Apa yang anda ketahui tentang Candi Bajangratu : Candi penghormatan untuk Raja Jayanegara ?

Perpusnas - Candi Bajangratu terletah di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, sekitar 3,5 km dari Candi Wringinlawang dan sekitar 600 m dari Candi Tikus. Candi ini masih menyimpan banyak hal yang belum diketahui secara pasti, baik mengenai tahun pembuatannya, raja yang memerintahkan pembangunannya, fungsinya, maupun segi-segi lainnya.

Nama Bajangratu pertama kali disebut dalam Oudheidkunding Verslag (OV) tahun 1915. Arkeolog Sri Soeyatmi Satari menduga nama Bajangratu ada hubungannya dengan Raja Jayanegara dari Majapahit, karena kata ‘bajang’ berarti kerdil. Menurut Kitab Pararaton dan cerita rakyat, Jayanegara dinobatkan tatkala masih berusia bajang atau masih kecil, sehingga gelar Ratu Bajang atau Bajangratu melekat padanya.

Mengenai fungsi candi, diperkirakan bahwa Candi Bajangratu didirikan untuk menghormati Jayanegara. Dasar perkiraan ini adalah adanya relief Sri Tanjung di bagian kaki gapura yang menggambarkan cerita peruwatan. Relief yang memuat cerita peruwatan ditemukan juga, antara lain, di Candi Surawana. Candi Surawana diduga dibangun sehubungan dengan wafatnya Bhre Wengker (akhir abad ke-7).

Dalam Kitab Pararaton dijelaskan bahwa Jayanegara wafat tahun 1328 (‘sira ta dhinar meng Kapopongan, bhiseka ring csrenggapura pratista ring Antarawulan’). Disebutkan juga bahwa Raja Jayanegara, yang kembali ke alam Wisnu (wafat) pada tahun 1328, dibuatkan tempat sucinya di dalam kedaton, dibuatkan arcanya dalam bentuk Wisnu di Shila Petak dan Bubat, serta dibuatkan arcanya dalam bentuk Amoghasidhi di Sukalila. Menurut Krom, Csrenggapura dalam Pararaton sama dengan Antarasasi (Antarawulan) dalam Negarakertagama, sehingga dapat disimpulkan bahwa ‘dharma’ (tempat suci) Raja Jayanegara berada di Kapopongan alias Csrenggapura alias Crirangga Pura alias Antarawulan, yang kini disebut Trowulan. Arca perwujudan sang raja dalam bentuk Wisnu juga terdapat di Bubat (Trowulan). Hanya lokasi Shila Petak (Selapethak) yang belum diketahui.

Di samping pendapat di atas, ada pendapat lain mengenai fungsi Candi Bajangratu. Mengingat bentuknya yang merupakan gapura paduraksa atau gapura beratap dengan tangga naik dan turun, Bajangratu diduga merupakan salah satu pintu gerbang Keraton Majapahit. Perkiraan ini didukung oleh letaknya yang tidak jauh dari lokasi bekas istana Majapahit.

Bajangratu diperkirakan didirikan antara abad ke-13 dan ke-14, mengingat:

  1. Prakiraan fungsinya sebagai candi peruwatan Prabu Jayanegara yang wafat tahun 1328 M ;
  2. Bentuk gapura yang mirip dengan candi berangka tahun di Panataran Blitar;
  3. Relief penghias bingkai pintu yang mirip dengan relief Ramayana di Candi Panataran;
  4. Bentuk relief naga yang menunjukkan pengaruh Dinasti Yuan.

J.L.A. Brandes memperkirakan bahwa Bajangratu dibangun pada masa yang sama dengan pembangunan Candi Jago di Tumpang, Malang, ditilik dari adanya relief singa yang mengapit sisi kiri dan kanan kepala Kala, yang juga terdapat di Candi Jago. Candi Jago sendiri diperkirakan dibangun pada abad ke-13.

