Apa yang anda ketahui tentang Istihadhah?

haid

Istihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan.

Makna istihadhah dari segi etimologi adalah sayalaan yang berarti mengalir atau aliran dan dari segi terminology maknanya adalah darah yang keluar dari permukaan rahim di selain masa-masa haidh dan nifas.

Istihadhah adalah hadats yang hanya membatalkan wudhu‟ dan tidak mewajibkan mandi besar, oleh sebab itu mustahadhah tetap wajib melaksanakan sholat dan puasanya adapun dalil akan hal itu adalah hadits Nabi saw ketika Fatimah binti Hubais mengatakan” ya Rasulallah aku sekarang sedang istihadhah dan berarti aku tidak suci apakah aku boleh meninggalkan sholat ?” kemudian Nabi saw menjawab” tidak boleh, itu hanyalah „irqun‟ (darah fasad) bukan darah haidh, dan apabila tiba masa haidh maka tinggalkanlah shalat, dan jika darahnya bersih maka mandilah dan sholatlah “(HR An Nasa‟i).

1 Like

Pengertian istihadhah


Dalam bahasa arab, istihadhah adalah masdar dari kata ustuhidhat . Orang yang mengalaminya disebut mustahadhah, darah yang keluar dari bawa rahim perempuan tidak pada waktu haid atau nifas. Maka, setiap darah yang datang lebih lama dari masa haid, atau kurang dari masanya yang paling singkat, atau darah yang mengalir sebelum usia haid (yaitu umur sembilan tahun), maka darah tersebut adalah darah istihadhah. Istihadhah ialah darah yang mengalir bukan pada waktu biasanya (selain haid dan nifas) disebabkan sakit pada kangkal (dekat) rahim. Yang menjadi dasar hukum istihadhah adalah ahadts nabi SAW :

”dari Aisyah bahwa Fatimah binti Abi Hubaiys datang kepada Nabi SAW kemudian berkata: ya Rasulullah SAW sungguh aku mengalami istihadhah maka aku tidak pernah suci. Apakah aku harus meninggalkan sholat? Maka Rasulullah bersabda tidak, karena itu adalah darah penyakit bukan darah haid. Apabila datang haid maka tinggalkanah sholat dan ketika darah itu berhenti maka mandilah dan jalankanlah sholat.”(H.R Muslim).

Berdasarkan beberapa penjelasan dan pengertian di atas bisa disimpulkan bawa ciri darah istihadhah adalah :

  • Darah yang keluar tidak pada hari-hari haid dan nifas
  • Warna darahnya merah segar
  • Darah yang keluar saat seorang wanita sebelum usia mendapatkan haid (dibawah usia sembilan tahun)
  • Darah yang keluar setelah haid melebihi darah batas maksimal hari- hari haid ( lebih dari 15 hari)
  • Darah yang keluar setelah nifas melebihi dari batas maksimal nifas (antara 40 atau 60 hari)
  • Darah yang keluar karena seorang wanita kecelakaan atau pecahnya selaput darah
  • Darah yang keluar dari bahwa atau luar rahim (karena, darah haid keluar dari rahim).

Kondisi wanita istihadhah


Ada tiga kondisi bagi wanita yang isthadhah :

  1. Sebelum mengalami istihadhah, ia mempunyai haid yang jelas waktunya. Dalam kondisi seperti ini, hendaklah dia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada saat itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum- hukum istihadhah

  2. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum istihadhah, karena istihadhah tersebut terus menerus terjadi padanya mulai pada saat pertama kali ia mendapat darah. Dalam kondisi ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan), seperti jika darahnya berwarna hitam, atau kental, atau berbau maka yang terjadi adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, yang terjadi adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.

  3. Tidak mempunyai haid yang jelas waktu dan tidak bisa diibedakan secara tepat darahnya, seperti istihadhah yang dialaminya terjadi terus menerus mulai dari saat kali melihat darah sementara darahnya menurut satu sifat saja atau berubah- ubah dan tidak mungkin dianggap seperti darah haid. Dalam

  4. kondisi seperti ini. Hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya. Maka masa haidnya adalah 6 atau 7 hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah, sedangkan selebihnya merupakan istihadhah.

