Apa yang anda ketahui tentang Kerajaan Siak, Riau ?

Kerajaan Siak

Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di daerah Riau, terdapat di Kabupaten Siak Srindrapura, dengan jarak tempuh sekitar 2-3 jam dari Kota Pekanbaru. Apa yang anda ketahui tentang Kerajaan Siak, Riau ?

Kerajaan Siak mencapai masa jayanya pada abad ke 16 sampai abad ke 20. Dalam silsilah Sultan-sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725 dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Kini, sebagai bukti sejarah atas kebesaran kerajaan Melayu Islam di Siak ini, dapat dilihat peninggalan kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yang dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan nama ASSIRAYATUL HASYIMIAH lengkap dengan peralatan kerajaan. Sekarang Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat penyimpanan benda-benda koleksi kerajaan.

Diantara koleksi benda antik Istana Siak adalah: Keramik dari Cina, Eropa, Kursi-kursi kristal dibuat tahun 1896, Patung perunggu Ratu Wihemina merupakan hadiah Kerajaan Belanda, patung pualam Sultan Syarim Hasim I bermata berlian dibuat pada tahun 1889, perkakas seperti sendok, piring, gelas-cangkir berlambangkan Kerajaan Siak masih terdapat dalam Istana, komet , kapal kato (kapal raja siak).

Sebelum berdirinya Kerajaan Siak II pada tahun 1723 oleh Sultan Abdul Jalil Rachmad Syah yang di Pertuan Raja Kecil yang pusat pemerintahannya di Kota Buantan, kawasan Siak sampai batas Minangkabau dan pantai Timur Pulau Sumatera dibawah kekuasaan Kerajaan Johor sebagai penerus imperium Melaka. Kerajaan Gasib merupakan Kerajaan Siak I yang berkedudukan di Sungai Gasib di Hulu Sungai Siak. Kerajaan ini adalah pecahan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Muara Takus. Raja yang terakhir dari Kerajaan Gasib ini yang telah beragama islam adalah Sultan Hasan yang ditabalkan menjadi Raja oleh Sultan Johor. Kerajaan Siak I berakhir kekuasaannya pada tahun 1622 M.

Selama 100 tahun negeri ini tidak mempunyai raja, untuk mengawasi negeri ini ditunjuk seorang Syahbandar yang berkedudukan di Sabak Auh dikuala sungai siak dengan tugas memungut cukai hasil hutan, timah dan hasil laut di kawasan Kerajaan Johor.

Pada permulaan tahun 1622 Sultan Mahmud Syah , Sultan Johor Ayahanda Raja Kecil dibunuh oleh Megat Sri Rama sewaktu pulang dari Sholat Jum’at. Kerajaan Johor diambil alih oleh Datuk Bendahara Tun Hebab dan mengangkat dirinya sebagai raja Johor memakai gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719). Keluarga Sultan Mahmud Syah II dikejar dan dibunuh, termasuk orang-orang besar Kerajaan, dayang-dayang serta pengikut setia, maksudnya untuk menghilangkan keturunan Sultan Mahmud Syah II.

Tindakan ini bukanlah menambah kewibawaan dan kekuasaan tetapi sebaliknya timbul kebencian serta kekacauan dimana-mana di Negeri Johor dan daerah taklukannya. Beberapa daerah taklukannya melepaskan diri seperti : Indragiri, Kampar, Kedah, Kelantan, Trenggano dan Petani. Orang Minangkabau, Bugis, yang hidup sebagai pengembara memusuhi Sultan termasuk orang-orang Melayu di Petani.

Encik Pung, Ibunda Raja Kecil dapat diselamatkan oleh Ayahandanya Datuk Laksemana Johor, maka Encik Pung melahirkan putra lelaki bernama Raja Kecil yang dipanggil Tuan Bujang dan dapat disembunyikan sampai Raja Kecil berumur 7 tahun. Karena pengejaran terus dilaksanakan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah terhadap Raja Kecil sebagai pewaris Kesultanan Johor, maka neneknya Datuk Laksemana Johor kemudian dibantu oleh Raja Negara di Singapura dan Datuk Temenggung Muar, maka Raja Kecil bersama ibunya Encik Pung dititipkan kepada saudagar orang Minangkabau yang bergelar Nakhoda Malim untuk dibawa ke Jambi dan kemudian terus ke Pagaruyung dan diserahkan kepada Raja Pagaruyung Yang Tuan Sakti untuk mendapatkan perlindungan.

