Apa yang anda ketahui tentang Ali bin Abi Thalib : Sahabat sekaligus menantu Rasullallah saw ?

Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Ali adalah sepupu dan sekaligus mantu Nabi Muhammad, setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra. Ia pernah menjabat sebagai salah seorang khalifah pada tahun 656 sampai 661. Apa yang anda ketahui tentang Ali bin Abi Thalib ?

Nama asli Ali adalah Haydar atau Haydarah Bin Abi Thalib. Haydar mempunyai arti singa, sebab Abu Thalib berharap agar Ali menjadi tokoh pemberani dan disegani dikalangan Quraisy Makkah sebagai penerus keluarganya. Ali lahir sepuluh tahun sebelum masa kenabian Muhammad saw. atau 21 tahun sebelum hijrah. Kelahiran Ali tepat pada tanggal 13 Rajab di Makkah daerah Hijaz, sekitar tahun 599 atau 600 Masehi. Sejarawan menuliskan perselisihan usia Ali dengan Rasulullah saw. adalah 25 tahun, ada yang menyebutkan 27 bahkan 30 sampai 32 tahun. Beliau lahir dari Fatimah binti Asad putrinya Hasyim.

Sejarah Hidup Ali Bin Abi Thalib


image

Ali adalah anak angkat Rasulullah sejak usia 6 tahun. Ali sangat setia terhadap Rasulullah saw. Ali mempunyai 3 saudara yaitu Ja’far, Uqail dan Thalib. Keluarga Abu Thalib pada waktu itu sedang mengalami krisis ekonomi sabagaimana orang-orang Quraisy pada waktu itu. Rasulullah menyarankan kepada Hamzah dan Abbas agar turut membantu meringankan beban Abu Thalib dengan menanggung biaya hidup anak-anak Abu Thalib. Maka dengan senang hati Hamzah dan Abbas memenuhi saran dari Rasulullah. Pada peristiwa itu Abu Thalib berkata “Ambilah siapa yang kalian inginkan, namun tinggalkanlah Uqail untuk tetap aku didik”. Hamzah mengambil Ja‟far dan Abbas mengambil Thalib, dan Rasulullah mengambil Ali sedangkan Uqail tetap dipangkuan Abu Thalib, sebab Uqail adalah anak yang paling di sayangi oleh Abu Thalib.

Ada dua alasan kenapa Ali menjadi anak angkat Rasulullah, yaitu:

  • Rasulullah pada waktu itu belum mempunyai anak laki-laki, sehingga kehadiran Ali sangat membahagiakan hati Rasulullah dan Khadijah sebagai istri Rasulullah.

  • Rasulullah menjadikan Ali sebagai anak angkat untuk menolong dan membalas jasa kepada Abu Thalib. Karena pada waktu kecil Rasulullah dibesarkan dan dilindungi oleh Abu Thalib.

Ali pada usia 10 tahun sudah menyatakan iman atas kenabian Rasulullah saw. Ali termasuk orang yang pertama meyakini kenabian Rasulullah dari kalangan anak-anak. Hal ini adalah salah satu alasan Rasulullah menikahkan putrinya, Fatimah Az-Zahra. Alasan lainnya karena Ali adalah keturunan Bani Hasyim.

Sifat Ali bin Abi Thalib

image

Sifat fisik Ali bin Abi Thalib: Berperawakan sedang, antara tinggi dan pendek. Perutnya agak menonjol. Pundaknya lebar. Kedua lengannya berotot, seakan sedang mengendarai singa. Lehernya berisi. Bulu jenggotnya lebat. Kepalanya botak, dan berambut di pinggir kepala. Matanya besar. Wajahnya tampan. Kulitnya amat gelap. Postur tubuhnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja. Berisi. Jika berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Saw. Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma’rifat ash Shahabah : Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit hitam, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh pendek, amat fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam berbicara, dan halus perasaannya.

Jika ia dipanggil untuk berduel dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar, mengambil perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk kemudian menjatuhkan musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sekor singa, ketika ia maju untuk menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat, dan menyergap dengan tangkas, untuk kemudian membuat mangsa tak berkutik.

Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang sempurna, penuh dengan kemuliaan. Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka dapat dipastikan ia akan mengalahkannya. Seorang yang takwa, tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat, dan tidak pernah melalaikan syari’at. Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam kesederhanaan. Ia makan cukup dengan berlauk-kan cuka, minyak dan roti kering yang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas, dan menahan din Penuh dengan hikmah dan kelembutan. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan.

