Apa yang Anda ketahui tentang Ibadah Umroh?

UMROH

Banyak yang mengatakan bahwa umroh adalah “haji kecil”.

Apa yang Anda ketahui tentang ibadah Umroh ?

Umroh secara bahasa berasal dari kata i’timar yang berarti "ziarah‟ atau "berkunjung‟. Umroh disini adalah menziarahi ka’bah, thawaf di sekelilingnya, sa’i antara shafa dan marwah, serta bercukur atau bergunting rambut, atau dengan kata lain datang ke Baitullah untuk melaksanakan umroh dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Dengan demikian, dalam definisi ibadah umroh ada empat unsur penting, yaitu berpergian, Baitullah, syarat umroh, dan rukun umroh (serangkaian ibadah umroh).

Hukum Umroh


Kalangan ahli fiqh menyepakati legalitas umroh dari segi syara’ dan ia wajib bagi orang yang disyariatkan untuk menyempurnakannya. Namun mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya dari segi wajib dan tidaknya ke dalam dua arus pendapat berikut.

  • Hukumnya Wajib
    Terutama bagi orang-orang yang diwajibkan haji. Pendapat ini dianut oleh Imam Asy-Syafi’i menurut versi yang paling sahih diantara kedua pendapatnya, Imam Ahmad menurut versi lain, Ibnu Hazm, sebagian ulama mazhab Maliki, kalangan mazhab Imamiyyah, Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri. Pendapat ini juga merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan lainnya, dan mereka bersepakat bahwa pelaksanannya hanya sekali seumur hidup sebagaimana halnya Haji.

    Hukum umrah adalah wajib sebagaimana juga hukum haji, karena perintah untuk melakukan umrah itu selalu dirangkaikan Allah dengan perintah melaksanakan haji, umpamanya pada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 196 dan 158.

  • Hukumnya Sunnah Mu’akkadah
    Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad menurut salah satu versi pendapat, juga Abu Tsaur dan kalangan mazhab Zaidiyah. Pendapat mereka didasarkan atas sabda Nabi SAW tatkala ditanya tentang umrah, apakah ia wajib atau tidak? Beliau menjawab,” Tidak. Akan tetapi, jika kalian umrah, maka itu lebih baik,”

    Alasan lain, umrah adalah nask (ibadah) yang pelaksanaannya tidak ditentukan waktu, maka ia pun tidak wajib sebagaimana halnya thawaf mujarrad. Pendapat kedua ini lebih kuat. Penulis kitab Fat-hul Allam berkata “Mengenai masalah ini ada beberapa hadits yang tidak dapat dipakai sebagai alasan.” Diriwayatkan pula oleh Tirmidzi dari Syafi’i bahwa ia pernah mengatakan “Tidak ada keterangan yang sahih mengenai umroh. Maka hukumnya adalah sunnah.”

Syarat Umroh


Secara umum, syarat-syarat haji dan umrah adalah sama, yaitu:

  • Islam
    Orang non-muslim tidak sah dalam melaksanakan haji atau umrah. Jika dia berkunjung ke tanah suci bahkan mengikuti ibadah haji atau umrah seperti thawaf dan sa’i maka perjalanan haji atau umrahnya hanya sebatas melancong saja.

  • Baligh
    Anak kecil tiak diwajibkan berhaji atau pun umroh, baik yang sudah mumayyiz maupun yang belum. Kalau sudah mumayyiz ia naik haji atau umroh maka sah, tetapi pelaksanaan haji atau pun umroh yang sebelum mumayyiz itu merupakan sunnah dan kewajiban melaksanakan haji atau pun umroh tidak gugur. Setelah baligh dan bisa atau mampu, ia wajib melaksanakan haji atau pun umroh lagi, menurut kesepakatan ulama mazhab.

  • Berakal sehat
    Orang gila sebenarnya tidak mempunyai beban atau bukan seorang mukallaf. Kalau dia naik haji atau umroh dan dapat melaksanakan kewaiban yang dilakukan oleh orang yang berakal, maka haji atau umrohnya itu tidak diberi pahala dari kewajiban ittu, sekalipun pada waktu itu akal sehatnya sedang datang kepadanya.

