Apa yang anda ketahui tentang Kejang demam?

Kejang demam

Kejang demam merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan paling sering ditemui pada usia 9-20 bulan. Kejang demam merupakan penyakit yang diturunkan, jika orang tua pernah mengalami kejang deman maka anak mereka berpotensi sangat besar untuk mengalami kejang demam. Kejang demam biasanya dianggap sebagai kondisi yang tidak membahayakan. Kejang yang terjadi biasanya bersifat lokal pada awalnya dan hanya akan menjadi kejang umum jika terdapat peningkatan suhu tubuh pasien yang melewati ambang batas. Kejang akibat demam jarang sekali berlangsung lebih dari beberapa menit, selain itu umunya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan EEG saat kejang terjadi dan pasien memiliki kemungkinan untuk sembuh sempurna.

Kejang demam biasanya timbul pada anak dengan suhu tubuh diatas 38 °C. Selain itu infeksi virus atau bakteri dan bahkan imunisasi yang menyebabkan demam tinggi seperti herpes virus dapat menjadi faktor penyebab dari kejang demam. Hingga saat ini masih belum ditemukan obat profilaksis antiepilepsi untuk mencegah terjadinya kejang demam.

Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang pada bayi atau anak, yang terjadi pada peningkatan suhu tubuh (>38oC rectal), yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada umumnya terjadi antara umur 6 bulan – 5 tahun, dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam dan bayi umur di bawah 1 bulan tidak termasuk. Sekitar 2-4% anak pernah mengalami kejang demam dalam hidupnya.

Etiologi


Semua infeksi di luar otak yang menimbulkan panas seperti faringitis, tonsilitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, bronkopneumonia dll.

Patofisiologi


Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam dan luar. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion khlorida (Cl-) sehingga berakibat konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan bantuan ensim dan energi yang didapat dari metabolisme yaitu melalui proses oksidasi glukosa. Bila suhu tubuh meningkat, akan terjadi gangguan fungsi otak dengan akibat keseimbangan potensial membran terganggu, mengakibatkan terjadi difusi K+ dan Na+ yang dapat menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel neuron maupun ke sel tetangganya dan akhirnya timbullah kejang fokal maupun kejang umum.

Klasifikasi Kejang Demam Menurut UKK Saraf Anak 2006

  1. Kejang demam sederhana

    • Lama kejang ≤ 15 menit.
    • Kejang bersifat umum
    • Frekuensi 1 kali dalam 24 jam
  2. Kejang demam kompleks

    • Lama kejang > 15 menit,
    • Kejang bersifat fokal atau parsial
    • Frekuensi kejang> 1 kali dalam 24 jam(kejang multipel atau kejang serial).

Manifestasi Klinis


Anamnesis:

  1. Identifikasi/pastikan adanya kejang, jenis kejang, lama kejang, suhu sebelum/pada saat kejang, ferekuensi, penyebab demam di luar SSP.

  2. Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

  3. Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam, atau epilepsi dalam keluarga.

  4. Singkirkan penyebab kejang yang lain.

Pemeriksan fisik

  1. Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsangan meningial, tanda peningkatan tekanan intrakaranial, dan tanda infeksi di luar SSP.

  2. Pemeriksaan fisik neurologis harus dilakukan walaupun
    pada umumnya tidak ditemukan adanya kelainan.

Pemeriksaan penunjang

  1. Pemeriksaan laboratorium tidak rutin, dilakukan jika ada indikasi. Darah lengkap, gula darah, elektrolit serum lengkap (natrium, kalium, calcium, magnesium).

  2. Lumbal pungsi sesuai indikasi, dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis meningitis. Risiko meningitis bakterial ialah 0,6-6,7%.Lumbal pungsi sangat dianjurkan pada bayi < 12 bulan, dianjurkan pada bayi berumur 12 - 18 bulan, dan tidak rutin dikerjakan pada anak lebih > 18 bulan, kecuali ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi intrakranial lainnya.

  3. Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi. Oleh karena itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas seperti: kejang fokal, kejang demam kompleks frekuen, kejang demam plus (FS+).

