Batu Apung
Batu apung adalah salah satu jenis material yang berasal dari muntahan lahar
panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan
terendapkan di dalam lapisan tanah selama bertahun-tahun (Muljadi, 2008).
Beberapa daerah di Indonesia yang mempunyai batu apung sangat besar dan
berpotensi untuk dikembangkan. Jumlah batu apung sangat melimpah dan tersebar
diberbagai daerah baik di pulau Jawa dan Sumatera. Di pulau Sumatera batu
apung banyak dijumpai di daerah Krui Kabupaten Lampung Barat, tepatnya di
sungai way mahnai di Desa Mandiri. Di daerah ini terdapat batu apung yang
mempunyai kenampakan secara megaskopik berwarna putih kekuningan, putih ,
dan abu-abu muda.
Batu apung memiliki struktur multi rongga sehingga memiliki densitas yang
sangat kecil (<1 g/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki oleh batu apung antara lain:
densitas 0,98 g/cm3
daya serap air 21 %,
kuat tekan 30 MPa [Calvelri, et.al.,2003; Gaggino, 2006].
Dengan kata lain batu apung memiliki sifat hidrofil, maka material tersebut tidak kompatibel dengan sebagian besar bahan polimer oleh karena itu, secara kimiawi harus dimodifikasi untuk membuat permukaannya yang lebih hidrofobis, untuk itu diperlukan suatu bahan yang kompatibel dengan matrik polimer Resin Cair, Resin Epoxy.
Batu apung dapat dimanfaatkan sebagai beton ringan yang merupakan alternatif dari beton konvensional. Karakteristik beton konvensional umumnya ada di pasaran memiliki densitas rata-rata: 2,0 – 2,5 g/cm3, kuat tekan bervariasi dari 3 – 50 MPa (Yassar, et.al., 2003). Bila dilihat dari nilai densitas maka beton sekarang ini tergolong cukup berat, sehingga untuk satu panel beton berukuran 240 x 60 x 6 cm memiliki bobot sekitar 100 - 125 kg. Dengan demikian untuk
mengangkatnya baik pada waktu pengangkutan ataupun instalasinya memerlukan tenaga lebih dari 3 orang atau memerlukan alat berat sebagai media pembantu (Yassar,et.al., 2003).
Selain itu beton konvensional juga tidak tahan terhadap lumut atau kelembaban tinggi yang menyebabkan beton cepat rapuh (Calvelri,et.al., 2003). Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut perlu dilakukan proses perekayasaan material beton sehingga kelemahan tersebut dapat diminimalkan. Salah satu usaha perbaikan yang dilakukan antara lain dengan cara
mengganti material beton konvensional dengan sebuah material komposit polimer yang menggunakan bahan dasar yang biasa dipakai oleh material beton ringan seperti batu apung, perlit, foam dan lain-lain yang dipadukan dengan matrix polimer, dimana polimer memiliki keunggulan dibandingkan semen yaitu lebih cepat pengerasannya, kekuatan tariknya lebih tinggi dan memiliki daya lentur yang lebih baik, sehingga densitas material dapat diperkecil menjadi sekitar < 2 g/cm3 (Anonymous, 2012).
Komposit polimer merupakan komposit yang terdiri dari matriks (matriks merupakan bahan dasar pembentuk komposit yang mengikat pengisi dengan tidak terjadi ikatan secara kimia) berupa polimer dan dengan pengisi (filler) dari bahan jenis lain sehingga komposit mempunyai sifat paduan dari sifat bahan pembentuknya.