    Tetapi kalau gilanya itu musiman dan bisa sadar (sembuh) sekitar pelaksanaan haji atau umroh, sampai melaksanakan kewajiban dan syarat-syaratnya dengan sempurna, maka dia wajib melaksanakannya. Tapi kalau diperkirakan waktu sadarnya itu tidak cukup untuk melaksanakan semua kegiatan-kegiatan haji atau umroh, maka kewajiban itu gugur.

  • Merdeka
    Maksud dari merdeka ini adalah tidak berstatus sebagai budak (hamba sahaya di masa Rasulullah Saw yang di masa modern ini hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka juga bisa diartikan bebas dari tanggungan hutang dan tanggungan nafkah keluarga yang ditinggalkan.

  • Istitha’ah (mampu)
    Secara sepakat para ulama mazhab menetapkan bisa atau mampu itu merupakan syarat kewajiban haji atau pun umroh, berdasarkan firman Alloh SWT dari surat Ali Imron ayat 97 yang berbunyi:

    Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (Q.S. Ali Imron 97)

Rukun Umroh


Rukun dalam ibadah umroh dibagi menjadi empat bagian yang mana tidak sah suatu ibadah umroh jika tidak mengerjakan rukun-rukun tersebut, rukun umroh antara lain :

  • Ihram
    Bagi orang yang hendak beribadah umrah, maka ia wajib melakukan ihram krena hal tersebut bagian dari rukun umrah Dalam ihram ada tiga hal yang wajib dilakukan yaitu:

    1. Niat.
      Tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan sadar tanpa adanya niat. Niat sebagai motivasi dari perbuatan, dan niat merupakan hakikat dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain jika berihram dalam keadaan lupa atau main-main tanpa niat maka ihramnya batal.

    2. Talbiyah.
      Lafadz talbiyah adalah: “labbaikallahumma labbaika, la syarika laka labbaika, innal hamda wan ni`mata laka wal mulka la syarika laka”. Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram, dimulai dari waktu ihram dan disunnahkan untuk membaca terus sampai melempar jumrah aqobah.

    3. Memakai pakaian ihram.
      Para ulama madzhab sepakat bahwa lelaki yang ihram tidak boleh memakai pakaian yang terjahit, dan tidak pula kain sarung, juga tidak boleh memakai baju dan celana, dan tidak boleh pula yang menutupi kepala dan wajahnya.

      Kalau perempuan harus memakai penutup kepalanya, dan membuka wajahnya kecuali kalau takut dilihat lelaki dengan ragu-ragu. Perempuan tidak boleh memakai sarung tangan, tetapi boleh memakai sutera dan sepatu.

      Hal-hal yang disunnahkan pada waktu hendak ihram:

      • Membersihkan badan.
      • Memotong kuku.
      • Mencukur.
      • Melakukan shalat ihram.
      • Melebatkan rambut.
      • Memakai wangi-wangian.

      Hal-hal yang dilarang dalam ihram.

      • Kawin, berbuat kefasikan dan bertengkar.
      • Bersetubuh, berbekam.
      • Memakai wangi-wangian, memakai pakaian yang terjahit dan memakai cincin.
      • Bercelak.
      • Memotong kuku.
      • Memotong rambut.
      • Menebang pohon, membunuh hewan.
      • Melihat dirinya di dalam cermin.
      • Memakai pacar, memakai payung, dan penutup kepala
  • Tawaf
    Tawaf merupakan salah satu dari rukun umrah yang wajib di laksanakan, adapun mengenai pembagiannya, ulama membagi menjadi tiga bagian, yaitu:

    1. Tawaf qudum.
      Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang yang jauh(bukan orang mekkah dan sekitarnya) ketika memasuki mekkah.tawaf ini menyerupai sholat dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini hukumnya sunnah, dan yang meninggalkannya tidak dikenakan apa-apa.