Julukan atau gelar yang diberikan kepada Ali bin Abi Thalib

image

  • Karamallahu Wajhu”. Ali mendapatkan gelar ini dari Rasulullah karena Ali dikenal sebagai orang shaleh dan bersih jiwanya. Ali tidak suka melihat hal- hal yang tidak wajar untuk dilihat. Meskipun Ali sedang perang bila pakaian musuh sobek oleh pedang Ali, maka Ali tidak melanjutkan perang itu sebelum musuh berganti pakaian. Gelar ini paling banyak disebut dan sukai oleh sufisme.

  • Babul Ilmu”. Ali mendapatkan gelar ini dari Rasulullah karena Ali banyak tau mengenai ilmu-ilmu yang telah Rasul sampaikan padanya.

  • Abu Turab”. Ali mandapatkan julukan ini ketika beliau sudah menjadi suami Fatimah. Pada waktu itu Rasulullah sedang mencari Ali dan Ali dalam keadaan tidur. Baju Ali tersingkap sehingga tanah mengotori bagain punggung Ali. Rasulullah memberesihkannya dan Ali pun bangun. Rasul berkata “Duduklah wahai Abu Turab, duduklah !”.

  • Asadullah”. Ali mendapatkan julukan ini karena Ali bagaikan singa yang membela agama Allah, selalu ada dibarisan terdepan ketika berperang dan selalu menang.

  • Dzulfaqor”. Ali mendapat julukan ini karena terkenal dengan pedangnya yang bermata dan berujung dua.

  • Imamul Masakin”. Beliau mendapat julukan ini karena beliau selelu berbelas kasih kepada orang-orang miskin. Beliau selalu mendahulukan kepentingan orang fakir, miskin dan yatim meskipun beliau sendiri sedang membutuhkan.

  • Radhiallahu 'anhu”. (semoga Allah meridhoinya). Gelar ini sering dipakai dan lebih disukai oleh kaum Sunni.

  • Alaihissalam”. (semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan). Gelar ini sering dipakai dan lebih disukai oleh kaum Syi’ah.

Isteri-isteri Ali bin Abi Thalib.

Setelah Fathimah Az-Zahra wafat, khalifah Ali menikahi Umamah bin Abi Al Ash bin Rabi’ bin Abdul Uzza Al Qurasyiyah. Selanjutnya menikahi Umum Banin binti Haram bin Khalid bin Darim Al Kulabiyah. Kemudian Laila binti Mas’ud An Nahsyaliyyah, Ad Daarimiyyah dari Tamim. Berikutnya Asma binti 'Umais, yang sebelumnya merupakan isteri Ja’far bin Abi Thalib, dan selanjutnya menjadi isteri Abu Bakar (hingga ia meninggal), dan berikutnya menjadi isteri Ali. Selanjutnya ia menikahi Ummu Habib Ash Shahbaa At Taghalbiyah. Kemudian, Khaulah binti Iyas bin Ja‟far Al Hanafiyyah. Selanjutnya Ummu Sa’d Ats Tsaqafiyyah. Dan Mukhabba’ah binti Imri’il Qais Al Kulabiyyah.

Putra putri Ali bin Abi Thalib

Dari istri-istri yang beliau nikahi maka lahirlah 36 anak. Jumlah masing- masing anak laki-laki dan perempuan adalah 18. Nama putra-putri mereka adalah:

Anak laki-laki Anak perempuan
Hasan Al-Mutjaba Zainab Al-Kubra
Husain Asy-Syahid Zainab Al-Sughra
Muhammad bin Al-Hanifah Ummu Kultsum
Abbas Al-Akbar (Abu Fadl) Ramlah Al-Kubra
Abdullah Al-Akbar Ramlah Al-Sughra
Ja‟far Al-Akbar Nafisah
Utsman Al-Akbar Ruqoiyah Al-Kubra
Muhammad Al-Ashgar Ruqoiyah Al-Sughra
Abdullah Al-Ashgar Maimunah
Abdullah (Abu Ali) Zainab Al-Sughra
Aun Ummu Hani
Yahya Fatimah Al-Sughra
Muhammad Al-Austh Umamah
Utsman Al-Asghar Khadijah Al-Sughra
Abbas Al-Asghar Ummu Al-Hasan
Ja’far Al-Asghar Ummu Salamah
Umar AL-Ashgar Hamamah
Umar Al-Akbar Ummu Kiram

Pertempuran yang diikuti Ali pada masa Rasulullah saw.

Hampir semua pertempuran pada masa Rasulullah diikuti oleh Ali kecuali perang tabuk. Karena pada waktu itu Ali diperintah oleh Rasulullah untuk untuk mewakili Rasul menjaga kota Madinah.

Perang yang masyhur yang Ali ikuti adalah perang Badar, perang Khandak dan perang Khaibar.

Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib


Pengangkatan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib

image

Ali diangkat menjadi khalifah pada tahun 35-40 H atau 656-661 M. Beliau diangkat menjadi khalifah ketika keadaan negara sedang ada dalam kegentingan akibat pemberontakan terhadap khlifah Usman bin ‟Affan sampai pembunuhan Usman oleh para pemberontak itu. Ali sebelum diangkat menjadi khalifah beliau sempat menolak untuk di bai‟at. Namun Ali terus mendapatkan anjuran dan dukungan dari Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Akhirnya Ali bersedia menjadi khalifah. Yang membai‟at Ali adalah masyarakat kebanyakan, dalam arti Ali mendapatkan dukungan yang banyak dari bangsa Arab dan Madinah, sebab Ali termasuk orang yang sangat dekat dengan Nabi dan khlifah- khlifah yang telah diangkat sebelum Ali menjadi khalifah. Meskipun suasana pada waktu itu sedang genting dan kacau tapi masyarakat takut kalau tidak segera mengangkat khalifah suasana semakin genting dan kekacauan semakin bertambah parah.

Beberapa Ibrah

  1. Ali dan pihak Aisyah, Thalhah dan Zubair sama-sama sepakat bahwa pembunuh Utsman harus diqishash, akan tetapi kedua belah pihak berselisih mengenai mana urusan yang lebih dulu dilakukan. Akan tetapi kedua pihak ini kemudian melakukan perdamaian dan menyerahkan urusan ini kepada kebijakan
    Ali.

  2. Yang memperkeruh keadaan di antara ummat Islam saat itu sebenarnya adalah konspirasi Yahudi yang didalangi oleh Abdullah bin Saba`.

  3. Ali merupakan khalifah yang sah setelah terbunuhnya Sayyidina Utsman, sebab orang-orang telah membai’at Ali sebagai khalifah setelah terbunuhnya Utsman bin Affan. Adapun tindakan Mu’awiyah merupakan suatu pembangkangan terhadap khalifah yang sah. Akan tetapi pembangkangan mu’awiyah itu adalah berdasarkan ijtihadnya. Mu’awiyah berpendapat bahwa khilafah Ali belum sah tanpa bai’at dari Mu’awiyah dan penduduk Syam. Sebagaimana Ali pun telah mengakui akan hal itu, bahwa apa yang dilakukannya dan yang dilakukan Mu‟awiyah adalah berdasarkan ijtihad masing-masing.

  4. Jika kita memperhatikan sikap kaum khawarij sejak revolusi dalam rangka mendukung dan membela Ali hingga kemudian membangkang dan memusuhinya, maka mereka adalah merupakan korban ekstrimisme semata-mata. Kaum khawarij umumnya adalah orang Arab badwi yang berwatak keras. Mereka tidak terlalu paham mengenai kaidah-kaidah ilmu. Mereka menganggap tahkim kepada Abu Musa dan Amr sebagai tahkim kepada manusia. Padahal tidaklah Ali dan Mu’awiyah bertahkim melainkan kepada Kitab Allah. Akan tetapi Al-Qur’an adalah tertulis, dan yang membunyikannya adalah manusia. Maka mereka menjadikan Abu Musa dan Amr bin Ash sebagai mujtahid untuk memberi keputusan berdasarkan Al-Qur`an mengenai hal ini. Pengaruh-pengaruh ekstrimisme ini sampai sekarang masih tetap ada. Hobi mengkafirkan sesama muslim karena sebab ringan hanyalah merupakan cermin dari pola pikir ekstrim ini. Ekstrimisme ini merupakan pola pikir yang menolak ilmu dan syari’ah serta menentang segala kaidahnya. Diriwayatkan daripada Ali r.a berkata :

    Aku pernah mendengar Rasulullah saaw bersabda: Pada akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akalnya. Mereka berkata-kata seolah-olah mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca Al-Quran tetapi tidak melepasi kerongkong mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. Apabila kamu bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka kerana sesungguhnya, membunuh mereka ada pahalanya di sisi Allah pada Hari Kiamat. (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa`i, Abu Daud).

Turunnya khalifah Ali bin Abi Thalib

Peristiwa penting di masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib adalah terjadinya Perang Jamal dan Perang Shiffin. Akhir dari peperangan maka kedua belah pihak setuju untuk melakukan tahkim. Tahkim ini bertujuan untuk membahas permasalahan sesuai dengan sebab musababnya sampai ditemukan jalan keluar yang terbaik. Tahkim ini dilaksanakan di Daumatul Jandal pada bulan Ramadhon 37 H.

