Apa yang Anda ketahui tentang Dismenore?

Apa yang Anda ketahui tentang Dismenore?

Dismenore adalah ketidak seimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan rasa nyeri perut yang disebabkan oleh kejang otot uterus, biasanya dalam bersamaan nyeri yang timbul dapat dijumpai adanya rasa pusing, mual, muntah, bahkan bisa terjadi diare (Mitayani, 2011). Nyeri haid merupakan suatu keluhan ginekologi yang paling umum pada perempuan (Anurogo & Wulandari, 2011).

Jenis – jenis Dismenore

Dismenore dibagi menjadi dua yaitu(Potter & Perry, 2005).

  1. Dismenore Primer adalah menstruasi yang disertai nyeri tanpa patologi pelvis yang dapat diidentivikasi, dan dapat terjadi pada waktu menarche atau sesudah menarche. Dismenore biasanya ditandai dengan nyeri keram yang dimulai sebelum dan sesudah awal aliran menstsuasi berlanjut selama 48 sampai 72 jam. Dismenore akibat terjadinya dari pembentukan prostaglandin yang berlebihan sehingga mengakibatkan uterus berkontraksi berlebih dan juga mengakibatkan vasospasme anteriolar.

  2. Dismenore sekunder adalah menstruasi yang di sertai nyeri selama beberapa hari sebelum awal aliran menstruasi, pada ovulasi dan beberapa penyakit yang mendasari seperti tumor, endometriosis.

Etiologi Dismenore

Penyebab Dismenore secara umum, nyeri haid muncul akibat kontraksi distritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, dari nyeri yang ringan sampai nyeri yang berat diberut bagian bawah, bokong, dan nyeri dibagian sisi paha.

  • Penyebab nyeri dismenore primer :
  1. Faktor endokrin. Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus.
  2. Kelainan organik, seperti hipoflasia uterus (perkembangan rahim yang tak lengkap), obstruksi kanalis servikalis (sumbatan saluran jalan lahir), retrofleksia uterus (kelainan letak – arah anatomis rahim), tumor jinak yang terdiri dari jaringan otot, polip endometrium.
  3. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis, seperti rasa bersalah, takut hamil, ketakutan seksual, imaturitas (belum mencapai kematangan).
  4. Faktor alergi. Penyebab alergi adalah toksi haid.
  5. Faktor konstitusi, seperti anemia dan penyakit menahun juga dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea.
  • Penyebab dismenore sekunder : Adenomyosis (adanya endometrium selain dirahim), Uterine polyps (tumor jinak dirahim), Intrauterine contraceptive devies (alat kontrasepsi dalam rahim), Uterine myoma (tumor jinak rahim yang terdiri dari jaringan otot), Edhesions (pelekatan), Ovarian cysts (kista ovarium), Ovarian torsion (sel telur terpuntir atau terpelintir), Penyakit radang panggul kronis, Tumor ovarium, polip endometrium, Uterine leimyoma (tumor jinak otot rahim), Mittelschmerz (nyeri saat pertengahan siklus ovulasi).

Patofisiologi Dismenore

Selama fase luteal dan menstruasi, prostaglandin F2 alfa (PGF2α), disekresi. Pelepasan PGF2α yang berlebihan meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus, sehingga mengakibatkan iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifat siklik. Respon siskemik terhadap PGF2α meliputi nyeri punggung, kelemahan, pengeluarankeringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, dan diare) dan gejala sistem syaraf pusat meliputi pusing, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk (Bobak, 2004).

Dysmenorrhea berasal dari bahasa Yunani-dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno berarti bulan, dan rrhea berarti aliran. Dysmenorrhea atau dismenorea dalam bahasa Indonesia berarti nyeri pada saat mentruasi. Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat mentruasi. Namun, istilah dismenorea hanya dipakai bila nyeri begitu hebat sehingga menggangu aktifitas dan memerlukan obat-obatan. Uterus atau rahhim terdiri atas otot yang juga berkontraksi dan relaxasi. Pada umumnya, kontraksi otot uterus tidak dirasakan, namun kontraksi yang hebat dan sering menyebabkan aliran darah ke uterus terganggu sehingga timbul nyeri. Dismenorea terbagi menjadi dua jenis yaitu dismenorea primer dan dimenorea sekunder (Sukarni & Wahyu, 2013).