Macam-macam Istihadhah


Sebab orang istihadhah itu ada kalanya baru sekali mengeluarkan darah/belum pernah haid dan suci langsung melebih 15 hari ( Mubtada’ah ) atau perempuan terebut sudah pernah haid dan suci ( nu’tadah ) berpegang kepada adat kebiasannya, dan ada kalanya darahnya dua warna ( qowi dan dhoif ) sehingga dia dapat membedakannya ( mumayyizah ), atau darahnya hanya satu macam saja, sehingga ia tidak dapat membedakanya ( ghoiru mumayyizah ). Sedangkan macam-macam istihadhah adalah :

  • Mubtada’ah Mumayyizah

    Yang dimaksud dengan al-mubtadi’ah adalah wanita yang pertama kali mengalami haid. Sedangkan al-mumayyizah adalah wanita yang dapat membedakan jenis darah, juga dapat membedakan darah yang kuat dan darah yang lemah, begitu juga darah hitam dan darah merah.

    Mubtada’ah mumayyizah (orang istihadhah yang pertama) ialah orang yang mengeluarkan darah melebihi 15 hari yang sebelumnya belum pernah haid, serta mengerti bahwa darahnya 2 macam (darah kuat dan darah lemah) atau melebih dua macam.
    Hukumnya:

    Mubtda’ah mumayyizah itu haidnya dikembalikan kepada darah qowi (kuat), yakni semua darah qowi adalah haid sedangkan darah dhoif adalah darah istihadhah, meskipun lama sekali (beberapa bulan/beberapa tahun). Akan tetapi dihukum demikian bila memenuhi empat syarat:

    • Darah qowi tidak kurang sehari semlam (24 Jam)
    • Darah qowi tidak melebihi dari 15 hari
    • Darah dhoif tidak kurang 15 hari
    • Akan tetapi kalau darah dhoif berhenti sebelum 15 hari maka tidak harus memenuhi syatar tersebut.
  • Mubtada’ah Ghoiru Mumayyizah

    Yaitu orang istihadhah yang belum pernah haid serta darahnya hanya satu macam saja, (hanya darah merah atau darah hitam saja. Mubtada’ah Ghoiru Mumayyizah itu haidnya sehari semalam terhitung dari permulaan keluarnya darah, lalu sucinya 29 setiap bulan. Artinya kalau darahnya terus keluar sampai sebulan atau beberapa bulan, maka setiap bulan (30 hari) haidnya sehari semalam, sedangkan sucinya (istihadhah) 29 hari. Tetapi tetai kalau keluarya darah tidak mencapai sebulan, maka haidnya sehari semalam, lainya istihadhah (suci). Akan tetapi kalau pada suatu bulan darahnya tidak melebihi 15 hari, maka semuanya haid.

  • Mu’tadah Mumayyizah

    Pendarahan karena menggunakan preparat hormonal ini biasanya sering terjadi pada wanita yang sering mengkonsumis pil-pil dan suntikan keluarga berencana (obat-obatan KB). Pendarahan yang terjadi biasanya disebabkan ketidakteraturan dalam mengonsumsi obat obatan KB, kelebihan dalam menggunakan obat-obatan dapat mengakibatkan kelainan dalam siklus haid.

    Sifat-sfiat pendarahan yang paling terjadi diantaranya berupa bercak- bercak darah dan pendarahan pervaginaan yang tidak teratur atau tidak sesuai dengan waktu haid yang semestinya. Penyebab terjadinya istihadhah paling sering adalah ganguan psikis (kejiwaan), seperti stress merupakan psikis yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik urusan pekerjaan, rumah tangga dan sebagainya.

Hukum Wanita Istihadhah

Pada penjelasan diatas maka dapat kita mengerti kapan darah itu sebagai darah haid dan kapan sebagai darah istihadhah. Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukum-hukum haid. Sedangkan jika yang terjadi adalah darah istihadhah maka yang berlaku baginya adalah hukum istihadhah.

Hukum istihadhah sama halnya dengan hukum wanita dalam keadaan suci, tidak ada bedanya antara perempuan mustahadhah dan wanita suci, kecuali dalam hal berikut :

  • Wajib mandi begitu darah haidnya mampat, dan setelah itu ia tidak wajib mandi lagi42.

  • Wanita mustahadhah wajib berwudhu setiap kali hendak mengerjakan sholat. Berdasarkan hadts Nabi SAW.