Ali memilih Abu Musa Al Asyari yang terkenal dengan kebaikannya, baik hati, lurus dan serba mudah. Namun Abu Musa tidak ada hubungan apa-apa dengan Ali. Sementara Muawiyah memilih Amr bin 'Ash, yang terkenal licin di seantreo tanah Arab. Dia sangat unggul dalam bersiasat. Amr bin 'Ash masih ada hubungan nashab dengan Muawiyah. Terjadilah soal Tanya jawab yang panjang dari kedua hakim ini. Amr bin 'Ash lebih banyak membahas Usman dan kematiannya. Sehingga keluarga Muawiyah lah yang berhak menuntut balas atas kematian Usman. Sementara Abu Musa memberikan ide agar kaum muslimin memperhatikan Ali dan Muawiyah selanjutnya memilih siapa yang mereka sukai. Sebelum mengumumkan kesepakatan dihadapan kaum muslimin terjadi perselisihan mengenai siapa yang akan mengumumkan pengumuman lebih awal. Abu Musa pun maju dan mengumumkan bahwa Ali dan Muawiyah diturunkan dari jabatannya. Amr bin 'Ash mengumumkan sepakat dengan apa yang dikatakan Abu Musa tapi dia menetapkan bahwa Muawiyah adalah khalifah.

Kaum muslimin banyak yang kecewa dan merasa tertipu oleh Muawiyah dan Amr bin 'Ash. Akhirnya Ali turun dari jabatannya dan Muawiyah lah penggantinya. Kaum muslimin yang mengusulkan agar perang pada waktu itu dilanjutkan sangat marah terhadap Ali dan mereka berubah menjadi musuh Ali dan berniat untuk membunuh Ali. Merekalah yang dinamakan kaum khawarij. Sedangkan pengikut yang masih setia terhadap Ali dan mencintai Ali berlebihan di namakan syi’ah. Mereka, kaum khawarij kecewa kenapa Ali pada waktu itu menerima tahkim. Namun kisah lain menyebutkan bahwa justru khawariz lah yang tadinya mengusulkan supaya menerima tahkim. Tapi setelah tahkim itu memenangkan Muawiyah mereka malah berkata ”Kenapa engkau menerima usulan kami, padahal engkau yang seharusnya lebih pintar dari pada kami”.

Akhir Hayat Khalifah Ali Bin Abi Thalib


image

Ali kecewa dengan adanya tahkim itu. Ali merasa tertipu oleh Muawiyah. Akhirnya Ali membawa pasukan besar ke Syam untuk memerangi Muawiyah lagi, namun ditengah perjalaan pasukan Ali diserang oleh khawarij yang jumlahnya sekitar 20.000 orang. Tapi kemenangan masih tetap ada dipihak Ali. Tidak hanya kaum khawarij yang mengacaukan situasi itu, banyak muslimin Iraq yang melakukan pemberontakan terhadap Ali. Sementara masalah di Syam semakin parah.

Setelah masalah demi masalah dihadapi oleh khalifah Ali, dan pada waktu itu masalah Ali dan Muawiyah belum terselesaikan, ada komplotan khawarij yang terdiri dari tiga orang. Mereka bernama Abdurrahman ibnu Muljam,yang akan membunuh Ali, Barak ibnu Abdullah At-Tamimi yang akan membunuh Muawiyah dan Amr Ibnu Bakr At -Tamimi yang akan membunuh Amr bin 'Ash.

Pada waktu menjelang shubuh seperti biasa khalifah Ali membangunkan kaum muslimin disekeliling rumah beliau untuk menunaikan sholat shubuh. Namun khalifah terkejut dengan adanya Ibnu Muljam yang langsung mengayunkan pedang kearah kepala beliau. Darah pun bercucuran, mengalir melalui jenggot beliau. Khalifah Ali pun meninggal setelah kejadian itu yang bertepatan dengan hari Jum‟at tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Di akhir hayat, khalifah Ali tidak mengucapkan kata apapun selain “Lailahaillallah”. Setelah kewafatan khalifah Ali, Ibnu Muljam pun di bunuh sebagai hukuman qishosh. Qishash nya dilakukan oleh Hasan r.a. Kemudian jasadnya dibakar.

Adapun Muawiyah yang akan dibunuh oleh Barak Ibnu Abdullah masih bisa diselamatkan, walaupun Muawiyah berhasil ditikam. Dan Amr bin „Ash pada waktu akan dibunuh oleh Amr Ibnu Bakr beliau sedang sakit, sehingga tidak mengimami sholat shubuh. Imam sholat pun digantikan oleh Kharizah Ibnu Habib As Suhami akhirnya dialah yang mati ketika sholat sedang berlangsung. Amr Ibnu Bakr mengira yang mengimami sholat adalah Amr bin „Ash.