Disminorea adalah nyeri mentruasi (haid) yang terjadi saat terjadinya haid. Keluhan disminorea harus selalu dianggap serius dan harus dilakukan upaya untuk mengurangi insidennya. Usia normal bagi seorang wanita mendapatkan menstruasi untuk pertama kalinya pada usia 12 atau 13 tahun. Tetapi ada juga yang mengalaminya lebih awal, yaitu pada usia 8 tahun atau lebih lambat yaitu usia 18 tahun (Sukarni &Wahyu).

Dismenorea adalah rasa sakit yang tidak tertahankan pada saat menstruasi, sakit menusuk, nyeri hebat di sekiter perut bagian bawah menyebar ke paha dan kaki (Priyatna, 2009). Dismenorea atau nyeri haid merupakan suatu gejala bukan penyakit. Istilah disminorea biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat. Dalam kondisi ini, penderita harus mengobati nyeri tersebut dengan analgesik dan memeriksakan diri ke dokter dan mendapatkan penanganan, perawatan atau pengobatan yang tepat. Disminorea berat adalah nyeri haid yang disertai mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala, dan kadang-kadang pingsan. Jika sudah demikian ,penderita tidak boleh menganggap remeh dan harus segera memeriksakan diri ke dokter. Penangannya pun akan di lakukan secara menyeluruh dan memeriksa kondisi kesehatan dan latar belakang, serta riwanyat penyakit dalam keluarga. Bisa jadi, kondisi nyeri tersebut dipicu oleh penyakit lain (Anurogo & wulandari, 2011).

Klasifikasi Dismenorea

Secara klinis, disminore dibagi menjadi dua yaitu :

1. Dismenorea primer

Definisi Dismenorea Primer

Disminorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat- alat genital yang nyata. Disminorea primer biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah 2 bulan haid pertama, segera setelah siklus ovulasi teratur ditentetukan (Anurogo & Wulandari, 2011).

Dismenore a primer adalah adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata.sifat kas nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dam sebagainya (Sukarni &Wahyu: 40). Biasanya dismenorea primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama dan bertambah berat setelah beberapa tahun sampai usia 23-27 tahun, lalu mulai mereda. Frekuensinya menurun sesuai pertambahan usia dan biasanya berhenti setelah melahirkan (Sukarni

&Wahyu: 42).

Patofisiologi Dismenorea Primer

Dismenorea primer adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa mentruasi dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini disebabkan oleh korpus luteum yang akan mengalami regresi apabila tidak terjadi kehamilan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan mengakibatkan labilisasi membram lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fospolipase A2. Fasfolipasae A2 akan menghidrolisis senyawa fasfolipid yang ada di membran sel endrometrium dan menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat dan menghasilkan prostaglandin PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dismenorea primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE2 dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang merangsang miometrium. Akibatnya terjadi peningkatan kontraksi dan disritmi uterus, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi, selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung saraf aferen nerfus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia (Anurogo & wulandari, 2011).

Mekanisme Dismenorea Primer

Menurut Karmi (2013) mekanisme dismenorea primer disebabkan karena adanya prostaglandin F2a yang merupakan stimulan miometrium poten dan vasokonstriktor pada endometrium . Kadar prostoglandin yang meningkat selalu ditemui pada wanita yang mengalami dismenorea dan tentu saja berkaitan erat dengan derajat nyeri yang ditimbulkan. Peningkatan kadar ini dapat mencapai 3 kali dimulai dari fase proliferatif hingga fase luteal , dan makin bertambah ketika menstruasi. Peningkatan kadar prostaglandin inilah yang meningkatkan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan. Adapun hormon yang dihasilkan pituitari posterior yaitu vasopresin yang terlihat dalam penurunan aliran menstruasi dan terjadi dismenorea primer.

Penyebab terjadinya dismenorea primer adalah rasa nyeri di perut bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai mual, muntah, diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur hilang setelah darah haid keluar (Sukarni &Wahyu, 2013).