Di Pagaruyung Raja Kecil dididik dan dibesarkan sebagai anak Raja sehingga mendapat pengetahuan menangani pemerintahan, agama, adat istiadat, kemiliteran dan bela diri. Setelah itu maka Raja Kecil tiada berhenti daripada menuntut ilmu dunia akhirat, tiada meninggalkan sembahyang dan terdekat dengan guru agama dan guru-guru dunia dan bercampur dengan orang besar yang bijaksana. Raja Kecil menuntut bela atas kematian ayahandanya, merebut kembali tahta Kerajaan Johor. Raja Kecil mempersiapkan kekuatan untuk menyerang Johor dengan mendapat bantuan orang Batu Bara yang berasal dari Minang kabau, Orang-orang Melayu Pesisir di Tanah Putih dan Kubu. DiBengkalis Raja Kecil mengatur kekuatan dan mendapat bantuan dari orang-orang Minang kabau yang ada disana serta orang Melayu yang setia dengan Sultan Mahmud Syah II.

Pada tanggal 21 Maret 1717, Tahta Kerajaan Johor jatuh ketangan Raja Kecil. Sultan Abdul Jalil Riayat Syah turun tahta yang telah memerintah di Kerajaan Johor pada tahun 1699-1717. Pemerintahan Raja Kecil tidak bertahan lama di Kerajaan Johor, karena Daeng Parani sangat marah dan dendam serta ditambah pula hasutan Tengku Tengan yang semula bakal menjadi isteri Raja Kecil sebagai permaisuri Kerajaan Johor gagal, karena Raja Kecil sangat senang dengan adiknya yaitu Tengku Kamariyah. Akhirnya Tengku Kamariyah menjadi permaisuri Kerajaan Johor isteri Raja Kecil. Daeng Parani, Tengku Sulaiman dan Tengku Tengah bersepakat untuk merebut kembali kekuasaan Raja Kecil di Johor. Terjadilah perang saudara anatar Raja Kecil sepihak dengan Tengku Sulaiman, sedangkan Tengku Tengah dan Daeng Parani dengan pengikutnya orang-orang Bugis membantu Sultan Sulaiman.

Serangan ke Bintan untuk membalas dendam dilanjutkan pada tahun 1723, Raja Kecil berhasil mengambil isteri Tengku Kamariyah beserta pembesar Kerajaan yang ditawan. Raja Kecil kembali ke Bengkalis dan mencari daerah yang aman dari serangan orang luar dan mendirikan Kerajaan baru yang terletak di Sungai Siak yaitu di Kota Buantan. Kerajaan ini diberi nama Kerajaan Siak. Raja Kecil dengan Kerajaan Siak ini menyusun kekuatan untuk menyerang Bintan. Serangan ini terus menerus dilaksanakan hingga tahun 1737.

Raja Kecil kembali ke Siak mendirikan pusat Kerajaan dan membangun negeri Buantan yang terletak dipinggir Sungai Siak yang dikenal dengan nama Sungai Jantan. Dipusat Kerajaan Sultan Abdul Jalil Rachmat Syah melakukan konsolidasi dalam bidang bidang pemerintahan, militer dan perbaikan perekonomian negerinya. Setelah wafatnya Tengku Kamariyah, isteri Raja Kecil yang tercinta yang sangat setia kepada suaminya di Kota Buantan, Raja Kecil sering sakit dan mendapatkan tekanan batin. Pada tahun 1746 Raja Kecil dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rachmat Syah mangkat, beliau disemayamkan di Kota Buantan dan digelar MARHUM BUANTAN.