Candi Bajangratu menempati area yang cukup luas. Seluruh bangunan candi dibuat dari batu bata merah, kecuali anak tangga dan bagian dalam atapnya. Sehubungan dengan bentuknya yang merupakan gapura beratap, Candi Bajangratu menghadap ke dua arah, yaitu timur-barat. Ketinggian candi sampai pada puncak atap adalah 16,1 m dan panjangnya 6,74 m.

Gapura Bajangratu mempunyai sayap di sisi kanan dan kiri. Pada masing-masing sisi yang mengapit anak tangga terdapat hiasan singa dan binatang bertelinga panjang. Pada dinding kaki candi, mengapit tangga, terdapat relief Sri Tanjung, sedangkan di kiri dan kanan dinding bagian depan, mengapit pintu, terdapat relief Ramayana. Pintu candi dihiasi dengan relief kepala kala yang terletak tepat di atas ambangnya. Di kaki ambang pintu masih terlihat lubang bekas tempat menancapkan kusen. Mungkin dahulu pintu tersebut dilengkapi dengan daun pintu.

Bagian dalam candi membentuk lorong yang membujur dari barat ke timur. Anak tangga dan lantai lorong terbuat dari batu. Bagian dalam atap candi juga terbuat dari balok batu yang disusun membujur utara-selatan, membentuk ruang yang menyempit di bagian atas.

Atap candi berbentuk meru (gunung), mirip limas bersusun, dengan puncak persegi. Setiap lapisan dihiasi dengan ukiran dengan pola limas terbalik dan pola tanaman. Pada bagian tengah lapis ke-3 terdapat relief matahari, yang konon merupakan simbol kerajaan Majapahit. Walaupun candi ini menghadap timur-barat, namun bentuk dan hiasan di sisi utara dan selatan dibuat mirip dengan kedua sisi lainnya. Di sisi utara dan selatan dibuat relung yang menyerupai bentuk pintu. Di bagian atas tubuh candi terdapat ukiran kepala garuda dan matahari diapit naga.

Candi Bajangratu telah mengalami pemugaran pada zaman Belanda, namun tidak didapatkan data mengenai kapan tepatnya pemugaran tersebut dilaksanakan. Perbaikan yang telah dilakukan mencakup penguatan pada bagian sudut dengan cara mengisikan adonan pengeras ke dalam nat-nat yang renggang dan mengganti balok-balok kayu dengan semen cor. Beberapa batu yang hilang dari susunan anak tangga anak tangga juga sudah diganti.

Galeri

Gapura Bajangratu mempunyai sayap di sisi kanan dan kiri. Pada masing-masing sisi yang mengapit anak tangga di sisi timur maupun barat terdapat hiasan singa dan binatang bertelinga panjang. Di sisi barat tidak terdapat terdapat relief sebagaimana yang terdapat di sisi timur. Pada dinding kaki candi di sisi timur, mengapit tangga, terdapat relief Sritanjung, sedangkan di kiri kanan dinding bagian depan, mengapit pintu, terdapat relief Ramayana. Pintu candi sangat tinggi, hampir setinggi 3 m. Di atas ambang pintu terdapat relief kepala kala. Di kaki ambang pintu masih terlihat batu berlubang yang tampaknya tadinya merupakan tempat menancapkan kusen.

Candi Bajangratu mempunyai semacam sayap yang menonjol ke utara dan selatan. Seperti yang terlihat dalam gambar di atas, pada dinding bagian depan sayap tersebut terdapat relief yang berisi nukilan cerita Ramayana. Letak relief tersebut cukup tinggi, sekitar 2,5 m dari tanah.

Atap candi berbentuk meru, mirip limas bersusun, dengan puncak datar. Setiap lapisan dihiasi dengan ukiran dengan pola limas terbalik menyangga pelipit dengan relief berpola tanaman. Keseluruhan relief yang menghiasi Candi Bajangratu sangat indah dan halus pahatannya.


Adakah informasi lainnya terkait dengan candi ini ?