Faktor lain yang bisa memperburuk dismenorea adalah kurang berolahraga, stres psikis atau stres sosial. Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan dismenorea primer. Hal ini terjadi diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan regangan pada waktu rahim membeser dalam kehamilan, ujung-ujungnya syaraf di rongga panggul dan sekiternya menjadadi rusak ( Anurogo & Wulandari, 2011)

Faktor yang Mempengaruhi Dismenorea primer

  1. Prostaglandin

    Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukan bahwa peningkatan kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya dismenorea . Atas dasar itu disimpulkan bahwa (PG) yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium. Jika (PG) dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenorea timbul pula pengaruh umum lainya seperti diare, mual, muntah (Sukarni &Wahyu, 2013:49).

  2. Hormon streroid seks

    Dismenorea primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Artinya, dismenorea hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh progesteron . Sedangkan sintesis PG berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan terbentuknya PGF-alfa dalam jumlah yang banyak. Estradiol lebih tinggi pada wanita yang menderita dismenorea dibandingkan wanita normal (Sukarni &Wahyu, 2013).

  3. Sistem saraf (neurologik)

    Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari sistim saraf simpatis dan parasimpatis . Dismenorea ditimbulkan oleh ketidak seimbangan pengendalian sistem saraf otonom terhadap mio-metrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri interneum menjadi hipertonik (Sukarni &Wahyu, 2013).

  4. Vasopresin

    Wanita dengan dismenorea primer teryata memiliki kadar vasopresin yang sangat tinggi, dan berbeda bermakna dari wanita tanpa dismenorea. Ini merupakan bahwa vasopressin dapat merupakan faktor etiologi yang penting pada dismenorea primer (Sukarni &Wahyu, 2013).

  5. Psikis

    Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya talamus dan korteks. Derajar penderita yang dialami akibat rangsang nyeri tergantung pada latar belakang pendiidkan penderita. Pada dismenorea faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh, nyeri dapat dibangkitkan dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan dismenorea hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan (Sukarni &Wahyu, 2013:50).

Derajat Dismenorea Primer

Setiap mentruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal mentruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda dismenorea secara siklik dibagi menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu :

  1. Dismenorea ringan

    Dismenorea yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari ( Anurogo & Wulandari, 2011).

  2. Dismenorea sedang

    Dismenorea ini membuat klien memerlukan obat penghilang rasa nyeri dan kondisi penderita masih dapat beraktifitas ( Anurogo & Wulandari, 2011).

  3. Dismenorea berat

    Dismenorea berat memebuat klien memerlukan istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, migren, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut ( Anurogo & Wulandari, 2011).

Tanda dan Gelaja Dismenorea Primer

Gejala umum dismenore a primer adalah nyeri yang terkonsentrasi pada abdomen bawah, region umbilical atau region suprapubic dari abdomen. Dismenorea primer juga sering dirasakan pada abdomen kiri atau kanan. Nyeri ini dapat menjalar ke paha atau punggung bawah. Gejala lain yang menyertai berupa mual dan muntah, diare, sakit kepala, pusing (Sukarni &Wahyu) dan pada kasus berat nyeri menstruasi dapat menyebabkan seseorang pingsan (Anurogo & Wulandari, 2011).

Menurut karakteristik dan faktor yang berkaitan dengan dismenorea , dismenrea primer umumnya dimulai 1-3 tahun setelah mentruasi. Umumnya dismenorea primer terjadi pada wanita nulipara (belum pernah melahirkan), dismenorea primer kerap menurun secara signifikan setelah kelahiran anak (Morgan dan Hamilton, 2009).

