ideal menurut ada mereka adalah kawin antara saudara sepupu(kufu), Adanya adat menetap setelah menikah yang artinya sepasang pengantin bebas memilih untuk menetap di lingkungan kerabat suami atau di lingkungan kerabat istri.