    “ dari Aisyah bahwa Fatimah binti Abi Hubaiys datang kepada Nabi SAW kemudian berkata: Ya Rasulullah SAW sungguh aku mengalami istihadhah maka aku tidak pernah suci. Apakah aku harus meninggalksn sholat? Maka Rasulullah SAW bersabda tidak, karena itu adalah darah penyakit bukan darah haid maka tinggalkanlah sholat pada hari-hari haidmu. Kemudian mandilah dan berwdhulah ketika hendak sholat. Walaupun darah itu menetes diatas alas.43 ( H.R. Ibnu Majah)

    Berdasarkan arti dari hadIts di atas memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk sholat yang telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya.

  • Ketika hendak berwudhu, membersihkan sisa-sisa darah yang melekatkan pada kain dengan kapas (pembalut wanita) pada farjinya untuk mencegah keluarnya darah. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw.

    “ diceritakan dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari ibunya Hamnah binti Jahsy. Sesungguhnya saya mengalami istihadhah pada masa Rasulullah SA. Kemudian saya datang kepada Rasulullah SAW. Kemudian saya berkata: Sesungguhnya saya mengalami istihadhah yang sangat banyak. Kemudian beliau bersabda: gunakanlah kapas. Kemudian saya berkata: darahnya lebih banyak dari itu, beliau bersabda maka pakailah penahan” (H.R. Ibnu Majah)

    Dari pemahaman tersebut walaupun masih ada darah yang keluar setelah tindakan tersebut, maka tidak apa-apa hukumnya. Karena sabda Nabi kepada Fatimah binti Abi Hubaisy “tinggalkanlah sholat pada hari- hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah untuk setiap kali sholat, lalu sholat lah meskipun darahnya menetes diatas alas”

  • Jima’ (senggama)

    Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan atau tidak bersetubuh dan kepada perempuan yang tertimpa istihadhah apabila dengan meninggalkan jima’ (bersetubuh) tidak dikhawatir akan terjadinya zina, akan tetapi yang benar ialah boleh melakukan jima’ secara mutlak, baik dikhawatirkan secara adanya perbuatan zina atau tidak.

Pengertian Istihadhah


Di dalam kitab Ianatun Nisa’ dijelaskan bahwa istihadhah secara bahasa berarti mengalir, sedangkan menurut istilah istihadhah adalah darah yang keluar dari farji perempuan diluar waktu haid atau nifas.

Di dalam bukunya Fiqih Ibadah dijelaskan bahwa pengertian istihadhah secara bahasa (etimologi) berarti mengalir. Sedangkan secara istilah (terminologi) istihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena adanya suatu penyakit, diluar masa haid dan nifas. Sifat dari darah istihadhah ini adalah darah yang keluar secara terus menerus dan mengalir bukan pada waktunya.

Sedangkan Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim dalam bukunya Shahih Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa darah istihadhah adalah keluarnya darah tidak pada waktu haid dan nifas, atau bersambung mengikuti keduanya. Ini adalah darah yang tidak biasa keluar, bukan darah kebiasaan dan bukan darah tabiat wanita. Namun, ini adalah darah yang keluar dari urat yang terputus. Darah ini mengalir seperti darah segar yang tidak terputus hingga ia sembuh.

Menurut Al-Qurthubi yang dikutib oleh Su‟ad Ibrahim Shalim di dalam bukunya Fiqih Ibadah Wanita menjelaskan hakikat darah istihadhah merupakan darah diluar kebiasaan, bukan tabiat kaum wanita dan bukan satu penciptaan, ia adalah urat yang berhenti mengalir, berwarna merah, dan tidak akan berhenti, kecuali jika sudah selesai. Wanita yang seperti ini hukumnya adalah suci dan tidak terhalang mengerjakan shalat maupun puasa sesuai ijma’ ulama dan ketetapan hadits yang marfu’ jika memang ini darah istihadhah dan bukan darah haid.

Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa yang dimaksud dengan darah istihadhahadalah darah yang keluar dari rahim seorang perempuan tidak pada waktu haid maupun nifas, dan darah ini biasanya berupa darah segar yang terus-menerus mengalir dan darah ini keluar karena adanya suatu penyakit di dalam mulut rahim.

Keadaan Wanita yang Istihadhah


Seorang wanita baligh, sehat jasmani dan rohani dan juga sehat alat-alat reproduksinya yang telah terbiasa mengalami haid, tentu ia mengenal kebiasaan dan temperatur tubuhnya kapan dirinya mendapat haid. Dengan demikian, ia pun akan mengetahui berbagai kejanggalan yang terjadi manakala dari rahimnya keluar darah, diluar masa haid.

