Apa yang anda ketahui tentang Aliran Linguistik Tradisional?

Aliran Linguistik Tradisional

Salah satu aliran dari linguistik adalah aliran linguistik tradisional. Bagaimanakah aliran linguistik tradisional?

Aliran linguistik tradisional sering disebut dengan aliran fungsional. Aliran linguistik tradisional berkembang sebelum muncul pandangan-pandangan linguis Ferdinad de Saussure pada awal abad ke-19. Aliran linguistik tradisional, oleh banyak linguis, dipandang sebagai teori linguistik preskriptif. Linguistik preskriptif berusaha merumuskan aturan-aturan berbahasa yang benar dari sudut pandang linguis dan tidak berdaarkan deskripsi bahasa.

Teori-teori bahasa pada aliran linguistik tradisional berpijak pada tata bahasa Yunani (Latin). Para linguis beranggapan bahwa tata bahasa Yunani (Latin) berlaku pada semua bahasa di dunia. Oleh karena itu, jika ingin menjadi linguis harus mempelajari bahasa Latin.

Aliran linguistik tradisional memiliki ciri-ciri berikut ini:

  1. Kajian-kajian teoretisnya bersumber dari filsafat dan logika.
  2. Objek penelitian linguistik dilakukan terhadap bahasa yang telah mengenal tulisan / ejaan dan difokuskan pada penggunaan data bahasa tertulis.
  3. Para penganut aliran tradisional ini menjelaskan gramatika bahasa dengan berpatokan pada gramatika bahasa Yunani (Latin).
  4. Tatabahasa dirancang untuk ‘menghakimi’ penggunaan bahasa secara benar atau salah.
  5. Tumpuan analisis linguistik diberikan pada aspek sintaksis.
  6. Banyak konsep linguistik yang kabur.

Berdasarkan enam ciri aliran linguistik tradisional, dapat disimpulkan bahwa aliran ini tidak berhasil memberikan penjelasan yang sitematik atas fakta empiris bahasa alamiah. Para linguis penganut aliran tradisional ini memformat tata bahasa suatu bahasa dengan berpijak pada tata bahasa Yunani (Latin) sehingga aliran linguistik tradisional sering disebut Yunani (Latin) sentris.

Lagi pula, tata bahasa Yunani (Latin) itu tidak dirumuskan berdasarkan deskripsi bahasa lisan tetapi dirumuskan berdasarkan asumsi filsafat dan logika. Para penganut aliran linguistik ini berpandangan bahwa apabila ada fakta lingual yang menyimpang dari asumsi filsafat dan logika dinyatakan sebagai perkecualian. Bahasa yang memiliki perkecualian dikategorikan bahasa yang primitif.

Aliran linguistik tradisional sering membatasi konsep secara kabur. Kekaburan itu sangat jelas terlihat pada pengklasifikasian kata.

Menurut aliran linguistik ini, kata dapat diklasifikasikan menjadi delapan jenis, seperti berikut ini.

  1. Kata benda, yakni kata yang dipakai untuk menamai seseorang atau sesuatu.

  2. Kata ganti, yakni kata yang dipakai mengganti kata benda atau padanan kata benda.

  3. Kata sifat, yakni kata yang dipakai untuk menerangkan kualitas kata benda.

  4. Kata kerja, yakni kata yang dipakai untuk menyatakan sesuatu tentang seseorang atau sesuatu.

  5. Kata depan, yakni, kata yang ditempatkan di depan kata benda atau padanan kata benda untuk menunjukkan hubungan antara orang atau sesuatu yang disebut dalam kata benda itu dengan sesuatu yang lainnya.

  6. Kata sambung, yakni kata yang dipakai untuk menggabungkan kata atau frase atau klausa.

  7. Kata keterangan, yakni kata yang dipakai untuk menerangkan jenis kata apa pun selain kata benda atau kata ganti.

  8. Kata seru, yakni kata yang disisipkan ke dalam kalimat untuk menyatakan perasaan tertentu.

Dari klasifikasi dan definsi kata di atas, dapat dipertanyakan apakah nama warna, seperti merah, kuning, hijau, dan lain-lain merupakan kata benda, karena warna dapat digolongkan ke dalam sesuatu. Atas persoalan ini, linguis tradisional mengatakan bahwa nama warna tidak dapat dilongkan ke dalam kelas kata benda tetapi digolongka ke dalam kata sifat. Kata sifat dibatasi sebagai kata yang menerangkan kulaitas kata benda. definisi ini pun memunculkan persoalan, apakah merah, kuning, hijau dapat dimaknai sebagai kualitas ? Dapatkan warna disamakan dengan kulaitas seperti, baik atau buruk ?

Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat dilihat beberapa kelemahan pada aliran linguistik tradisional, seperti berikut ini.

  1. Aliran linguistik tradisional tidak konsisten dengan kriteria penggolongan kata. Misalnya, nomina adalah nama untuk orang atau sesuatu (kriteria makna), sedangkan kata sifat didefiniskan sebagai kata untuk menerangkan kualitas kata benda (kriteria fungsi).

  2. Aliran linguistik trasisional tidak konsisten dengan penjelasan fungsi-fungsi satuan sintaksis dalam kalimat. Misalnya, subjek didefinisikan sebagai pelaku perbuatan sedangkan objek adalah yang dikenai perbuatan. Lalu, manakah subjek dan objek pada kalimat Untuk menyambung hidup, lukisan penuh kenangan itu telah dijual Bapak.

    Sesuai definisi yang dikemukakan linguistik tradisional, subjek kalimat itu adalah frase bapak karena sebagai pelaku, dan objeknya adalah lukisan penuh kenangan itu, karena dikenai pekerjaan. Benarkah demikian ? Bukankah semua tahu bahwa subjek kalimat itu adalah lukisan penuh kenangan itu dan objeknya adalah bapak. Ini membuktikan kekaburan antara fungsi dan peran sintaksis. Subjek dan objek (dan satuan sintaksis lain) adalah masuk dalam slot fungsi sedangkan pelaku atau penderita masuk dalam slot peran. Sekali lagi, hal ini dikacaukan dalam aliran linguistik tradisional.

  3. Asumsi-asumsi dan hipotesis tentang teori linguistik tidak diuji berdasarkan fakta-fakta bahasa secara empiris, tetapi fakta-fakta bahasa dibuat ‘dipaksa’ tunduk kepada asumsi dan hipotesis filsafat dan logika tentang bahasa.

  4. Tata bahasa dipandang berlaku universal, artinya tata bahasa semua bahasa diasumsikan sama; kenyataannya setiap bahasa memiliki tata bahasa (kaidah) sendiri.

  5. Semua bahasa di dunia diperlakukan seperti bahasa Latin. Artinya tata bahasa Latin diberlakukan pada semua bahasa.

  6. Deskripsi bahasa tidak memberiakn penjelasan sistematis berdasarkan fakta bahasa alamiah dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Para linguis berpijak pada data bahasa tulis.

Tata bahasa tradisional dimulai dari zaman Yunani sampai dengan munculnya linguistik modern di sekitar akhir abad ke 19. Dengan tahapan sebagai berikut:

  • Pertama, tahap spekulasi yaitu pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris tetapi datanya dari dongeng atau cerita.

  • Kedua, tahap observasi dan klasifikasi, yaitu pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki tapi tidak sampai merumuskan teori.

  • Tahap ketiga adalah tahap perumusan teori.

Linguistik tradisional selalu menerapkan pola-pola tata bahasa Yunani dan Latin dalam mendeskripsikan suatu bahasa. Linguistik tradisional berlandaskan pada pola pemikiran filosofis.

Ciri-ciri pemikiran filosofis :

  1. Radikal ; berpikir sampai keakar-akarnya. Sampai pada hakekat.
  2. Universal ; meninjau dari segala sudut pandang. Menggunakan penalaran empiris bukan menggunakan pengalaman intuisi.
  3. Konseptual ; berpikir melampaui batas pengalaman sehari-hari manusia sehingga menghasilkan pemikiran/ide baru yang terkonsep.
  4. Konsisten ; berpikir harus sesuai dengan kaedah berpikir logis.
  5. Sistematis ; dalam mengemukakan konsep, para filsuf memakai pendapat-pendapat. Pendapat-pendapat tersebut harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan didalamnya.
  6. Bebas ; berpikir tidak ditentukan, dipengaruhi dan diintervensi oleh pengalaman sejarah, nilai-nilai kehidupan sosial-budaya, adat istiadat dan agama.
  7. Bertanggung jawab ; harus bertanggung jawab terutama terhadap hati nurani dan kehidupan sosial.

Kaum dan tokoh zaman Yunani yang berperan besar dalam studi bahasa :

Kaum Sophis

Muncul pada abad ke - 5 SM dan mereka terkenal dalam studi bahasa, antara lain;

  1. Mereka melakukan kerja secara empiris.
  2. Mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu.
  3. Mereka sangat mementingkan retorika dalam studi bahasa.
  4. Mereka membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.

Tokoh kaum Sophis adalah ;

Protagoras. Ia membagi kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, do’a dan undangan.

