Apa Tujuan dari Diplomasi Kebudayaan?

diplomasi kebudayaan

Apa Tujuan dari Diplomasi Kebudayaan ?

Pembangunan pariwisata memerlukan kebijakan dan perencanaan yang sistematis.sebagai contoh, pemerintah pada semua level terlibat dalam merapersiapkan infrastruktur, penggunaan tanah atau tata ruang, dan sebagainya. Untuk tercapainya sebuah perencanaan yang sistematis diperlukan sebuah proses perencanaan strategis ( the strategic planning process ). Menurut Richardson & Fluker (Richardson & Fluker, 2004 ) , umumnya perencanaan strategis dalam pariwisata terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

  1. Menentukart bisnis/usaha apa yang akan dimasuki, yang biasanya dicirikan oleh misi organisasi yang tergantung pada jenis usaba yang dimasuki. Misi organisasi mungkin dapat dilihat dan diketahui dengan mudah tetapi misi organisasi terkadang tidak dapat secara ekplisit dikenali. Misalnya sebuah hotel dalam misi perusahaannya tetapi memaksimalkan pengembalian aset dan menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan untuk para pemegang saham. Biasanya untuk organisasi pemerintah dengan audien yang berbeda yang akan diyakinkan, mempunyai misi yang jelas, misalnya untuk mengakselerasi pertumbuhan sosial ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan dari industri pariwisata bagi negara.

  2. Menentukan tujuan organisasi yang akan dicapai, yang merupakan tujuan organisasi seperti penguasaan pasar yang melibatkan pengenalan produk baru. Tujuan organisasi haruslah mempunyai jangka waktu yang mengindikasikankapan tujuan tersebut akan diwujudkan. Hal ini akan memberikan kerangka waktu, menetapkan tujuan jangka pendek, dan strategi pencapaian serta tindakan yang diperlukan.

  3. Mengevaluasi potensi pasar, merupakan proses cepat untuk mengidentifikasikan pasar potensial dan rnemuaskan penanam modal bahwa terdapat pasar pariwisata yang potensial yang menyebabkan proses selanjutnya layak dilakukan.

  4. Pilih lokasi wisata yang cocok. Lokasi yang diplih harus dilakukan dengan hati - hati dan dikaitkan dengan ketersediaan infrastruktur seperti ketersediaan jalan, listrik, air, atraksi wisata yang tersedia dan pesaing. Keberadaan proyek harus dapat memanfaatkan keunggulan destinasi lokal menarik calon konsumen. Lokasi yang diplih juga menyangkut pada keberadaannya yang dapat dipastikan tidak ada masalah yang menyangkut apa yang boleh dan apa yang tidak boleh terkait dengan rencana pembangunan fasilitas pariwisata. Disamping itu perlu dijalin komunikasi dengan masyarakat lokal, biro hukum, arsitek termasuk kompetitor.

  5. Aksesibilitas. Pengembangan pariwisata sebagai sebuah sistem, faktor aksebilitas, baik berupa perencanaan perjalanan, penyediaan informasi mengenai rute dan destinasi, ketersediaan sarana transportasi, akomodasi, ataupun kemudahan lain untuk mencapai destinasi menjadi penentu berhasilnya peluang pengembangan destinasi. Aksebilitas juga menyangkut manajemen informasi kawasan pengembangan bagi calon wisatawan mengingat keunikan destinasi. Akses informasi bisa dari mulut ke mulut, dari keluarga ke teman, buku - buku pariwisata, brosur, tabloid, iklan, internet dsb. Dalam tourism opportunity spectrum semakin mudah aksesibilitas kedestinasi pariwisata maka semakin besar peluang keberhasilan penerbangannya.

  6. Kompabilitas dengan kegiatan lain. Keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata sangat ditentukan oleh kompabilitasnya terhadap aktivitas lain yang mendukung di kawasan pengembangan. Sifat interdendensi, baik sumber daya maupun dampak suatu kegiatan di suatu kawasan terhadap kawasan lain, menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata. Yang perlu diperhatikan adalah sampai level mana sebuah kawasan pengembangan dapat mempengaruhi kawasan lain dan kondisi yang bagaimana yang paling optimal dan baik untuk menunjang kawasan pengembangan. Beberapa aktivitas dapat berdampak langsung, seperti penebangan hutan, pembuangan lirnbah, penangkapan ikan dan pengambilan terumbu karang dan sebagainya. Sebab semakin tinggi dearajat kompabilitas pengembangan destinasi pariwisata maka semakin besar pengembangan.