Seorang perempuan yang mengeluarkan darah Istihadhah itu disebut Mustakhadah.53 Adapun macam- macam Mustakhadah itu ada tujuh, yaitu :

  1. Mubtadi’ah Mumayyizah

    Yaitu perempuan yang baru pertama kali mengeluarkan darah haid dan bisa membedakan darah yang dikeluarkan apakah darah kuat atau darah lemah. Dan hukumnya adalah darah lemah dinamakan sebagai darah istihadahah, dan darah kuat dinamakan sebagai darah haid.
    Dikatakan Mubtadi’ah Mumayyizah jika memenuhi 4 syarat, yaitu :

    • Darah kuat tidak kurang dari sehari semalam (24 jam).
    • Darah kuat tidak lebih dari 15 hari 15 malam.
    • Darah lemah tidak kurang dari 15 hari 15 malam.
    • Antara darah kuat dan darah lemah tidak bergantian.

    Jika keempat syarat tersebut tidak terpenuhi maka perempuan tersebut termasuk dalam Mubtadi’ah Ghairu Mumayyizah.

    Perempuan Mubtadi’ah Mumayyizah pelaksanaan mandinya pada bulan pertama menanti selama 15 hari 15 malam, dan berkewajiban mengqadha‟ shalat yang di tinggalkannya. Untuk bulan kedua dan selanjutnya, jika darah masih keluar, wajib mandi di saat ia telah melihat perpindahan darah dari kuat ke darah lemah.

  2. Mubtadi’ah Ghairu Mumayyizah

    Yaitu perempuan yang baru pertama kali mengeluarkan darah haid dan tidak bisa membedakan antara darah kuat dan darah lemah, atau bisa membedakan antara darah kuat dan darah lemah akan tetapi tidak mencakup syarat-syarat Mubtadi’ah Mumayyizah.

    Maka hukum bagi perempuan seperti ini adalah, yang dianggap sebagai darah haid hanya sehari semalam, dan masa sucinya 29 hari 29 malam setiap bulannya.

    Untuk Mubtadi’ah Ghairu Mumayyizah pada bulan pertama mandinya harus menunggu 15 hari 15 malam, dan wajib mengqada‟ shalat selama 14 hari. Dan untuk bulan kedua dan selanjutnya mandinya tidak harus menunggu 15 hari 15 malam, namun pada saat keluarnya darah sudah genap sehari semalam maka ia wajib mandi. Dan pada bulan ini dan selanjutnya ia tidak hutang shalat.

  3. Mu’tadah Mumayyizah

    Yaitu perempuan yang sudah pernah haid dan suci, dan bisa membedakan antara darah kuat dan darah lemah. Kecuali antara masa kebiasaan haidnya dan perbedaan darah ada tenggang 15 hari 15 malam. Maka hukumnya sama dengan Mubtadi’ah Mumayyiza.

  4. Mu’tadah Ghaira Mumayyizah Dzakirah Li’adatiha Qadran wa Waqtan

    Yaitu perempuan yang sudah pernah haid kemudian suci, kemudian ia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid (15 hari 15 malam). Dan ia tidak bisa membedakan darah yang dikeluarkan antara darah kuat dan darah lemah, ataupun ia bisa membedakan antara darah yang dikeluarkan akan tetapi tidak memenuhi 4 syarat Mubtadi’an Mumayyizah . Dan ia lupa akan lamanya serta pertama kali mengeluarkan darah haid.

    Maka hukumnya disamakan dengan kebiasaanya. Dan kebiasaan yang dijadikan patokan cukup satu kali dan tidak boleh berubah.

  5. Mu’tadah Ghaira Mumayyizah Nasiyah Li’adatiha Qadran wa Waqtan

    Yaitu perempuan yang pernah haid dan suci, kemudian ia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid (15 hari 15 malam). Serta ia tidak bisa membedakan darah yang dikeluarkan antara darah kuat dan darah lemah, atau ia bisa membedakan darah yang di keluarkan akan tetapi tidak memenuhi 4 syarat Mubtadi’ah Mumayyizah , dan ia lupa kebiasaan mulai dan lamanya haid yang pernah dialami.

    Perempuan yang seperti ini menurut istilah para ulama‟ di sebut Mutahayyirah (perempuan istihadhah yang kebingungan). Perempuan yang seperti ini harus berhati-hati, sebab hari-hari yang ia lalui mungkin haid dan mungkin suci.