Analisa kalimat :

  1.  Ibu        membeli       sayur
    

    Onoma Rhema Onoma

    Kalimat ‘Ibu membeli sayur’ termasuk ke dalam jenis kalimat narasi, dimana pada kalimat tersebut menceritakan adanya aktifitas membeli sayur yang dilakukan oleh Ibu.

  2. Buku itu     berwarna putih
    Onoma            Rhema
    

    Kalimat ‘Buku itu berwarna putih’ termasuk ke dalam jenis kalimat narasi, dimana pada kalimat tersebut menceritakan bahwa buku itu berwarna putih.

  3.    Sebuah candi   ditemukan   di Jayapura.
        Onoma          Rhema         Onoma
    

    Kalimat ‘Sebuah candi ditemukan di Jayapura’ termasuk ke dalam jenis kalimat laporan, dimana pada kalimat tersebut menunjukkan adanya laporan bahwa sebuah candi sudah ditemukan di Jayapura.

  4.  Ayah       tidur,        saya       mandi
     Onoma    Rhema     Onoma     Rhema      
    

    Kalimat ‘Ayah tidur saya mandi’ termasuk ke dalam jenis kalimat narasi, dimana pada kalimat tersebut menceritakan adanya aktifitas tidur yang dilakukan oleh ayah dan saya melakukan aktivitas mandi.

  5.   Makassar itu   kota bersih
       Onoma           Rhema      
    

    Kalimat ‘Makassar itu kota bersih’ termasuk ke dalam jenis kalimat laporan, dimana pada kalimat tersebut menunjukkan adanya laporan bahwa Makassar itu kota yang bersih.

  6.   Kuda itu       menendang      petani
       Onoma            Rhema         Onoma  
    

    Kalimat ‘Kuda itu menendang petani’ termasuk ke dalam jenis kalimat laporan, dimana pada kalimat tersebut menunjukkan adanya laporan bahwa kuda itu memang menendang petani.

Sebenarnya, akan lebih tepat jika penggolongan jenis kalimat tidak disebutkan sebagai jenis kalimat narasi yang berisi cerita dan jenis kalimat laporan yang berisi tentang berita, tetapi lebih tepatnya kalimat narasi dan kalimat laporan yang berisi sebuah informasi. Karena pada dasarnya sebuah narasi dan laporan tidak dapat disajikan dalam bentuk kalimat, tetapi disajikan dalam bentuk paragraf.

  • Gorgias. Seorang ahli retorika. Ia berbicara tentang gaya bahasa.
  • Ia tidak mengajarkan suatu nilai tertentu. Setiap manusia memiliki pandangan tentang nilai secara berbeda. Misalnya, apa yang dianggap bernilai oleh laki-laki, dapat dianggap tidak bernilai bagi perempuan. Karena itu, amatlah penting bagi seorang orator untuk dapat meyakinkan orang lain tentang suatu hal, sehingga orang lain mengikuti pendapat orator tersebut. Inilah kekuatan terbesar yang dapat dimiliki manusia. Dengan demikian, retorika adalah seni untuk meyakinkan orang lain. Hal itu ditunjang dengan gaya bahasa tertentu, serta pentingnya mengemukakan alasan-alasan yang tidak hanya menyentuh akal budi, tetapi juga hati pendengarnya.

Socrates

Ketika kaum Sophis yang pandai dalam retorika memberikan kekacauan makna (bagi kaum Sophis, kebenaran umum (mutlak) itu tidak ada. Sehingga kebenaran bagi mereka bisa saja berubah sedetik kemudian. Dan ini menimbulkan ketidak ‘bertanggung jawaban’ terhadap apa yang mereka sampaikan dengan apa yang mereka lakukan) dalam masyarakat yang berlarut-larut. Socrates lalu hadir memberikan sebuah suatu metode ‘Dialektis-Kritis’. Proses dialektis-kritis dalam hal ini mengandung suatu pengertian ; ‘dialog antara dua pendirian yang bertentangan atau merupakan perkembangan pemikiran dengan memakai pertemuan antar ide’. Dalam metode tersebut Socrates mencoba meluruskan kekacauan makna yang ditimbulkan oleh kaum Sophis.

Plato

Ia terkenal dalam studi bahasa dikarenakan ;

  1. Dia memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya Dialoog serta mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa konvensional.

    • (Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi, di mana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada. Contohnya pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.)

    • (Anomali adalah penyimpangan atau keanehan yang terjadi atau dengan kata lain tidak seperti biasanya.)

    • Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi, dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri. Oleh karena itu, tidak dapat ditolak.

    • Bersifat konvensi yang artinya makna-makna kata kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.

