Apa yang Anda Ketahui Tentang Defisiensi Vitamin C?

Menurut Pauling (1970) dalam Nurani (2011), menyebutkan bahwa asupan vitamin C dosis tinggi sangat berguna meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah berbagai penyakit.Di beberapa negara, dosis yang dianjurkan berkisar dari 60-90 miligram vitamin C perhari. Tapi, dari penghitungan Pauling, rata-rata setiap orang membutuhkan 1.000 miligram atau lebih setiap harinya Seorang individu disarankan untuk mengonsumsi vitamin C sesuai dengan kadar minimum per hari.

Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi penyakit kekurangan vitamin C. Bermacam penyakit dapat timbul akibat kurang memperhatikan vitamin C. Istilah untuk penyakit kekurangan vitamin C disebut penyakit defisiensi vitamin C. Jumlah vitamin C sebesar itu seharusnya bisa terpenuhi melalui pola makan yang baik

Defisiensi Vitamin C

Vitamin C (asam askorbat) adalah suatu senyawa beratom karbon 6 yang dapat larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari glukosa dalam hati dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Manusia tidak memiliki enzim gulonolaktone oksidase, yang sangat penting untuk sintesis dari prekursor vitamin C, yaitu 2-keto-1-gulonolakton, sehingga manusia tidak dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya sendiri.

Di dalam tubuh, vitamin C terdapat di dalam darah (khususnya leukosit), korteks anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran pencernaan melalui mekanisme transport aktif (Sherwood, 2010). Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak terlalu menunjukkan efek samping yang jelas. Tetapi pada keadaan defisiensi, pemberian vitamin C akan menghilangkan gejala penyakit dengan cepat. Efek samping penggunaan vitamin C sebelum makan adalah rasa nyeri pada epigastrium.

Defisiensi vitamin C adalah suatu keadaan dimana kadar vitamin C dalam darah seseorang berkurang dari kadar normalnya. Nilai normal untuk vitamin C dalam darah: untuk dewasa : 0,6-2 mg/dL dalam plasma dan 0,2-2 mg/dL dalam serum, anak : 0,6-1,6 mg/dL dalam plasma.

Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila dikonsumsi mencapai 100 mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300 mg. Konsumsi vitamin C melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin (Almatsier, 2001).

MACAM PENYAKIT DEFISIENSI VITAMIN C


  • Skorbut Skorbut (scurvy) adalah penyakit yang ditandai dengan kegagalan dari pembentukan osteoblastik, dengan hasil berkurangnya tulang (osteoporosis), dan menyebabkan perdarahan superiosteal dan submukosa. Penyakit ini disebabkan kekurangan vitamin C (asam askorbat) dan menyebabkan kekurangan sintesis kolagen, yang ditemukan pada anak usia antara 6 bulan dan 1 tahun (Salter,1999).

    Scurvy ini jarang di Amerika Serikat. Pada pasien yang lebih tua terjadi jika penderita menggunakan alkohol dan tidak mengkonsumsi buah dan sayuran. Pada bayi dan anak disebabkan oleh ketidakmampuan, ekonomi atau alasan sosial. Di Indonesia jarang ditemukan penderita defisiensi vitamin C atau infantile scurvy. Biasanya terdapat pada anak yang mendapat makanan buatan tanpa sayur dan buah-buahan.

    Hipovitaminosis C atau penyakit skorbut dapat timbul apabila bayi selama 6-12 bulan tidak mendapat vitamin C yang cukup. Gambaran klinis menunjukkan bayi sakit berat, malaise dengan kecenderungan perdarahan di mukosa mulut, gusi dan subperiosteal. Pada foto rontgen terdapat pelebaran garis epifisis dengan korteks yang tipis pada daerah pertumbuhan yang cepat seperti di lutut, pergelangan tangan, dan sisi proksimal humerus (Sjamsulhidajat, 2004).

    Kematian yang berkaitan dengan gagal jantung dilaporkan pada janin dan anak-anak dengan scurvy. Selama defisiensi vitamin C, pembentukkan kolagen dan kondroitin sulfat terganggu. Kecenderungan perdarahan, dentin gigi tidak sempurna dan elonggaran gigi disebabkan oleh kekurangan kolagen. Karena osteoblast tidak lagi membentuk bahan interseluler normal (osteoid), pembentukan tulang enkhondral berhenti. Trabekula tulang yang telah terbentuk menjadi rapuh dan mudah patah. Periosteum menjadi longgar, dan perdarahan subperiosteal terjadi, terutama pada ujung-ujung femur dan tibia. Pada skorbut berat dapat ada degenerasi otot skelet, hipertrofi jantung, depresi sumsum tulang dan atrofi adrenal.