  6. Mu’tadah Ghaira Mumayyizah Dzakiran Li’adatiha Qadran la Waqtan

    Yaitu perempuan yang pernah haid dan suci, kemudian ia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid (15 hari 15 malam). Serta ia tidak bisa membedakan darah yang dikeluarkan antara darah kuat dan darah lemah, atau ia bisa membedakan darah yang di keluarkan akan tetapi tidak memenuhi 4 syarat Mubtadi’ah Mumayyizah , dan ia hanya ingat lamanya haid, akan tetapi lupa kapan mulainya haid.

    Hukum bagi perempuan yang seperti ini adalah waktu yang di yakini biasa haid di hukumi haid (haram shalat dan yang lainnya), dan waktu yang di yakini suci di hukumi suci. Maka waktu yang biasanya haid dan biasanya suci di hukumi sama seperti perempuan Mutahayyirah (wajib berhati- hati).

  7. Mu’tadah Ghaira Mumayyizah Dzakiran Li’adatiha Waqtan la Qadran

    Yaitu perempuan yang pernah haid dan suci, kemudian ia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid (15 hari 15 malam). Serta ia tidak bisa membedakan darah yang dikeluarkan antara darah kuat dan darah lemah, atau ia bisa membedakan darah yang di keluarkan akan tetapi tidak memenuhi 4 syarat Mubtadi’ah Mumayyizah , dan ia hanya ingat mulainya haid, akan tetapi lupa lamanya haid.

    Hukumnya, masa yang yakini haid dihukumi haid, dan masa yang yakin suci di hukumi suci. Dan masa yang mungkin haid dan mungkin suci dihukumi seperti perempuan Mutahayyirah (wajib berhati- hati).

Hukum yang Berkaitan dengan Wanita Istihadhah

Istihadhah adalah peristiwa yang tidak menentu kesudahannya. Oleh karena itu bukan merupkan penghalang bagi shalat dan puasa dan ibadah-ibadah lain yang tidak boleh dilaksanakan ketika haid dan nifas.

Namun bagi wanita-wanita yang minim pengetahuannya tentang fiqih wanita Islam, tentu akan bingung ketika ia mengalami seperti ini, dimana mereka belum mengetahui kalau dirinya sedang mengalami istihadah. Ada beberapa hukum yang berlaku bagi wanita istihadhah, antara lain sebagai berikut :

  • Ia tidak wajib mandi untuk melaksanakan shalat maupun mandi pada waktu-waktu tertentu, kecuali hanya sekali saja, yaitu ketika suci dari haid. Ini adalah pendapat mayoritas ulama salaf (terdahulu) maupun khalaf (kemudian).
  • Ia wajib berwudhu setiap hendak melaksanakan shalat, merujuk sabda Nabi dalam hadis riwayat Al- Bukhari: “kemudian berwudhulah setiap ingin melaksanakan shalat” Namun dalam hal ini, Imam Malik berpendapat bahwa wudhu setiap hendak melaksanakan shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah hanya sunnah (mustahab) dan tidak wajib kecuali memang ada hadas lain.
  • Membasuh kemaluannya sebelum wudhu dan membalutnya dengan kain atau kapas pembalut untuk menghilangkan atau menyedikitkan najis. Jika darah tidak dapat disumbat dengan kapas, maka kemaluannya harus dibalut dengan sesuatu yang dapat menghentikan darah. Namun, hal ini tidak wajib, melainkan lebih utama.
  • Menutut mayoritas ulama, ia tidak perlu berwudhu sebelum masuk waktu shalat, karena sucinya adalah darurat sehingga tidak perlu didahulukan sebelum dibutuhkan.
  • Menurut mayoritas ulama, suaminya diperbolehkan untuk menyetubuhinya diluar hari-hari haid, meskipun darahnya masih tetap keluar. Dengan kata lain, jika perempuan yang istihadhah itu dibenarkan mengerjakan shalat dalam keadaan darah mengalir, maka sudah tentu bahwa menyetubuhi diperbolehkan.
  • Ia berstatus layaknya wanita-wanita yang suci sehingga ia wajib melaksanakan shalat, puasa, boleh i‟tikaf, membaca al-Qur‟an, memegang dan membawa mushaf, dan melaksanakan segala jenis ibadah, dan hal ini sudah menjadi kesepakatan seluruh ulama.

Mandi Bagi Wanita Istihadhah


Ulama berbeda pendapat tentang mandi bagi wanita yang sedang istihadhah . Sebagian dari mereka ada yang mewajibkan satu kali mandi ini dilakukan ketika ia berkeyakinan bahwa darah haidnya telah putus. Itu diketahui setelah ia melihat salah satu tanda sesuai dengan asumsi mereka dalam memaparkan tanda-tanda putusnya darah haid.