  2. Dia menyodorkan batasan bahasa yang berbunyi ; bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantara onomata dan rhemata. Lalu ia membedakan kata dalam onoma dan rhema.

    Onoma (bentuk tunggalnya onomata) dapat berarti:

    1. nama, dalam sehari-hari
    2. nomina, nominal dalam istilah tata bahasa
    3. subjek, dalam hubungan subjek logis.

    Sedangkan rhema (bentuk tunggalnya rhemata) dapat berarti:

    • ucapan, dalam sehari-hari
    • verba, dalam istilah tata bahasa
    • predikat, dalam hubungan predikat logis.

    Keduanya merupakan anggota logos, yaitu kalimat atau klausa.

    • Logos : buah pikiran yang diungkapkan dalam perkataan pertimbangan nalar atau arti.

    • Klausa : satuan gramatikal yang memiliki tataran diatas frasa dan dibawah
      kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek atau predikat dan memiliki potensi untuk menjadi kalimat.

Sejarah Linguistik dimulai dari linguistik tradisional, Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan tata bahasa struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan . . . .”.

Dalam perkembangannya di dalam aliran linguistik tradisional dikenal linguistik zaman Yunani. Sejarah studi bahasa pada zaman Yunani ini sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih kurang abad ke 2 M. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis pada waktu itu adalah pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri. kaum naturalis adalah kelompok yang menganut faham itu, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis. Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.

Selanjutnya yang menjadi pertentangan adalah antara analogi dan anomali. Kaum analogi antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Jika tidak teratur tentu yang dapat disusun hanya idiom-idiom saja dari bahasa itu. Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kalau bahasa itu tidak teratur mengapa bentuk jamak bahasa Inggris child menjadi children, bukannya childs; mengapa bentuk past tense bahasa Inggris dari write menjadi wrote dan bukannya writed ?

Kelompok-kelompok yang termasuk dalam aliriran ini adalah Kaum Sophis (abad ke-5 S.M), Plato (429-347 S.M), Aristoteles (384-322 S.M), Kaum Stoik (Abad ke- 4S.M), Kaum Alexandrian.

  • Kaum Sophis

    Mereka melakukan kerja empiris,menggunakan ukuran tertentu, mementingkanretorika dalam studi, dan membedakan kalimat berdasarkan isi dan makna. Protogaros membagi kalimat menjadi: kalimar tanya, jawab, perintah, laporan, do’a dan undangan.

  • Plato(429-347 SM)

    Dalam studinya :

    • Memperdebatkan analogi dan anomaly
    • Membuat batasan bahasa, bahwa bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantara onomata dan rhemata.
    • Orang pertama yang membedakan kata dalam onoma dan rhema
  • Aristoteles (384-322 SM)

    Membagi tiga macam kelas kata : Onoma, Rhema, dan Syndesmoy (preposisi dan konjungsi

  • Kaum Staik

    • Membedakan studi bahasa secara logika dan tata bahasa
    • Menciptakan istilah khusus dalam tata bahasa
    • Membagi 3 komponen studi bahasa : tanda (symbol,sign, semonion), makna, hal-diluar bahasa (benda /situasi).
    • Legein (bunyi fonologi yang bermakna), propheral (bunyi bahasa yang bermakna).
    • Membagi kata : benda, kerja, syndesmoy, arthoron.
    • Kata kerja komplet, tak komplet, aktif dan pasif
  • Kaum Alexandrian

    Mereka menciptakan buku Dionysius Thraxyang menjadi cikal bakal tata bahasa tradisional. Sezaman dengan zaman Alexandrian, di India hidup seorang sarjana hinduyang bernama Panini, telah menyusun kurang 4.000 pemerian tentang struktur bahasa sansekerta dengan prinsip-prinsip dan gagasan yang masih dipakai linguistik modern. Karena itulah Panini dianggap sebagai one of greatest monuments of the human intelligence oleh Leonard Bloomfield.

    Kemudian dikenal linguistik zaman Romawi. Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya kerajaan Romawi. Tokoh pada zaman romawi yang terkenal antara lain, Varro (116 – 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.

Linguistik zaman Pertengahan.

Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi Lingua Franta, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Berikutnya, linguistik zaman Renaisans. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu : Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab. Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa dan malah juga perbandingan.

Dan yang terakhir yang termasuk ke dalam linguistik tradisional adalah masa menjelang lahirnya linguistik modern. Dalam masa ini ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa, yaitu dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan bahasa-bahasa Jerman lainnya.

Dalam pembicaraan mengenai linguistik tradisional di atas, maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa :

  • Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan;
  • Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Latin;
  • Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara prekriptif, yakni benar atau salah;
  • Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika;
  • Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.