Bajang Ratu diduga sebagai pintu masuk ke sebuah bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara.

Candi Bajang Ratu, menampilkan bentuk pintu gerbang tipe paduraksa yang sama dengan relief di Candi Jago, Kabupaten Malang. Tampak di sisi kiri dan kanannya terdapat bekas reruntuhan dinding keliling pagar yang tinggi. Atapnya tersusun seperti piramida. Hiasan tampak dominan berada di bagian kepala/atap bangunan, detail hiasan memperkuat bentuk mustaka yang ramping mengecil di bagiang ujung atas.
Hiasan bagian atas bangunan candi sisi samping. Hiasan kala berada di atas tengah sebagai emphasis tata susun yang tampak menonjol diantara bentuk geometrik struktur profil bangunan

Bangunan candi Bajangratu terbuat dari bata merah, kecuali lantainya yang terbuat dari batu andesit. Denah bangunan berbentuk segi empat dengan ukuran 11,5 x 10,5 m, tingginya 16,5 m dan lebar lorong pintu masuk 1,4 m. Bila dilihat secara vertikal, gapura ini terbagi menjadi tiga bagian yakni kaki, badan, dan kepala/atap. Tiga bagian ini ditempeli hiasan berupa relief flora, fauna, geometrik dan hiasan lainnya.

Candi Bajang Ratu ini memiliki sayap dan sisa-sisa pagar tembok di kedua sisinya. Pada kaki gapura terdapat hiasan panil yang menceritakan kisah Sri Tanjung (hiasan bercerita). Di bagian atas tubuh gapura terdapat hiasan kala dengan hiasan sulur-suluran di kanan-kirinya.

Bagian atapnya berbentuk susunan bertingkat dengan puncak atap berbentuk persegi. Pada bagian atap ini terdapat hiasan kepala kala yang diapit singa, relief surya/matahari, naga berkaki, kepala garuda, relief bermata satu atau monocle cylop.

Relief-relief ini bermakna sebagai penolak bala/marabahaya atau pelindung dan menghalau yang jahat.

Pada sayap kanan garuda terdapat hiasan dengan relief Ramayana yang menceritakan raksasa sedang berkelahi dengan kera, tampak di gambar kera menginjak tubuh raksasa tersebut (hiasan bercerita). Pada bingkai kanan-kiri pintu diberi pahatan berupa binatang bertelinga panjang.

Relief Sri Tanjung dan sayap garuda mempunyai arti sebagai lambang pelepasan.

Pembuatan Candi Bajang Ratu berhubungan dengan konsep estetika Hindu-Jawa, yang menekankan rasa keindahan terkait dengan lingkungan budaya dan religi, gambaran realitas dunia (jagad cilik) dan realitas kodrati (jagad gedhe). Dari segi penyusunan bentuk estetik yang simetris dan makna simbolik ragam hiasnya, Candi Bajang Ratu melambangkan adanya kesatuan kehidupan masyarakat Majapahit yang beragam religi, yakni kepercayaan Jawa, Hindu, dan Budha.

Gapura Bajang Ratu terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur dan menurut perkiraan dibangun pada abad ke-14 Masehi. Di dalam Kitab Negarakertagama, gapura ini dikatakan berguna untuk pintu masuk ke bangunan suci yang memperingati wafatnya Raja Jayanegara. Menurut perkiraan, Gapura ini menjadi gapura terbesar di sepanjang masa Kerajaan Majapahit. Sebelum Raja Jayanegara wafat, bangunan tersebut dipakai sebagai pintu belakang Kerajaan Majapahit yang juga didukung dengan relief Sri Tanjung dengan sayap gapura melambangkan pelepasan.