Ulama-ulama yang mewajibkan satu kali mandi ini terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mewajibkan wudhu tiap akan melakukan shalat. Sedangkan sebagian yang lain hanya mengaggap sunnah berwudhu setiap akan shalat.

Ulama yang mewajibkan satu kali mandi adalah Imam Malik, Imam Syafi‟i, Imam Abu Hanifah, dan para pengikut mereka, serta para mayoritas ulama Amshar. Sebagian besar dari yang terakhir ini mewajibkan wudhu bagi wanita istihadhah setiap akan shalat. Sedangkan sebagian yang lain hanya menganggap sunnah berwudhu setiap akan shalat. Pendapat ini kebanyakan dianut oleh para pengikut madzhab Maliki.

Ada juga ulama selain tersebut diatas yang berpendapat bahwa wanita istihadhah wajib mandi setiap akan shalat. Disamping ada ulama lain yang berpendirian bahwa kewajiban mandi untuk shalat zhuhur ditunda sampai awal waktu ashar, lalu kedua shalat itu dijama‟ ta‟khir. Demikian juga mandi untuk shalat maghrib dan isya‟ dijama‟ ta‟khir, kemudian dia mandi lagi untuk shalat subuh. Dengan demikian, menurut ulama terakhir ini, wanita istihadhah dalam sehari semalam wajib mandi tiga kali.

Ada juga sekelompok ulama lain yang berpendapat bahwa wanita istihadhah itu wajib mandi dari satu masa suci kemasa suci berikutnya.

Dari rincian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa wanita istihadhah secara umum terekam dalam empat pendapat, yaitu :

  • Pendapat yang mengatakan bahwa ia hanya berkewajiban mandi satu kali, ketika darah haid berhenti.

  • Pendapat yang mengatakan bahwa ia wajib mandi setiap akan melaksanakan shalat.

  • Pendapat yang mengatakan bahwa ia wajib mandi tiga kali dalam sehari semalam.

  • Pendapat yang mengatakan bahwa ia wajib mandi satu kali dalam sehari semalam.

  • Sebab perbedaan pendapat diatas berpangkal pada lahir hadits yang berkaitan dengan masalah ini.

Hadits masyhur yang menjelaskan masalah ini adalah sebagai berikut :

"Fatimah binti Abi Hubaisy datang menemui Rasulullah SAW. ia berkata, wahai Rasulullah, saya ini sesungguhnya wanita yang menderita istihadhah, maka saya tidak suci, apakah saya boleh meninggalkan shalat? Rasulullah SAW menjawab, tidak boleh, sebab darah istihadhah adalah urat, bukan darah haid. Jika darah haid datang, tinggalkanlah shalat, sebaiknya, jika darah haid itu pergi maka cucilah darah itu dan kerjakanlah shalat "

1 Like

Istihadhah


Makna istihadhah dari segi etimologi adalah sayalaan yang berarti mengalir atau aliran dan dari segi terminology maknanya adalah darah yang keluar dari permukaan rahim di selain masa-masa haidh dan nifas.

Seseorang dikatakan mustahadhah apabila mengalami satu dari beberapa hal di bawah ini :

  • Mengeluarkan darah bukan di masa-masa haidh dan nifas

  • Mengeluarkan darah di masa haidh dan nifas akan tetapi tidak memenuhi syarat.

  • Mempunyai sisa suci yang belum sempurna

Adapun perbedaan antara mustahadhah dan wanita yang mempunyai sisa suci yang belum sempurna bisa dipahami dari contoh kasus dibawah ini :

Apabila seseorang mengeluarkan darah haidh selama enam hari misalnya kemudian bersih selama tiga belas hari, dan mengeluarkan darah lagi setelah itu maka wanita ini bukanlah mustahadhah akan tetapi wanita yang mempunyai sisa suci yang belum sempurna, karena datangnya darah yang kedua di luar masa lima belas hari dari darah yang pertama, dan hukumnya adalah dia menyempurnakan sisa sucinya yang kurang dua hari, dan sisa darah setelah itu adalah haidh nya yang baru.

