Charles Pierce, yang terkenal sebagai pendiri pragmatisme, mendapat pengaruh dari Kant dan Hegel. Pierce mengatakan bahwa problema-problema termasuk persoalan-persoalan metafisik dapat dipecahkan jika kita memberi perhatian kepada akibat-akibat praktis dari mengikuti bermacam-macam pikiran. Orang mengatakan bahwa pragmatisme muncul pada tahun 1878 ketika Pierce menerbitkan makalanya yang berjudul How To Make Our Ideas Clear.
Walaupun ia tidak pernah menulis suatu buku tentang filsafat atau menyusun pikirannya dalam suatu bentuk yang sistematis, namun kegiatannya dalam sastra berlangsung bertahun-tahun. Dengan diterbitkan tulisan-tulisannya dalam dasawarsa terakhir, perhatian kepada filsafat Pierce bertambah dan diakui sebagai intelektual yang luar biasa. Ia merupakan suatu gabungan yang langka antara seorang ilmuwan fisika dengan kebiasan-kebiasaan memikir tentang laboratorium, seorang peminat filsafat, dan seorang yang mempunyai keyakinan moral yang kuat.
Pierce merupakan seorang ahli logika yang mementingkan problema teknis dari logika dan epistemologi serta metoda sains dalam laboratorium. Perhatiannya dalam logika mencakup penyelidikan sistem deduktif, metodologi dalam sains empiris dan filsafat yang ada di belakang metoda dan teknik yang bermacam-macam.
Logikanya mencakup teori alamat ( signs dan symbols ) dan karyanya dalam hal tersebut merupakan karya perintis. Ia memandang logika sebagai alat komunikasi atau usaha kooperatif atau umum. Pendekatan semacam itu memerlukan penelitian yang kritis dan memerlukan bantuan orang lain dalam usahanya yang terus menerus untuk menjelaskan pikiran-pikiran. Pierce berhasrat untuk mendirikan filsafat atas dasar ilmiah dan untuk menganggap teori-teori sebagai hipotesa yang berlaku. Ia menamakan pendekatan-pendekatannya itu pragmatisme .
Salah satu sumbangan Pierce yang paling penting bagi filsafat adalah teorinya tentang arti. Pada hakekatnya ia membentuk satu dari teori-teori modern tentang arti dengan mengusulkan suatu teknik untuk menjelaskan pikiran. Hal itu dapat ditemukan dengan baik jika kita menempatkan pikiran tersebut dalam ujian eksperimental dan mengamati hasilnya. Ukurannya tentang berarti adalah dengan memperhatikan bagaimana suatu benda akan bertingkah jika ia mempunyai suatu sifat atau termasuk dalam suatu jenis. Jika benda itu keras ia akan menggores benda-benda lain, dan jika ia bersifat seperti bensin, ia akan menguap dengan cepat, dan lain-lain.
Empirisme Pierce lebih bersifat intelektual daripada voluntaris (segi kemauan); ini berarti bahwa ia menekankan kepada intelek dan pemahaman lebih daripada kemauan dan aktivitas. Rasa tidak enak karena sangsi mendorong kita mencari keyakinan. Hasil dari pencarian tersebut, yang maksudnya adalah untuk menghilangkan kesangsian, adalah pengetahuan. Dengan begitu maka ia tidak menekankan kepada rasa indrawi atau kemauan seperti yang dilakukan oleh bentuk-bentuk terakhir dari pragmatisme umum. Di satu pihak, Pierce bersifat kritis terhadap intuisionisme dan prinsip-prinsip a priori. Walaupun ia setuju dengan sebagian dari pandangan-pandangan a priori, ia tidak menyetujui pandangan yang mengatakan bahwa empirisme memerlukan pengingkaran terhadap kemungkinan metafisik.
Dalam bidang metafisik dan lain-lainnya, kita harus menjauhkan diri dari rasa telah mencapai tujuan akhir. Pierce setuju dengan faham fallibilism . Orang yang sangat pandai pun dapat salah juga. Penyelidikan yang progresif akan membawa kita kepada perubahan yang terus menerus. Pierce percaya kepada chance (nasib), karena walaupun alam itu bertindak secara teratur menurut hukum alam, ia berpendapat bahwa keteraturan alam itu tak pernah sempurna. Nasib dan kebiasaan memegang peran dalam kejadian-kejadian di dunia. Fallibilisme dan hari kemudian yang terbuka menggantikan skeptisisme dan absolutisme, dan pragmatisme menggantikan sistem kepercayaan yang tetap dalam filsafat dan sains. Walaupun Pierce sangat memperhatikan logika dan metodologi, tulisan- tulisannya menunjukkan secara jelas bahwa ia memberi tempat kepada idealisme evolusioner yang menekankan kebutuhan kepada prinsip cinta, sebagai kebalikan dari individualisme yang sempit dalam urusan-urusan manusia.