    Penurunan pembentukan osteoblastik matriks tulang yang ada pada resorpsi osteoklastic tulang menyebabkan osteoporosis. Karena matriks tulang tidak terbentuk pada kalsifikasi inti dari tulang rawan di lempen epifiseal, daerah tulang rawan yang kalsifikasi menetap dan menebal. Avitaminosis vitamin C juga meningkatkan kerapuhan kapiler, terdapat perdarahan spontan, tidak hanya di sub periosteum tetapi juga di membran mukosa gusidan usus.

Ketika perdarahan subperiostealnya ini terus berlangsung, perlengketan normal dari epifisis dan lempeng epifisis ke metafisis terganggu dan pemisahan epifisis (Wulansari, 2011; Arvin, 1996). Skorbut terjadi secara bertahap (sesudah beberapa periode penipisan vitamin C), adapun gambaran kliniknya yaitu:

  1. Irritable, mudah marah

  2.  Takipnea (pernapasan abnormal, cepat dan dangkal, >60/menit)

  3.  Gangguan pencernaan (diare, berat badan menurun)

  4.  Nyeri akibat pseudoparalisis dan kaki mengambil posisi kodok (khas), dimana pinggul dan lutut zemi fleksi dengan kaki terputar keluar.

  5.  Pembengkakan anggota tubuh terutama paha

  6.  Perdarahan subperiosteum (dapat diraba pada ujung femur)

  7.  Perubahan pada gusi paling nyata bila gigi tumbuh, ditandai dengan merah keabu-abuan, pembengkakan seperti spon membran mukosa, biasanya pada gigi susu (insisivus) atas.

  8.  Angulasi (tonjolan) atau bercak scorbutik yang lebih tajam daripada rakhitis.

  9.  Perdarahan petekhiae dapat terjadi pada kulit dan membran mukosa. Hematuria, melena dan perdarahan orbital dan subdural dapat ditemukan.

  10.  Demam ringan biasanya ada

 11.  Anemia dapat menggambarkan ketidak mampuan menggunakan besi atau gangguan metabolisme asam folat

Penyembuhan luka tertunda Gambaran Radiologi:
Pada stadium awal, penampakannya menyerupai penampakan atrofi tulang sederhana. Trabeluka batang tidak dapat dilihat, dan tulang memberi gambaran dasar gelas. Korteks menipis sampai setipis ujung pensil, dan ujung epifisis berbatas tegas. Garis putih Fraenkel yang menggambarkan daerah kartilago yang mengepur dengan baik dapat dengan jelas dilihat sebagai garis putih tidak teratur tetapi tebal pada metafisis. Pusat ossifikasi epifisea juga mempunyai penampakan dasar gelas dan dikelilingi oleh cincin putih. Perdarahan subperiosteum tidak dapat tampak secara roentgenografis pada skorbut aktif.

Namun selama penyembuhan, periosteum yang terangkat menalami kalsifikasi dan tulang yang yang terkena berbentuk halter atau tongkat (Wulansari, 2011).

Bukti adanya defisiensi vitamin C lebih baik dilengkapi dengan kadar asam askorbat dalam lapisan sel trombosit putih (trombosit buffy) darah teroksalat yang disentrifuse. Kadar nol pada lapisan ini menunjukkan skorbut laten, walaupun tidak ada tanda-tanda klinis defisiensi.

Kejenuhan jaringan dengan vitamin C dapat diperkirakan dalam jumlah ekskresi vitamin urin sesudah uji dosis asam askorbat. Selama 3-5 hari setelah pemberian parenteral dosis uji, 80% darinya dapat ditemukan dalam urin anak normal. Aminoasiduria nonspesifik, menyeluruh, terjadi pada skorbut, sementara angka asam amino darah tetap normal. Sesudah pembebenan tirosin, bayi penderita skorbut mengekskresikan metabolit serupa dengan ekskresi metabolit bayi prematur. Waktu protombin mungkin sangat naik (Wulansari, 2011; Arvin, 1996).

Diagnosis banding untuk penyakit ini dapat dilakukan dengan syphilis, leukemia, arthritis. Dengan pengobatan yang tepat, penyembuhan terjadi dengan cepat pada bayi, tetapi pembengkakan karena perdarahan subperiosteum mungkin memerlukan berbulan-bulan untuk hilang.