  4. CT scan atau MRI kepala, diindikasikan pada keadaan: kejang fokal/parsial, adanya kelainan neurologis, atau tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Tata Laksana


Prinsip Penanganan kejang demam terdiri dari 3 hal:

  1. Mengatasi kejang fase akut.

  2. Mengatasi demam, mencari, dan mengobati penyebab demam.

  3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

1. Mengatasi kejang fase akut

(sama dengan algoritme tata laksana kejang akut dan status epileptikus).

Pasien yang dirawat di rumah sakit, bila kejang sudah berhenti dengan diazepam, dapat diberikan antikonvulsan long acting (phenobarbital) jika ada faktor risiko: kejang lama, kejang fokal/parsial, adanya kelainan neurologis yang nyata, kejang multipel>2 kali, riwayat epilepsi keluarga.

Dosis phenobarbital: loading dosesecara intramuskuler

  • Neonatus : 30 mg
  • Bayi : 50 mg
  • 1 tahun : 75 mg

Dilanjutkan 12 jam kemudian phenobarbital oral;

  • 8-10 mg/kgbb/hari di bagi 2 dosis (selama 2 hari)
  • Selanjutnya 3-5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis.

2. Mengatasi demam, mencari dan mengobati etiologi demam.

Obat antipiretika sering diberikan meskipun tidak terbukti mencegah terulangnya kejang, tetapi efektif menurunkan suhu sehingga dapat membuat anak menjadi lebih nyaman dan tenang.Mengatasi etiologi demam dengan pemberian antibiotika jika ada indikasi.

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

Pengobatan profilaksis kejang demam dapat dibagi dalam profilaksis intermiten dan profilaksis terus-menerus. Indikasi dan obat yang diberikan sebagai berikut:

  • Profilaksis intermiten pada waktu demam

    1. Antipiretik

      • Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali, diberikan 4-5 kali/ hari.
      • Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali/hari.
    2. Obat antikonvulsan

      • Diazepam oral : 0,3 mg/kg setiap 8 jam
      • Diazepam rektal : 0,5 mg/kg atau 5 mg untuk BB<10 kg, 10 mg untuk BB>10 kg setiap 8 jam.

    Catatan:

    • Informasi kepada orang tua sangat penting mengingat efek samping dari diazepam (30-40%) yaitu: letargi, ataksia dan iritabel.

    • Diazepam oral atau rektal dapat mengurangi rekurensi kejang 60-75% kasus

    • Fenobarbital tidak efektif untuk profilaksis intermiten.

    • Kejang demam sederhana tidak perlu profilaksis intermiten, kecuali rekuren >2 kali.

  • Profilaksis terus-menerus (Kesepakatan UKK Saraf Anak 2006)

    1. Indikasi profilaksis terus menerus:

      • Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (hemiparese, paresis Tod’s, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus, dll)
      • Kejang lama > 15 menit
      • Kejang fokal
    2. Dapat dipertimbangkan pada:

      • Kejang berulang > 2 kali dalam 24 jam
      • Bayi usia < 12 bulan
      • Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
    3. Lama pengobatan 1 tahun bebas kejang.

    Catatan:

    • Asam valproat dan fenobarbital dapat mencegah rekurensi sampai 90% kasus. Pemakaian fenobarbital sering menyebabkan gangguan perilaku,gangguan belajar, dan penurunan IQ. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia muda dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

    • Fenitoin dan karbamazepin tidak efektif untuk profilaksis.

    • Pemeriksaan darah tepi dan fungsi hati setiap 3-6 bulan.

Sumber : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Ilmu kesehatan anak : Buku panduan belajar koas , Udayana University Press

Referensi

  1. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Hardiono DP, Widodo DP, Ismael S, Editor.UKK neurologi anak, IDAI, Jakarta, 2006.
  2. Shinnar S. Febrile suizure. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, editor. Pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-4, St. Louis: mousby; 2006. h. 676-91.
  3. Hodgson ES, Glade CGB, Harbaugh NC, dkk. Febrile suizure: clinical practice guideline for long-term management of the child with simple febrile suizure. Pediatric 2008;121:1281-6.
  4. DuffnerPK,BeumannRJ.AsynopsisoftheAmericanAcademy of Pediatrics: practice parameters on the evaluation and treatment of children with febrile suizure. Pediatr Review 1999;20:285-9.
  5. Sadlier Lg, Scheffer IE. Febrile suizure. BMJ 2007; 334:307-11.