Apa yang anda ketahui tentang Kerajaan Konawe ?

Apa yang anda ketahui tentang Kerajaan Konawe ?

Bermula dari pengelompokkan-pengelompokkan (O’Kambo) kampung yang dipimpim oleh seorang yang dituakan disebut Tono Motuo, dibantu oleh seorang Posudo, seorang Tolea seorang Mbuowai, seorang Mbusehe, seorang Tamalaki, dan seorang Otudo. Setelah beberapa puluh tahun kemudian atas dasar musyawarah dan mufakat antara kepala-kepala unit pemukiman Tono Motuo, yang saling berdekatan wilayah untuk membentuk pemerintahan dengan wilayah yang lebih luas yang disebut Otobu sekaligus memilih seorang pemimpin yang disebut Pu’utobu yang dibantu oleh seorang Owati. Kelompok inilah yang kemudian berkembang membentuk sebuah wilayah kekuasaan (kerajaan kecil) dan mereka mengangkat sebagai pemimpin dari kalangan mereka (Primus Inter Pares) pemimpin yang dapat melindungi kelompok, seorang raja yang disebut “Mokolele” di beberapa wilayah. Adapun wilayah-wilayah pengelompokkan yang berhasil membangun kerajaan ialah mereka yang berada di Padanggumi atau Kecamatan Abuki sekarang yakni kerajaan Padanggumi yang dipimpin oleh seorang Mokole (raja) bernama Ramandalangi yang bergelar Ndotongano Wonua, kemudian mereka yang berada di sekitar daerah Lasolo atau pusat pemerintahannya di sekitar pantai Wawolesea atau Kecamatan Lasolo sekarang, dengan menamakan kerajaan mereka sebagai “Mokolele I Wawolesea” yang dipimpin oleh Atitisima, kemudian kerajaan kecil Besulutu yang berpusat di sekitar Desa Besulutu Kecamatan Besulutu sekarang ini yang menamakan diri Mokolele I Besulutu yang dipimpin oleh Mombeeti, dan konon ada lagi satu kerajaan kecil orang Tolaki yang berdiri di sekitar daerah Moramo sekarang, yang menamakan dirinya Mokolele I Tambosupa.

Kerajaan-kerajaan kecil di atas berada pra Kerajaan Konawe, mereka saling berperang diakibatkan berebut wilayah, pengaruh dan hegemoni kekuasaan, padahal secara genealogis berasal dari nenek moyang yang sama. Akhir dari peperangan kekuasaan tersebut akhirnya yang muncul sebagai pemenang adalah Kerajaan Pandanggumi (Mokole Pandanggumi). Sedang kerajaan yang tiga lainnya mengalami kehancuran/dihancurkan dan ketiga wilayah Mokolele tersebut ditawan, sebagian berhasil menyelamatkan diri, selanjutnya ketiga daerah ini berada di bawah Mokole penguasa Kerajaan Pandanggumi berkedudukan di Abuki (Pandanggumi).

Hal tersebut dijelaskan oleh Asrul Tawulo (1991: 29-30) bahwa kedua kerajaan lainya ( Wonolesea dan Besulutu) telah dikalahkan dan tunduk kepada kerajaan Pandanggumi yang dipimpin oleh seorang raja bernama “ Ndotongano Wonua”, yang berarti penguasa pusat negeri dan mempunyai seorang putra laki-laki yang bernama “Ramandalangi” dengan gelar “Langgai Moriana” (laki-laki yang menghilang entah kemana perginya).

Totongano Wonua berjuang mempersatukan negeri-negeri di sekitarnya yang dalam pimpinan para Mokolele mereka dan memusatkan kedudukannya di Unaaha. Pada periode ini tibalah di Unaaha seorang puteri dari Kerajaan Luwu bernama Wetenriabeng (saudara kembar Sawerigading) yang oleh orang-orang Tolaki diberi nama Wekoila (Monografi, 1974/1975: 10). Wekoila kemudian kawin dengan anak Ndotongano Wonua (Ramandalangi) ini kemudian menjadi Mokolele pertama dalam Kerajaan Konawe (Muslimin Su’ud, 1992). Tradisi lain mengungkapkan bahwa Wekoila berasal dari langit (tomanurung) hal ini hampir semua kerajaan di Sulawesi seperti Gowa, Toraja, Soppeng, Bone juga mengenang Tomanurung.