Pencegahan Dismenorea Primer

Menurut Anurogo & Wulandari (2011) langkah- langkah yang dilakukan untuk mencegah dismenore (nyeri haid), yaitu

  • hindari stress, sebisa mungkin hidup tenang dan bahagia;

  • memlih pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang memadai, memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna;

  • saat menjelang haid, sebisa mungkin menghindari makanan yang cenderung asam dan pedas;

  • istirahat yang cukup;

  • tidur yang cukup, sesusai standar keperluan masing masing 6-8 jam sehari sesuai dengan kebiasaan;

  • rajin minum susu dengan kalsium tinggi; g) lakukan olahraga secara teratur setidaknya 30 menit tiap hari;

  • lakukan peregangan antinyeri haid setidaknya 5-7 hari sebelum haid;

  • menjelang haid, cobalah merendam dengan menggunakan air hangat yang diberi garam mandi dan beberapa tetes minyak esensial bunga lavender atau sesuai selera masing-masing;

  • usahakan tidak mengkonsumsi obat anti nyeri;

  • Selama masa nyeri jangan melakukan olahraga berat atau bekerja berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan;

  • hindari mengomsumsi alkohol, rokok, kopi, maupun cokelat, karena akan memicu bertambahnya kadar estrogen;

  • jangan makan segala sesuatu yang dingin secara berlebihan;

  • perbanyak konsumsi buah-buahan dan sayur makanan berkadar lemak rendah, konsumsi vitamin E, vitamin B6, dan minyak ikan untuk mengurangi peradangan;

  • suhu panas merupakan ramuan tua yang perlu dicoba, seperti menggunakan bantal pemanas, kompres handuk atau botol berisi air panas di perut dan punggung bawah serta minum minuman yang hangat;

  • terapi alternative;

  • pijatan dengan aroma terapi juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman;

  • mendengarkan musik, mambaca buku atau menonton tv juga bisa dapat membantu mengurangi rasa sakit.

Menejemen Dismenorea Primer

Menurut Kusmira (2011) beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dismenorea, yaitu

  • kompres dengan botol panas (hangat) pada bagian yang terasa keram (bisa di perut atau pinggang bagian belakang);

  • mandi air hangat, boleh juga menggunakan aroma terapi menenangkan diri;

  • mengonsumsi minuman hangat yang mengandung kalsium tinggi;

  • menggosok-gosok perut atau pinggang yang sakit, ambil posisi menungging sehingga rahim tergantung ke bawah. Hal tersebut dalam membantu relaksasi;

  • obat-obtan yang digunakan harus berdasarkan pengawasan dokter. Boleh minum analgesik (penghilang rasa sakit) yang banyak dijual di toko obat, tetapi dosisnya tidak lebih dari tiga kali sehari.

Menurut Anurogo & Wulandari (2011) salah satu terapi non farmakologi untuk meringankan gelaja dismenorea , yaitu

  • pengobatan dengan herbal seperti mengkonsumsi kunyit asam pagi dan sore hari;

  • penggunaan suplemen minyak ikan, vitamin E;

  • relaksasi, penting untuk memberikan kesempatan bagi tubuh memproduksi hormone yang penting untuk mendapatkan haid tanpa rasa nyeri;

  • akulpuntur, sebagian besar penanganan akulpuntur yang ada di indonesia untuk menangani dismenorea digabungkan dengan pengobatan medis; e) hipnotrapi sangat efektif untuk mengatasi nyeri haid, salah satunya adalah mengubah pola pikit dari negatif ke positif.

2. Dismenorea Sekunder

Definisi Dismenorea Sekunder

Dismenorea sekunder dapat terjadi kapan saja setalah haid pertama, tetapi yang paling sering muncul di usia 20-30 tahunan, setelah tahun-tahun normal dengan siklus nyeri (Anugroho dan Wulandari, 2011). Rasa sakit juga dapat disebabkan oleh peradangan pada panggul, struktur panggul yang tidak normal, pelekatan jaringan di dalam panggul, endrometriosis, tumor, polip, kista ovarium dan penggunaan alat IUD, jenis ini dinamakan disminore sekunder (Pribakti B, 2010). Dismenorea sekunder mirip dengan primer, tetapi akibatnya lebih parah dan biasanya lebih lama dari pada disminorea primer (Nurchasanah, 2014).