  7. Karakteristik sarana pariwisata. Penyediaan sarana pariwisata sangat menentukan peluang pengembangan sebuah destinasi pariwisata. On-site management , penataan sarana pariwisata, termasuk di dalamnya pengadaan fasiivtas baru, penanaman atau introduksi vegetasi, akomodasi, tempat perbelarnjaan, fasilitas hiburan, serta penataan akses lalu lintas ke kawasan, sangat menentukan keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata. Pembangunan sarana pariwisata ini memerlukan modifikasi kawasan destinasi yang bisa saja berakibat sangat kompleks. Penyediaan sarana yang mempunyai karakteristik tidak sesuai dengan ekosistem dan sifat alamiah destinasi mungkin akan memperkecil peluang keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata tersebut.

  8. Interaksi sosial. Kedatangan wisatawan pada suatu destinasi wisata, apalagi destinasi yang mengandalkan sumber daya alam dan kehidupan ekosistem sebagai atraksi utamanya, mempunyai potensi untuk merusak keseimbangan ekosistem tersebut. Dalam derajat tertentu, ekosistem sosial dan ekosistem alamiah yang akan terpengaruhi. Konsekuensinya, eksistensi kawasan tersebut akan selalu dalam ancaman degradasi kualitas. Dalam sistem kepariwisataan, ada dua kondisi interaksi manusia yang harus dipertimbangkan. Pertama, interaksi manusia dengan lingkungan/ekosistem yang mempengaruhi ekosistem alam. Kedua, interaksi antara wisatawan dengan komunitas lokal yang dapat mempengaruhi ekosistem sosial. Interaksi ini dapat berupa adaptasi atau peningkatan kadar gangguan yang dirasakan oleh komunitas lokal seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan yang melampaui ambang batas atau daya dukung sosial,

Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi, dimana pada awalnya hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang , kini bahkan telah menjadi hak asasi seseorang sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbitt bahwa:

where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basic human right .

Negara Indonesia yang dikenal sebagai negeri 1001 pulau, merupakan sebuah julukan yang menggambarkan bagaimana karaterisitik Indonesia dari segi geografisnya. Secara mutlak bahwa wilayah Indonesia yang membentang sejauh 3.977 mil 51 dari wilayah Pulau Sumatera hingga ke dataran Papua memperlihatkan pula nilai dari aset - aset yang dimiliki oleh negara ini. Hal ini juga tidak terlepas dari kekayaan kultur dan budaya yang dimiliki hingga tersebar di seluruh bagian pelosok nusantara.

Cara berpikir sistem pada sektor pariwisata adalah melihat pariwisata sebagai satu aktivitas yang jauh lebih kompleks, dapat dipandang sebagai suatu sistem yang lebih besar, memiliki berbagai komponen, seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, budaya dan seterusnya. Melihat pariwisata sebagai suatu sistem berarti bahwa adanya analisis mengenai berbagai aspek kepariwisataan tidak bisa dilepas dan subsistem yang lain karena adanya hubungan saling ketergantungan dan saling terkait ( interconnectedness ).

Sebagai sebuah sistem antarkomponen dalam sistem tersebut terjadi hubungan interdepndensi yang berarti bahwa peruhahan salah satu subsistem akan menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem yang lain sehingga didapatkan harmoni yang baru. Elemen - elemen dari sebuah sistem pariwisata yang sederhana antara lain menyangkut sebuah daerah/negara wisatawan, sebuah daerah/negara tujuan wisata dan sebuah tempat transit serta sebuah generator yang membalik proses tersebut. Negara Indonesia sebagai salah satu daerah kunjungan wisata Asia rnemang memiliki segudang potensi dan nilai lebih dalam sektor kepariwisataan.

Secara strategis yang terletak di garis khatulistiwa sekaligus menempatkan corak iklim yang ideal untuk aktivitas pariwisata. Keragaman budaya, kesenian, benda peninggalan sejarah, suku adat, bahasa maupun kekhasan kuliner masing - masing etnik juga menjadi elemen pendukung sebagai daya tank para wisatawan, khususnya pelancong dari negara lain. Hal ini yang kemudian menyingkapkan bagaimana perubahan sekaligus perkembangan sektor kepariwisataan di Indonesia hingga 6 di atas pertumbuhan pariwisata dunia yang hanya mencapai 4, indeks pertumbuhan pemasukan jumlah devisa per 2010 mencapai US$ 7 Miliar melebihi target pendapatan semula senilai US$ 6,5 Milliar.

Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari dalam tulisannya mengenai Diplomasi Kebudayaan, Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang : Studi Kasus Indonesia. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa, distribusi kebudayaan adalah sebuah strategi negara-negara berkembang. Ia menjelaskan bahwa diplomas publik merupakan sebuah substansi politik luar negeri dalam pemanfaatannya bagi negara-negara sedang berkembang. Diplomasi kebudayaan merupakan bagian atau salah satu jenis dari begitu banyak diplomasi lain, yang diartikan sebagai usaha negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga, dan kesenian, ataupun secara makro sesuai dengan ciri khas utama, misalnya propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensionalnya dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi, atapun militer.

Aktor yang dapat melakukan kegiatan diplomasi kebudayaan ini tidak hanya aktor pemerintah saja, tetap juga aktor non-pemerintah, individual maupun kolektif, ataupun setiap warganegara. Oleh karena itu, hubungan diplomasi kebudayaan antarbangsa bisa terjadi antar pemerintah-pemerintah, pemerintah-swasta, swasta-swasta, pribadi-pribadi, pemerintah-pribadi, dan seterusnya. Tujuan utama dari diplomasi kebudayaan adalah untuk mempengaruhi pendapat umum guna mendukung suatu kebijaksanaan politik luar negeri tertentu. Sasaran diplomasi kebudayaan itu sendiri adalah pendapat umum, baik pada level nasional maupun internasional.

Dari segi bentuk, diplomasi kebudayaan dapat dilakukan melalui : 1. Eksibisi . Eksibisi atau dapat disebut dengan pameran dilakukan untuk menampilkan konsep-konsep atau karya kesenian , ilmu pengetahuan, teknologi maupun nilai-nilai sosial atau ideologi dari suatu bangsa kepada bangsa lain. eksibisi atau pameran ini merupakan bentuk diplomasi kebudayaan yang paling konvensional karena dilakukan secara terbuka dan juga transparan. Eksibisi dapat dilakukan di luar negeri maupun di dalam negeri, baik secara sendirian (satu negara) maupun secara multinasional. Pameran atau eksibisi ini dapat dilakukan melalui perdagangan, pariwisatawan, pendidikan, dan sebagainya. 2. Propaganda . Tidak jauh berbeda dengan eksibisi, propaganda merupakan penyebaran informasi, baikmengenai kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun nilai-nilai sosial ideologis suatu bangsa kepada bangsa lain. Akan tetapi, biasanya dilakukan secara tidak langsung melalui media masa dan secara awam berkonotasi negatif, bahkan terkadang dianggap subversif. Bentuk propaganda ini merupakan bentuk klasik atau cikal bakal dari diplomasi kebudayaan, karena nilai-nilai sosial ideologi suatu bangsa yang dianggap sebagai nilai kebudayaan menjadi bahan pokok untuk disampaikan kepada bangsa lain. 3. Kompetisi , yang lebih cenderung ke arah pertandingan atau persaingan. 4. Penetrasi . Penetrasi yang merupakan perembesan, dilakukan melalui bidang-bidang perdagangan, ideologi, dan militer. Dalam perdagangan, bentuk yang paling dikenal adalah penyelundupan, dalam bidang ideologi, penetrasi berarti propaganda. Sedangkan dalam bidang militer disebut dengan penyelundupan. 5. Negoisasi . Bentuk diplomasi kebudayaan melalui bentuk negosiasi ini lebih mencerminkan keinginan dari bangsa-bangsa yang bersangkutan untuk saling memperkenalkan, mengakui, menghormati, dan menghargai kebudayaan masing-masing bangsa tersebut, baik yang kemudian dilaksanakan dalam bentuk yang lebih khas, seperti pertukaran budaya atau pertukaran ahli maupun bentuk kerjasama makro yang lain. 6. Pertukaran ahli . Hal ini mencakup masalah bentuk kerjasama pertukaran kebudayaan secara luas, yakni dari kerjasaa beasiswa antar negara, sampai dengan pertukaran ahli dalam pola bidang tertentu. Selain beberapa bentuk diatas, masih ada beberapa bentuk lain yang dapat digunakan dalam diplomasi budaya, yaitu terorisme, embargo, dan juga boikot.

Dari segi tujuan, diplomasi kebudayaan ini biasanya bertujuan untuk mencari pengakuan, penyesuaian, bujukan, hegemoni atau subversi. Melalui tujuan-tujuan tersebut, saran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan diplomasi tersebut adalah melalui pariwisata, olahraga, pendidikan, perdagangan, dan juga kesenian.