Mengenai kedatangan Wekoila ini di Unaaha pada abad X (Husein Halik, 1973) tapi oleh Burhanuddin (1997) dikatakan abad XI (1150 M), yaitu pada saat tanah Konawe tinggal satu kerajaan (kerajaan Pandanggumi). Sedangkan Prof. Rustam E. Tamburaka berpendapat bahwa kehadiran Raja Wekoila memegang tampuk pimpinan Kerajaan Konawe (± 948-968) dianggap sebagai Mokole I Kerajaan Konawe berkedudukan di Unaaha (2004:196)

Berbagai versi tersebut di atas masih perlu penelitian lebih lanjut. Tentang geneologis Wekoila ini (yang dianggap sebagai Mokole More) oleh Muslimin Su’ud (1990) ia berasal dari keturunan raja Kediri yang berkat melalui jalur perkawinannya dengan seorang Raja keturunan Tolaki-Luwu (Pandanggumi-Matana) yang bernama Runda Beli (di tanah Toraja dikenal dengan sebutan Lando Rundun), lalu bersama suaminya (Ramandalangi), bersama-sama membenahi Kerajaan Pandanggumi, dengan merubah nama kerajaan menjadi Kerajaan Konawe sekaligus memindahkan pusat pemerintahan dari Pandanggumi/ Abuki ke ibukota Kerajaan Konawe baru di Unaaha (Kota Unaaha sekarang ini) dalam (Hadriati, 1992: 22).
Adapun istilah “Wekoila” menurut pengertian bahasa Tolaki terdiri dari dua akar kata, yaitu “We” dan “Koila”. We artinya suatu simbol penamaan seorang wanita, sedangkan Koila dalam arti sejenis gading yang kuning kemilau. Dari kisah mengungkapkan bahwa puteri Wekoila datang dari daerah Luwu yang bersaudara kembar dengan saudara laki-lakinya bernama Sawerigading. Nama aslinya adalah Weteriabeng (Hamid Hasan, 1974, dalam Muslimin Su’ud, (1992: 26).

Setelah Wekoila diangkat diangkat sebagai Mokolele, segera melaksanaan penataan sistem pemerintahan secara teratur dengan mengangkat seorang wati dan beberapa orang Toono motuo (orang yang dituakan). Wilayah kekuasaannya terdiri dari beberapa kampung yang disebut O’kambo, yang dibantu oleh tomalaki (panglima perang), O’tadu (ahli siasat perang), Tolea (penghulu perjodohan), pabitara (juru bicara adat), Mbuakoy (ahli kesehatan), Mbusehe (ahli perdamaian), Posudoho (logistik/ perlengkapan). Ia juga mulai memperkenalkan sistem pembagian kekuasaan berdasarkan sistem kasta dengan membagi masyarakat dalam tiga tingkatan golongan atau struktur sosial yaitu :

  1. Golongan bangsawan (anakia) yaitu Mokolele dan keluarganya, yang berhak untuk diangkat menjadi pemegang kekuasaan memerintah.
  2. Golongan menengah yang berfungsi sebagai aparat pelaksana kekuasaan raja (penyelenggara pemerintahan yang disebut golongan Too mootuo (Muslimin Su’ud, 1990: 146) termasuk Toono ongapa orang kebanyakan (Monografi, 1992: 118). Golongan Toono ongapa inilah oleh penulis memasukkan mereka sebagai rakyat biasa yang berfungsi sebagai rakyat pelaksana pemerintah raja yang disebut Toono dadio.
  3. Dan golongan budak yang disebut O’ata.
    Hirarkis masyarakat di atas sekaligus disimbolkan melalui simbol adat Kalosara sebagai perlambang tiga golongan diterapkan sistem kekuasaan pemerintah berlandaskan atas azas kesatuan dan persatuan yang utuh dan terintegrasi antara tiga unsur disimbolkan lilitan rotan berjumlah tiga buah yang dipertemukan kedua ujungnya dalam ikatan simpul tertentu. Untuk mengatur tata kehidupan masyarakat kerajaan dan menjamin supremasi hukum maka ditetapkan hukum adat negeri (sara wonua) yang berlaku pada seluruh wilayah kekuasaan negeri, sara wonua berupa hukum adat di bidang perkawinan (sara ine perapua), hukum adat pertanahan (sara ine wuta atau hohowi ine wuta), hukum ada waris (sara ine petiari’a) dan sebagainya.

Di zaman pemerintahan Mokole More (ratu) Wekoila Kerajaan Konawe telah memiliki wilayah kekuasaan dengan batas :

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Towori dan Mokolele Baebunta (Luwu) dengan tapal batas dari Barat ke Timur, Matana (Matano/sampai laut Banda termasuk Wacya/Pulau Salabangka (Banggai).
  • Sebelah Timur berbatasan dengan laut Banda dan laut Maluku termasuk Menui, kecuali Wawonii belok dari Utara ke Selatan masuk Selat Wawonii terus ke Utara Pulau Muna dan Tiworo.
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Tiworo dan Pulau Towea.
  • Sebelah Barat berbatasan dengan teluk Bone, Kolumba, Tolala, Watusemba, dan Nuha tembus Matana serta Kerajaan Luwu dan Mekongga (Muslimin Su’ud, 1992: 27)