Pertumbuhan badan biasanya cepat menyesuaikan. Skorbut dicegah dengan mengkonsumsi makanan cukup vitamin C, buah jeruk, dan sari buah sumber vitamin C yang baik. Bayi susu formula harus mendapatkan 35 mg asam askorbat setiap hari. Ibu yang sedang menyusui harus minum 100 mg. 45-60 mg/24 jam diperlukan oleh anak atau orang dewasa (Wulansari, 2011).

Bayi yang dilahirkan dengan simpanan vitamin C yang cukup jika masukan ibu cukup, kandungan vitamin C plasma darah tali pusat 2-4 kali lebih besar dari pada kandungan vitamin C plasma ibu. Pada keadaan ini ASI mengandung sekitar 4-7 mg/dl asam askorbat dan merupakan sumber vitamin C yang cukup. Defisiensi vitamin C pada ibu dapat menimbulkan skorbut pada bayi yang minum asi nya. Bayi yang minum susu formula harus mendapatkan tambahan vitamin C. Kebutuhan vitamin C bertambah karena penyakit demam, terutama penyakit infeksi dan diare dan karena defisiensi besi, paparan dingin, kehilangan protein dan merokok (Wulansari, 2011).

Cara mengobati skorbut menurut

Food and Nutrition Board of the National Academy of *Sciences, National Research Council’s, kadar vitamin C yang direkomendasikan: Bayi - 30-40 mg Anak-anak dan dewasa- 45-60 mg Wanita hamil - 70 mg Ibu menyusui - 90-95 mg Asam askorbat 100-200 mg atau lebih, peroral atau parenteral. Digunakan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan. Pemberian sari buah jeruk/tomat setiap hari akan dengan cepat menghasilkan penyembuhan (Wulansari, 2011; Arvin, 1996; Salter, 1999).

  • Sariawan (oral thrush)

    Sariawan (stomatitis) adalah radang pada rongga mulut (bibir dan lidah) yang disebabkan oleh jamur C andida albicans (Simanjuntak, 2011; Kristayanasari, 2010).

    Oral trush adalah lapisan atau bercak-bercak putih kekuningan yang timbul di lidah yang dikelilingi oleh daerah kemerahan (Simanjuntak, 2011). Berdasarkan lokasinya, sariawan pada anak, baik itu bayi maupun balita, lebih sering terjadi pada bibir bagian dalam, lidah, pipi bagian dalam (mukosa), gusi,langit-langit dalam rongga mulut dan tenggorokan.

    Bercak-bercak putih ini menyerupai gumpalan susu yang jika dibersihkan akan terkelupas namun meninggalkan bekas yang permukaannya merah dan mudah berdarah. Keadaan putih tersebut harus dapat dibedakan dengan sisa susu karena putih pada sariawan sukar diangkat bahkan menimbulkan perdarahan. Penyakit ini sering dijumpai pada bayi dan anak kecil yang minum susu dengan botol susu atau dot atau anak yang mengisap dot kempong (fopspeen) yang tidak diperhatikan kebersihannya, seperti dot yang tidak pernah direbus sehingga bakteri berkembang biak didalamnya (Simanjuntak, 2011).

    Bentuk sariawan akan terlihat seperti vesikel atau bulatan kecil berwarna putih atau kekuningan. Mula-mula berdiameter 1-3 mm kemudian berkembang berbentuk selaput. Jika selaputnya mengikis, maka akan terlihat seperti ulkus/lubang.

    Banyak hal yang mempengaruhi timbulnya sariawan ini namun hal yang mendasari adalah adanya jamur. Oral trush merupakan penyakit yang diakibatkan dengan adanya jamur pada mulut dan saluran kerongkongan. Jamur Candida albicans, bersifat saprofit sering dijumpai pada neonatus. Hal ini terjadi karena sisa susu atau ASI tersebut bereaksi dengan unsur-unsur yang terkandung dalam air liur (saliva) dan mikroorganisme yang terdapat pada rongga mulut anak.

Selain itu oral trush juga terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :

  •     Makanan/ minuman panas Saat membuatkan makanan ataupun minuman bagi bayi terlebih dahulu perhatikan suhunya masih panas atau sudah cukup hangat untuk diterima oleh mulut bayi. Sebab mulut bayi belum sekuat mulut orang dewasa. Suhu susu yang masih panas dapat membuat perlukaan pada mulut bayi yang masih lembut.
    
  •    Traumatik Mulut anak terluka oleh sesuatu benda misalnya terkena gesekan dot yang terlalu keras. Kejadian luka pada gusi ini berhubungan juga dengan gigi bayi yang mulai tumbuh sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada bayi. Gesekan-gesekan benda yang agak keras dan yang terbuat dari karet yang keras dapat menimbulkan sariawan pada anak.
1 Like