Istihadhah adalah hadats yang hanya membatalkan wudhu‟ dan tidak mewajibkan mandi besar, oleh sebab itu mustahadhah tetap wajib melaksanakan sholat dan puasanya adapun dalil akan hal itu adalah hadits Nabi saw ketika Fatimah binti Hubais mengatakan ” ya Rasulallah aku sekarang sedang istihadhah dan berarti aku tidak suci apakah aku boleh meninggalkan sholat ?” kemudian Nabi saw menjawab ” tidak boleh, itu hanyalah „irqun‟ (darah fasad) bukan darah haidh, dan apabila tiba masa haidh maka tinggalkanlah shalat, dan jika darahnya bersih maka mandilah dan sholatlah “( HR An Nasa‟i) .

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mustahadhah sebelum berwudhu:

  • Dia harus membersihkan kemaluannya

  • Meletakkan kapas di mulut vagina, dan hal ini tidak wajib apabila dia tidak membutuhkannya atau ditakutkan ada hal yang tidak diinginkan terjadi dan apabila dalam keadaan berpuasa.

  • Memakai pembalut

  • Apabila darah tetap merembes setelah mengenakan pembalut maka dima‟fu kecuali jika hal itu karena kecerobohannya.

  • Berwudhu‟ setelah masuknya waktu shalat, karena termasuk thaharah darurat

  • Berniat seperti orang yang daimu al hadats (terus menerus berhadats) yaitu bukan berniat mengangkat hadats karena pada dasarnya hadatsnya masih ada, namun berniat untuk diperbolehkan shalat, seperti lafazd niat di bawah ini :

    Saya niat melakukan wadhu‟ atau mandi supaya diperbolehkan melakukan shalat fardhu setelah berwudhu‟ bersegera melaksanakan sholat

  • Tidak boleh bagi mustahadhah tidak bersegera melaksanakan sholat wajib setelah berwudhu kecuali karena untuk kemaslahatan sholat seperti menutup aurat, menunggu jama‟ah, menjawab azdan, iqamah dan shalat sunah qabliyah , apabila mengakhirkannya Karena hal yang lain maka wajib baginya mengulangi beberapa hal seperti semula.

  • berwudhu‟ setiap mau melakukan shalat fardhu dan melakukan lima hal diatas menurut pendapat yang ashah.

Mustahadhah boleh melakukan shalat sunah yang dia kehendaki, tanpa harus memperbaharui wudhu‟nya jika tdak batal. Apabila setelah wudhu‟ atau pertengahan wudhu‟ atau di dalam shalat darahnya berhenti dan masa berhentinya cukup untuk melaksanakan wudhu‟ dan shalat maka wajib atasnya mengulangi wudhu dan shalatnya.1

Seorang suami boleh menyetubuhi istrinya yang mustahadhah , walaupun darahnya masih mengalir.

Beberapa wanita mengetahui dan memperhatikan siklus haidh perbulannya, sehingga dia mengetahui kapan dan berapa lama masa dia mengalami menstruasi, namun sebagian yang lain ada yang hanya mengingat kebiasaan berapa hari dia haid, akan tetapi lupa kapan waktunya, dan bahkan ada yang lupa kedua-duanya, dari fenomena tersebut ulama mengklasifikasikan mustahadhah menjadi tujuh golongan :

  1. Mubtadiah mumayyizah

  2. Mubtadiah ghairu mumayyizah

  3. Mu‟taadah mumayyizah

  4. Mu‟taadah ghairu mumayyizah zdaakirah li‟adaatihaa qadran wa waqtan

  5. Al mutahayyirah muthlaqah

  6. Mu‟tadaah ghairu mumayyizah zdaakirah li‟aadatiha waqtan duuna qadrin

  7. Mu‟taadah ghairu mumayyizah zdaakirah li‟aadatiha qadran duuna waqtin

Pertama: Mubtadiah mumayyizah

Mubtadiah adalah wanita yang baru pertama kali mengalami haid, dan mumayyizah adalah wanita yang bisa membedakan warna darah dan memenuhi syarat-syarat tamyiiz .

Adapun syarat-syarat tamyiiz ada empat yaitu :

  • Darah yang kuat tidak kurang dari minimal masa haidh

  • Darah yang kuat tidak lebih dari maksimal masa haidh

  • Darah yang lemah tidak kurang dari lima belas hari (jika darahnya bersambung) Syarat ketiga ini hanya dalam satu gambaran yaitu apabila seseorang mengeluarkan darah hitam selama sepuluh hari kemudian darah merah selama empat belas hari dan darah hitam selama tujuh belas hari, dalam masalah ini dia dianggap ghairu mumayyizah karena tidak memenuhi syarat ketiga, tapi jika darah yang hitam kedua tidak melebihi lima belas hari maka yang ketiga ini tidak disyaratkan, seperti mengeluarkan darah hitam selama tujuh hari kemudian darah merah selama tujuh hari dan hitam lagi selama tujuh hari.