Struktur bangunan dari Gapura Bajang Ratu ini berbentuk vertikal dengan 3 bagian yakni kaki, badan dan juga atap, apabila dilihat dari atas, candi ini berbentuk segi empat dengan panjang 11.5 x 10.5 meter dan ketinggian mencapai 16.5 meter dan lorong 1.4 meter. Pada bagian kaki candi terdapat bingkai bawah dan juga atas dan badan kaki serta terdapat juga relief Sri Tajung. Pada masa itu, relief dipercaya sebagai penangkal dari bahaya, sementara di bagian sayap kanan terdapat relief Ramayana.

Gapura Bajang Ratu
Gambar Gapura Bajang Ratu

Penamaan


“Bajang Ratu” dalam bahasa Jawa berarti “raja / bangsawan yang kecil / kerdil / cacat”. Dari arti nama tersebut, gapura ini dikaitkan penduduk setempat dengan Raja Jayanegara (raja kedua Majapahit) dan tulisan dalam Serat Pararaton, ditambah legenda masyarakat. Disebutkan bahwa ketika dinobatkan menjadi raja, usia Jayanegara masih sangat muda (“bujang” / “bajang”) sehingga diduga gapura ini kemudian diberi sebutan “Ratu Bajang / Bajang Ratu” (berarti “Raja Cilik”). Jika berdasarkan legenda setempat, dipercaya bahwa ketika kecil Raja Jayanegara terjatuh di gapura ini dan mengakibatkan cacat pada tubuhnya, sehingga diberi nama “Bajang Ratu” (“Raja Cacat”).

Sejarawan mengkaitkan gapura ini dengan Çrenggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan di Antawulan (Trowulan), sebuah tempat suci yang disebutkan dalam Kakawin Negarakretagama: “Sira ta dhinarumeng Kapopongan, bhiseka ring crnggapura pratista ring antawulan”, sebagai pedharmaan (tempat suci). Di situ disebutkan bahwa setelah meninggal pada tahun 1250 Saka (sekitar 1328 M), tempat tersebut dipersembahkan untuk arwah Jayanegara yang wafat. Jayanegara didharmakan di Kapopongan serta dikukuhkan di Antawulan (Trowulan). Reruntuhan bekas candi tempat Jayanegara didharmakan tidak ditemukan, yang tersisa tinggal gapura paduraksa ini dan fondasi bekas pagar. Penyebutan “Bajang Ratu” muncul pertama kali dalam Oundheitkundig Verslag (OV) tahun 1915.

Gapura Bajang Ratu sebelum pemugaran
Gambar Gapura Bajang Ratu sebelum pemugaran

Struktur Bangunan Bajang Ratu


Dari buku Drs. I.G Bagus L Arnawa, bentuk gapura atau candi adalah bangunan pintu gerbang jenis paduraksa atau gapura beratap dan fisik keseluruhan candi dibuat dengan material batu bata merah kecuali untuk area lantai tangga serta pintu bawah dan atas yang dibuat menggunakan batu andesit. Secara vertikal, bangunan ini memiliki 3 bagian yakni kaki, tubuh dan juga atap serta dilengkapi dengan sayap dan pagar tembok pada kedua sisinya. Kaki gapura ini memiliki panjang 2.48 meter dan strukturnya terdiri dari bingkai bawah, badan kaki serta bingkai atas. Bingkai ini juga terdiri dari susunan pelipit rata serta berbingkai dengan bentuk genta dan pada bagian sudut kakinya terdapat hiasan berbentuk sederhana kecuali di sudut kiri depan yang dilengkapi dengan relief menceritakan Sri Tanjung.

Sementara untuk bagian tubuh diatas pintu juga terdapat relief hiasan kala dan hiasan suluran, sedangkan untuk bagian atap juag dilengkapi dengan relief berhias rumit yakni kepala kala diapit dengan singa, relief matahari, naga berkaki, relief bermata satu atau monocle cyclops dan juga kepala garuda. Relief ini dalam kepercayaan budata Majapahit untuk pelindung dan penolak bahaya, sedangkan pada sayap kanan terdapat relief yang menceritakan kisah Ramayana serta pahatan hewan bertelinga panjang.

Sumber : wikipedia