Dismenorea sekunder lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenorea. Dismenorea sekunder adalah nyeri saat mentruasi yang disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kandungan. Pada umumnya terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Tipe nyeri dapat menyerupai nyeri menstruasi dismenorea primer, namun lama nyeri dirasakan melebihi periode mentruasi dan dapat pula terjadi bukan pada saat mentruasi. Definisi sekunder sebagai nyeri yang muncul saat mentruasi namun disebabkan oleh adanya penyakit lain. Penyakit lain yang sering menyebabkan dismenorea sekunder antara lain endometriosis, fibroid uterin, adenomyosis uterin, dan inflamsi pelvis kronis (Sukarni &Wahyu, 2013).

Etiologi Dismenorea Sekunder

Dismenorea sekunder disebabkan oleh kondisi iatrogenik dan patologis yang beraksi di uterus, tuba falopi , ovarium, atau pelvis peritoneum . Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Prosos ini berkombinasi dengan fisiologi normal dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi pada saat menstruasi , proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Dari referensi lain juga sama ditemukan, penyebab paling umum dari dismenorea sekunder adalah endometriosis . Penyebab lainya termasuk leiomyoma, adenomiosis, kista ovarium , dan kemacetan panggul. Kehadiran IUD tembaga juga dapat menyebabkan dismenorea. Dan juga pada pasien dengan adenomiosis (Sukarni &Wahyu, 2013).

Beberapa penyebab dismenorea sekunder menurut Anugoro & Wulandari (2011) antara lain yaitu,

  1. intrauterine contraceptive devices (alat kontrasepsi dalam rahim);

  2. adenomyosis (adanya endometrium selaim di rahim);

  3. Uterine myoma (tumor jinak rahim yang terdiri dari jaringan otot), terutama mioma submukosum (bentuk mioma uteri);

  4. uterine polyps (tumor jinak di rahim);

  5. adhesions (pelekatan);

  6. Stenosis atau striktur serviks, striktur kanalis servikalis, verikosis pelvic, dan adanya AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim);

  7. Ovarian cysts (kista ovarium);

  8. Ovarian torsion (sel telur terpelintir);

  9. Pelvic congestion syndrome (gangguan atau sumbatan di panggul);

  10. Uterine leiomyoma (tumor jinak otot rahim);

  11. Mittelschmerz (nyeri saat pertengahan siklus ovulasi);

  12. Psychogenic pain (nyeri psikogenik);

  13. Endometrium pelvis (jaringan endometrium yang berada dipanggul);

  14. Penyakit radang panggul kronis;

  15. Tumor ovarium, polip endometrium;

  16. Kelainan letak uterus seperti retrofleksi, hiperantefleksi , dan *retrofeksi terfiksasi;

  17. Faktor psikis, seperti takut tidak punya anak, konfik dengan pasangan, gangguan libido;

  18. Allen- Masters syndrome (kerusakan lapisan otot di panggul sehingga pergerakan serviks meningkat abnormal). Sindrom ini ditandai dengan : nyeri perut bagian bawah yang akut, nyeri saat bersenggama, kelelahan yang sangat, nyeri panggul secara umum, dan nyeri punggung.

Tanda dan Gejala Dismenorea Sekunder

Tanda dan gelaja pada dismenorea sekunder dan nyeri pelvis dapat beragam dan banyak. Umumnya gelaja tersebut sesuai dengan penyebabnya. Keluhan yang bisa muncul adalah gejala pada gastrointestinal , kesulitan berkemih, dan masalah pada panggul. Keluhan menstruasi berat yang disertai nyeri menandakan adanya perubahan kondisi uterus seperti adenomyosis, myomas , atau polip. Demam,menggigil, dan malaise menandakan adanya proses inflamsi (Sukarni &Wahyu, 2013).

Mekanisme dismenorea sekunder

Dismenorea sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kandungan. Pada umumnya terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Tipe nyeri dapat menyerupai nyeri mestruasi dan dapat pula terjadi bukan pada saat menstruasi. Dismnorea sekunder sebagai nyeri yang muncul saat mentruasi namun disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti endometriosis, filbroid uteris, adenomyosis uterin, dan inflamasi pelvis kronis. Dismenorea sekunder disebabkan oleh kondisi iatrogenik dan patologis yang beraksi di uterus, tuba falopi, ovarium, atau pelvis peritoneum. Secara umum nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi peritonium pelvis. Ketika gejala ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri (Sukarmi & Wahyu, 2013).