  • Darah yang lemah terus menerus tidak disela-selai darah yang kuat

Hukum tamyiiz ini dipakai dalam menentukan darah haidh dari darah istihadhah , yang kuat adalah darah haid dan yang lemah adalah istihadhah , sebagaimana sabda Rasulullah saw kepada Fatimah binti Hubaisy yang bertanya kepada beliau “ apabila darahnya itu darah haidh maka sesungguhnya haidh itu adalah darah yang berwarna hitam, jika memang seperti itu maka kamu jangan melakukan shalat, tapi jika tidak maka wudhu‟lah dan shalatlah karena itu hanyalah „ irqun ‟.

Apabila salah satu dari hukum tamyiiz di atas tidak terpenuhi maka warna darah tidak menentukan mana yang haidh dan mana yang istihadhah , seperti seseorang mengeluarkan darah hitam sepuluh jam kemudian darah merah selama tujuh belas hari maka tidak memenuhi syarat yang pertama, jika mengeluarkan darah hitam selama enam belas hari kemudian merah sepuluh hari maka tidak memenuhi syarat kedua, jika dia mengeluarkan darah, jika mengeluarkan darah hitam selama tiga hari kemudian darah merah selama tiga belas hari kemudian darah hitam lagi selama enam belas hari maka tidak memenuhi syarat ke tiga, jika sehari hitam kemudian sehari berikutnya merah lalu hitam lagi dan begitu seterusnya maka tidak memenuhi syarat yang ke empat.

Contoh kasus :

Apabila seseorang mengeluarkan darah warna hitam selama dua hari kemudian darah warna merah selama sepuluh hari, maka sebelum darah melewati

lima belas hari dia masih dihukumi haidh , karena adanya kemungkinan darah akan terputus sebelum melewati lima belas hari, dan apabila darahnya melewati lima belas hari baru bisa diketahui kalau dia mustahadhah yang mumayyizah , maka haidh nya adalah yang berwarna hitam dan sisanya yang berwarna merah adalah suci ( istihadhah ), maka dia harus mandi besar setelah darah melewati lima belas hari lalu sholat dan berpuasa, dan wajib juga atasnya menqadha beberapa shalat yang dia tinggalkan pada hari-hari yang mengeluarkan darah merah.

Jika hal yang demikian sudah menjadi kebiasaan maka di bulan setelahnya, kapan darah yang kuat berubah menjadi lemah dia harus bersusuci, tidak harus menunggu darah keluar melewati lima belas hari, dan boleh juga suaminya mengumpulinya, karena mengikuti kebiasaan bulan-bulan sebelumnya bahwasanya dia mustahadhah .

Referensi :
Abu Zakariya Yahya An Nawawi, Minhaju at Tholibin wa „Umdatu al Muftiin , (Dar al Fikr: Bairut, 2010)

3 Likes

Secara Etimologi, Istihadhah berhenti mengalir, sedangkan menurut terminology syara’ Istihadhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena adanya suatu penyakit, di luar masa haidnifas, salah satu cirinya adalah Istihadhah tidak berbau nyinyir.

Kondisi wanita yang Istihadhah

  • Istihadhah terjadi dalam rentang masa haid telah di ketahui secara jelas sebelum terjadinya Istihadhah.
  • Darah terus keluar sementara si wanita tidak memiliki siklus haid yang rutin.
  • Ia tidak memiliki siklus haid yang rutin (tidak keluar) akan tetapi ia mampu membedakan antara darah haid dengan lainnya.

Hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita Istihadhah

Ada beberap hukum yang berlaku bagi wanita yang Istihadhah, yaitu sebagai berikut .

  • Wajib mandi begitu darah haidnya mampet. Dan setelah itu ia tidak wajib mandi lagi.
  • Setiap kali hendak melakukan shalat ia harus wudlu.
  • Sebelum wudlu ia harus membasuh sebagian tubuh yang mengeluarkan darah, dan memebersihkannya dengan alat pembersih seperti kapas atau kain atau tisu dan lain sebagainya untuk mengurangi najis. Hal ini di tekankan demi menjaga kebersihan, karena ia boleh melakukan shalat ketika masih mengeluarkan darah.