Apa Tujuan Penentuan Umur Naskah?


Pada penelitian filologi akan berkaitan dengan penentuan umur naskah.

Apa saja tujuan dari penentuan umur naskah?

Sesuai dengan latar belakang dan tujuan penelitian filologi, yaitu mengungkapkan produk masa lampau dan fungsi peninggalan tulisan pada masarakat masa lalu dan masa kini, maka untuk mengungkapkan nilai-nilai itu diperlukan informasi tentang kapan karya atau naskah itu ditulis. Fungsi peninggalan itu sebagian besar bisa dimanfaatkan di masa sekarang. Oleh sebab itu, perlu diketahui kapan dan di mana karya itu digubah.

Karya sastra bukan fiksi. Ia merupakan kristalisasi dan dokumentasi masyarakat pendukungnya yang di dalamnya mengandung pandangan hidup, kepercayaan, dan berbagai peristiwa di lingkungan pengarang. Oleh karena itu, sangat penting untuk menentukan usia suatu naskah. Dengan demikian, diperlukan informasi kapan dan di mana karya itu ditulis. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah mengetahui identitas pengarangnya sebab karya sastra tidak lepas dari peran pengarang dalam menggubah karya tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan utama menentukan usia naskah ialah untuk mengetahui berapa usia naskah yang sedang dibacanya. Di samping itu, ada beberapa tujuan yang berkenaan dari analisis naskah untuk mencari atau menentukan usia naskah. Adapun tujuan lain penentukan usia naskah adalah sebagai berikut.

  1. Untuk mengetahui usia naskah yang sedang dibahas. Penentuan usia naskah itu sangat penting karena terkait dengan pemahaman isi naskah. Di dalam naskah terkandung nilai-nilai yang dapat dimanfaatkan untuk masa kini. Pengarang ingin mengungkapkan atau menyampaikan ide dan pendapatnya kepada masyarakat.
  2. Untuk mengaitkan peristiwa yang terdapat dalam naskah dengan peristiwa-yang terjadi di masyarakat. Umumnya peristiwa dalam naskah memiliki kemiripan atau kesamaan dengan peristiwa di luar naskah. Hal itu dapat digunakan untuk menentukan saat peristiwa itu terjadi karena karya sastra merupakan cermin kehidupan masyarakat
  3. Untuk membantu para peneliti dalam ilmu sejarah tentang penentuan sejarah terbentuknya suatu kerajaan. Isi naskah dapat membantu dan dapat dijadikan bahan pembanding oleh para ahli sejarah. Banyak naskah yang dapat dijadikan bahan pembanding dalam sejarah Indonesia. Misalnya, untuk hal yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Majapahit, dapat digunakan naskah Negarakertagama, Kidung Sunda, Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Kidung Sorandaka atau Pararaton; untuk Kerajaan Singasari dapat digunakan naskah Pararaton; untuk Kerajaan Demak dapat digunakan Babad Demak; untuk kerajaan Mataram Islam dapat digunakan Babad Tanah Djawi, Babad Mataram, Babad Bedhahing Mangir.
  4. Untuk menghubungkan aspek-aspek lain dalam naskah dengan di luar naskah. Aspek-aspek tersebut dapat dikaitkan dengan beberapa aspek di luar naskah, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, peralatan petani, peralatan nelayan, peralatan peternakan, peralatan kemasan, dan sebagainya.
  5. Untuk mengaitkan aspek kebudayaan dan kesenian yang terdapat dalam naskah dengan aspek budaya dan kesenian di luar naskah saat itu. Unsur kesenian dalam naskah kadang-kadang masih terkait dengan kesenian saat ini yang masih hidup, misalnya seni karawitan, seni pedalangan, seni tari, yang terdapat dalam naskah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ikram (1997) yang menyatakan bahwa budaya masa kini merupakan lanjutan dari budaya masa lampau.
    Salah satu contoh naskah yang cukup pendek tetapi penting adalah Serat Ngalamat. Karya itu ditulis oleh KGPAA Mangkunagara IV, seorang raja di Mangkunagaran, Surakarta. Karya itu merekam peristiwa saat Gunung Merapi meletus, pada sekitar tahun 1800 M. Meskipun pendek, karya itu dapat dipakai sebagai bukti sejarah, tentang peristiwa yang sangat mencekam. Karya itu dirangkum dalam Serat-Serat Anggitan Dalem KGPAA Mangkunagara IV Ingkang Mawi Sekar, yang dihimpun oleh J Kats (1957).