    2. Tawaf ziarah.
      Tawaf ini juga dinamakan tawaf ifadhah. Tawaf ini dilakukan oleh orang yang haji(bukan orang yang umrah)setelah melaksanakan manasik di mina, dinamakan tawaf ziarah karena meninggalkan mina dan menziarahi baitullah. Tapi juga dinamakan tawaf ifadhah karena ia telah kembali dari mina ke mekkah.

    3. Tawaf wada
      Tawaf ini merupakan perbuatan yang terakhir yang dilakukan oleh orang yang haji ketika hendak melakukan perjalanan meninggalkan mekkah.

  • Sa’i
    Ulama` sepakat bahwa sa’i dilakukan setelah tawaf. Orang yang melakukan sa’i sebelum towaf maka ia harus mengulangi lagi (ia harus bertawaf kemudian melakukan sa’i.

    Terdapat hal-hal yang disunnahkan bagi orang yang sedang melakukan sa’i diantaranya :

    1. Disunnahkan menaiki bukit shafa dan marwah serta berdo’a diatas kedua bukit tersebut sekehendak hatinya, baik masalah agama maupun dalam masalah dunia sambil menghadap ke baitullah.
    2. Melambaikan tangan ke hajar aswad.
    3. Minum air zam-zam.
    4. Menuangkan sebagian air ke tubuh.
    5. Keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan hajar aswad.
    6. Naik ke bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti lama di shafa, dan bertakbir kepada Allah sebanyak tujuh kali.

    Barang siapa yang tidak mampu melakukan sa’i walau dengan mengendarai kendaraan, maka hendaklah meminta orang untuk mewakilinya, dan hajinya tetap sah. Boleh menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang ketika pergi dan pulang (kembali).

    Orang yang menambah lebih tujuh kali dengan sengaja, maka sa’i-nya dianggap batal, tetapi tidak batal kalau lupa. Apabila ragu-ragu dalam jumlah maka sa’inya tetap dianggap sah, dan tidak diwajibkan sesuatu apa-apa baginya.

    Kalau ia ragu apakah ia memulai dari shafa, yang berarti sa’i-nya sah, atau mulai dari yang lain yang menjadikan sa’i-nya batal, maka hal ini perlu diperhatikan: kalau orang yang ragu tersebut dalam hal jumlah dan bilangan, tidak mengetahui berapa kali ia melakukannya maka-sa’inya batal. Tapi kalau ia benar-benar mengetahui berapa kali ia telah berjalan dan hanya ragu darimana ia memulai, maka kalau jumlah yang dilakukannya itu genap apakah dua kali, empat kali, atau enam kali dan ia sedang berada di shafa atau sedang menghadap ke shafa, maka sa’i-nya sah karena ia mengetahui bahwa ia telah memulai dari shafa.

  • Tahallul
    Menurut pendapat imamiyah kalau orang yang melakukan umroh tamattu telah selesai bersa’i, ia harus menggunting rambutnya, namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah memotongnya, maka apa yang diharamkan baginya telah menjadi halal. Tapi kalau telah mencukurnya, maka ia harus membayar kifarah berupa seekor kambing. Tapi kalau berumroh mufrodah, maka ia boleh memilih antara menggunting atau mencukur, baik ia mengeluarkan kurban atau tidak.

    Tetapi kalau meninggalkan menggunting rambut itu dengan sengaja sedangkan ia bertujuan untuk melakukan haji tamattu dan berihranm sebelum menggunting rambut, maka umrahnya batal. Ia wajib melakukan haji ifrad. Maksudnya melakukan amalan-amalan haji, kemudian melakukan umrah mufradah setelah amalan-amalan haji itu. Dan lebih utama adalah mengulangi haji lagi pada tahun yang akan datang.

Referensi
  • Nurcholis Madjid, Perjalanan Religius Umrah dan Haji, (Jakarta : Paramadina, 1997)
  • Sayyid Sabiq Juz 1, Fiqh al-Sunnah, (Beirut : Dar al-Fikr, 2008),
  • M. Abdurachman Rachimi, Segala Hal Tentang Haji dan Umroh, (Jakarta : Erlangga, 2012)
  • Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie Press, 1994)
  • Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2010)